Pemandangan Udara Kepulauan Raja Ampat. (Sumber: Pexels/Angke Widya)

Ayo Netizen

Membedah Kritik dan Aktivisme dalam Iklan Satir #SaveRajaAmpat HMNS

Minggu 22 Jun 2025, 12:39 WIB

Mengikuti ramainya tagar #SaveRajaAmpat di media sosial, HMNS Perfumery, brand parfum lokal Indonesia, merilis video promosional satir mengkritik pemerintah mengenai isu tambang nikel yang dibangun di Raja Ampat pada Rabu (11/6).

Dalam video tersebut, HMNS menyorot dampak tambang nikel terhadap lingkungan dan keindahan Raja Ampat dan keserakahan pemerintahan yang rela menghancurkan salah satu keindahan Indonesia demi uang.

Di tengah banjiran pujian yang diterima oleh HMNS, pengguna X @_alvacentaury menyampaikan kekecewaan dan kemarahannya terhadap video satir itu.

Tanpa ba-bi-bu, ia menyatakan bahwa video yang diunggah oleh HMNS bukanlah suatu hal yang perlu dibanggakan, menyebutnya sebagai bahan brand marketing yang tidak bisa membaca urgensi isu Raja Ampat.

Cuitannya yang penuh emosi itu tentu mengundang netizen untuk membela HMNS, sebuah brand lokal yang menggunakan platformnya untuk hal yang positif dengan mengangkat isu nasional ini.

Namun, bagaimana dengan kebenaran dalam statement yang diberikan oleh @_alvacentaury? 

Kebebasan berpendapat dalam media daring

Dalam pasal 28E UUD 1945, disebutkan bahwa setiap warga Indonesia memiliki hak kebebasan berpendapat.

Ayat kedua pasal 28E menyebutkan “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.

Hal ini selaras dengan akun @_alvacentaury yang mengungkapkan kritikannya terhadap iklan satir HMNS. Cuitan bermuatan kritik tersebut justru dihakimi oleh netizen dengan dalih bahwa ia seharusnya ‘bersyukur’ masih ada brand lokal yang membuka suara terkait isu tambang nikel Raja Ampat. 

Di luar itu, cuitan yang diunggah olehnya juga seharusnya bisa membuka diskusi mengenai brand activism dan bagaimana sebuah brand bisa melakukan pendekatan terhadap isu sensitif yang sedang terjadi.

Haruskah puas dengan performative activism?

Ilustrasi kritik akan kepedulian lingkungan. (Sumber: Pexels/Markus Spiske)

Kritikan yang disampaikan olehnya juga tidak sepenuhnya salah. Unggahan HMNS bisa dengan mudah jatuh dalam kategori performative activism yang merupakan aktivisme yang dilakukan demi meningkatkan positive publicity seseorang atau dalam konteks ini suatu merek. 

Framing HMNS yang hanya fokus pada keindahan alam yang akan dirusak oleh tambang nikel juga menjadi salah satu hal yang dikritik secara gencar oleh @_alvacentaury.

Framing tersebut kurang menyoroti urgensi akan apa yang terjadi di Raja Ampat. Bukan hanya lingkungannya yang terancam, namun juga kehidupan dan budaya masyarakat adat yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah.

Selain itu, video yang diunggah oleh HMNS tidak diikuti informasi lebih lanjut mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Raja Ampat, atau informasi mengenai bagaimana kita sebagai konsumen HMNS bisa membantu mencegah dilanjutkannya tambang nikel ini. Langkah ini memberikan kesan ‘angkat tangan’ terhadap isu yang mereka bawa.

Loyalitas brand dalam aktivisme

Brand lokal Kula menjadi salah satu contoh merek kecantikan di Indonesia yang berhasil melakukan aktivisme melalui brand-nya.

Mereka secara rutin berkolaborasi dengan berbagai NGO dan fundraiser, di mana sebagian profit bulanan mereka disumbangkan kepada organisasi dan fundraiser yang berbeda-beda.

Meskipun tidak bisa dibandingkan sepenuhnya karena perbedaan dalam isu yang mereka perjuangkan, Kula kepada konsumennya bahwa mereka konsisten dalam perjuangan mereka.

Dalam media sosialnya, mereka terus mengunggah informasi dan cara konsumennya bisa ikut menyumbang bantuan dalam isu yang diangkat oleh mereka.

Baca Juga: Kini 10 Netizen Terpilih Dapat Total Hadiah Rp1,5 Juta dari Ayobandung.id setiap Bulan

Di sisi lain, HMNS belum pernah mengunggah informasi lain terkait kasus tambang nikel di Raja Ampat ini. Mereka hanya mengunggah ulang pujian yang disampaikan oleh netizen terhadap video mereka. Tagar #SaveRajaAmpat yang digunakan untuk menaikkan kesadaran akan isu ini juga tidak digunakan dalam unggahan video HMNS.

Bukan panas dan kebencian, kritikan @_alvacentaury seharusnya disambut dengan diskusi kritis terkait brand activism HMNS.

Penting untuk mempertanyakan sejauh mana brand lokal yang berorientasi pada keuntungan, sama seperti pemerintah yang mereka kritik, bersedia untuk menjalankan aktivisme mereka. (*)

Tags:
iklanaktivismekritikRaja Ampat

Shavanna Ambar Kirani

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor