Penampilan Depan Toko Cahaya di Jalan Gempol (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: Annisa Rahma Putri)

Ayo Netizen

Sembilan Dekade Berdiri, Toko Kelontong di Bandung Masih Eksis hingga Kini

Senin 07 Jul 2025, 08:48 WIB

Meski kian hari kian marak berdirinya fondasi baru, namun ada sudut yang tak lekang oleh waktu.

Berada tepat pada pintu masuk Gang Gempol, bangunan toko ini tetap berdiri kokoh sejak 1935 dengan ciri khas pintu kayu berwarna hijau yang bertuliskan “Toko Cahaya” di atasnya, serta pemilik toko generasi kedua bernama Ebo Rusli (76) yang sudah mengelola toko dari umur 17 tahun.

"ENGHWA" Menjadi "CAHAYA"

Pada mulanya, bangunan ini didirikan pada 1920 oleh seorang Tionghoa di masa penjajahan dengan nama “Enghwa Gempol”. Kemudian dipindahtangankan ke ayah Ebo Rusli yang bernama Lie Yoon Liong pada 1966.

Dilihat dari nama depannya, “Enghwa” sendiri mencerminkan nama Tionghoa dari asal pendirinya, sedangkan “Gempol” merujuk pada lokasinya di Jalan Gempol No. 1, Bandung.

Pergantian nama ini bukan tanpa alasan, melainkan karena pada masa orde baru, pemerintah menerapkan kebijakan tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) yang mengatur agar semua nama berbau Tionghoa harus diubah.

Ebo mengaku bahwa tidak ada makna khusus dalam pemberian nama toko, ia hanya meneruskan peninggalan orang tuanya saja.

Bukan Toko Kelontong Biasa

Meski sudah berjaya selama 9 dekade, toko ini masih beroperasi sesuai dengan fungsinya. Warga sekitar masih bergantung pada toko ini yang menjual berbagai barang untuk kebutuhan sehari-hari, seperti beras, gula, telur, hingga peralatan elektronik.

Suasana di toko kelontong ini menjadi hal yang berbeda dari toko kelontong biasanya.

Di depan toko terpampang papan nama yang bertuliskan “Mortein” yang merupakan merek dari obat nyamuk, yang membedakannya adalah desain yang terlihat simpel dan jadul.Ebo mengaku bahwa ia tidak akan menggantinya karena papan nama tersebut sudah menjadi ciri khas Toko Cahaya.

Saat pembeli memasuki toko, disambut dengan suara radio yang senantiasa diputar dan terdengar ke seluruh sudut toko. Itulah yang menambah suasana tempo dulu, apalagi etalase jadul yang masih terawat hingga sekarang meski sudah dimakan usia.

Barang-barang antik peninggalan orang tua Ebo juga masih dipajang diatas rak, mulai dari guci asli Tiongkok, jam kuno, lampu parafin, hingga timbangan jadul yang masih berfungsi dengan baik.

Barang Legend Menghiasi Sudut-sudut Toko

Toko Cahaya juga berkembang mengikuti zaman, perubahan jenis barang permintaan konsumen semakin terasa. Akan tetapi, toko ini masih menjual beberapa barang jadul seperti coklat suzzana dan bedak legend saripohatji yang sudah terkenal dari 1927.

Ebo juga masih menggunakan tradisi lama yaitu mencatat pembukuan secara manual, menimbang dengan timbangan jadul, dan hanya menerima pembayaran tunai. Alasannya karena hal itu akan menyulitkan ia ketika melakukan pelaporan penjualan.

Keunikan serta keantikan toko ini juga menarik perhatian masyarakat di luar kawasan Gempol.

Selain untuk membeli barang, kini banyak orang yang datang hanya sekedar untuk melihat suasana toko jaman dulu beserta barang langka yang masih dipertahankan oleh Toko Cahaya.

Warisan Orang Tua Hingga Cagar Budaya

Piagam Penghargaan Cagar Budaya (Sumber: Dok. Pribadi | Foto: Annisa Rahma Putri)

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap tahun kondisi akan selalu mengalami perubahan.

Ebo menjelaskan bahwa penghasilan yang paling buruk selama puluhan tahun ia mengelola toko ini adalah pada saat pandemi. Ia mengaku penghasilan menurun sebesar 50% dari biasanya. Hal ini karena tutupnya toko selama hampir lebih dari 3 bulan.

Meskipun begitu, toko kelontong ini telah dinobatkan sebagai cagar budaya oleh Walikota Bandung pada 4 Desember 2023. Ebo mengaku sangat bangga dengan pencapaian tersebut, sehingga piagam yang diberikan tersebut ia pajang di bagian depan kaca tokonya.

Penghargaan cagar budaya tersebut juga memberikan keringanan berupa pengurangan biaya Pajak Bumi dan Bangunan pada Toko Cahaya.

Walaupun toko ini sudah melekat di hati warga sekitar Jalan Gempol, dan menjadi pusat pembelian kebutuhan sehari hari, namun dengan berat hati Ebo menuturkan bahwa kemungkinan besar ia menjadi generasi terakhir yang mengelola dan mempertahankan warisan ini.

Tags:
toko kelontongToko CahayaEnghwa Gempol

Annisa Rahma P

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor