AYOBANDUNG.ID — Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) tetap bersikeras untuk membeli perangkat komputasi portabel layar sentuh atau tablet baru dari anggaran belanja daerah (APBD) senilai Rp1 miliar, meskipun menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat.
Alih-alih membatalkan rencana tersebut sesuai dengan aspirasi masyarakat, para legislator justru meminta agar spesifikasi tablet ditingkatkan. Tujuannya agar perangkat yang mereka gunakan lebih canggih dari sebelumnya dan mampu menunjang kinerja secara optimal.
Jika spesifikasi tablet tak sesuai, rencana pengadaan akan dibatalkan. Namun, menurut mereka, daripada mendapatkan perangkat yang tidak mendukung kegiatan kedewanan, lebih baik anggaran dialokasikan untuk tablet dengan spek lebih tinggi agar tidak sia-sia.
Para anggota DPRD periode 2019 juga telah mendapatkan fasilitas tablet dari pengadaan di awal masa jabatan. Sayangnya, perangkat tersebut kini dianggap sudah tidak memadai karena spesifikasinya yang rendah, sehingga sering lambat saat digunakan untuk bekerja.
Permintaan peningkatan spesifikasi, khususnya dari segi penyimpanan, disuarakan dengan jelas. Kapasitas 128 GB yang sempat ditawarkan dinilai tidak ideal. Mereka menilai tablet seharusnya memiliki penyimpanan minimal 520 GB, bahkan kalau memungkinkan mencapai 1 TB, mengingat perangkat tersebut merupakan aset inventaris, bukan milik pribadi.
Anggota DPRD mengaku menolak opsi tablet dengan kapasitas 128 GB, apalagi jika harganya hanya sekitar Rp10 juta per unit. Sementara untuk perangkat yang diinginkan saat ini, diperkirakan per unitnya mencapai Rp17 juta dengan spesifikasi yang lebih mumpuni.
Menurut mereka, kritik masyarakat yang meminta pembatalan pembelian tablet dinilai tidak memahami substansi. Justru pembelian tersebut disebut sebagai bentuk efisiensi jangka panjang karena dapat mengurangi biaya penggandaan berkas untuk 50 anggota dewan.
Mereka menyebutkan bahwa dalam lima tahun, biaya penggandaan dokumen bisa mencapai Rp50 juta. Dengan perangkat digital, proses kerja dinilai bisa lebih efisien dan hemat anggaran dalam jangka panjang.
Namun, rencana ini tetap menuai penolakan dari masyarakat. Selain dianggap tidak mendesak, kebijakan ini muncul di tengah situasi yang menuntut efisiensi anggaran dari seluruh pihak.
Sebagian warga bahkan menyebut pengadaan tablet sebagai bentuk kenakalan dalam pengelolaan keuangan daerah. Mereka menilai wakil rakyat menyalahgunakan prinsip kepentingan publik untuk menikmati fasilitas pribadi. Karena itu, ada usulan agar para anggota dewan diberi hukuman khusus, seperti dikirim ke barak militer sebagaimana pernah dilakukan terhadap siswa bermasalah oleh Gubernur Dedi Mulyadi.
Seorang mahasiswa asal Cipatat, Haikal Abrori, meminta rencana pembelian tablet dibatalkan. Menurutnya, anggaran Rp1 miliar bisa dialihkan untuk program yang lebih bermanfaat dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Ia mencontohkan realokasi anggaran ke program pengentasan kemiskinan. Sebab, berdasarkan data per 30 November 2024, persentase penduduk miskin di KBB mencapai 10,49 persen atau sekitar 197.659 jiwa dari total 1,88 juta penduduk.
Sementara itu, Yacob Anwar Lewi, tokoh pemekaran KBB, menilai langkah pembelian gadget ini menyimpang dari semangat awal pendirian daerah otonom tersebut. Terlebih, kebijakan ini diambil saat kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit, terlihat dari data kemiskinan yang masih tinggi.
Menurutnya, para wakil rakyat seharusnya memiliki kepekaan terhadap kondisi masyarakat di KBB yang disebut-sebut sebagai salah satu kabupaten termiskin di Jawa Barat. Ia menyarankan agar rencana pembelian tablet ditunda terlebih dahulu. (*)