Seekor burung blekok sawah (Ardeola speciosa) di Kampung Blekok Gedebage, Senin (17/6). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)

Beranda

Bertahan di Tengah Perubahan: Kampung Blekok Jadi Tempat Berlindung Burung Air Saat Habitat Mereka Terus Menyusut

Rabu 18 Jun 2025, 16:24 WIB

AYOBANDUNG.ID - Suara bercicit terdengar dari atas rumpun bambu yang rimbun di RW 02 Kelurahan Cisaranten Kidul, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung. Sesekali terdengar kepakan sayap di antara daun, dan tetesan putih kental jatuh dari ketinggian. Begitulah suasana khas di Kampung Blekok, tempat yang kini menjadi rumah bagi ratusan burung bangau lokal, yang oleh warga dikenal sebagai blekok sawah.

Burung blekok sawah atau Ardeola speciosa adalah salah satu jenis burung air yang kerap terlihat di lahan basah seperti persawahan, tambak, dan rawa.

Saat terbang, bulunya tampak putih bersih, namun saat diam di dahan, bulunya tampak kecoklatan dengan sedikit rona kemerahan. Keberadaan burung ini mencerminkan ekosistem yang masih sehat.

Seekor burung blekok sawah (Ardeola speciosa) terbang di kawasan Gedebage, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)

Sepengetahuan warga setempat, Erna, yang sudah belasan tahun tinggal di Kampung Blekok, ada beberapa jenis blekok yang biasa bersarang di antara rumpun bambu di dekat rumah mereka. Namun dalam beberapa tahun terakhir, muncul jenis baru yang bertubuh lebih besar dan berwarna abu-abu. Awalnya, kedatangan burung bangau abu ini sempat memicu perkelahian antar burung. Tapi seiring waktu, mereka bisa hidup berdampingan dan kini jumlahnya terus bertambah.

Lama-kelamaan, jumlah blekok yang datang ke Kampung Blekok juga meningkat. Penambahan rumpun bambu yang dilakukan oleh pengembang perumahan elite di sekitar lokasi diduga ikut menciptakan ruang bersarang baru yang nyaman bagi mereka. Meski kerap mengotori pekarangan warga dengan kotoran yang menetes dari atas pohon, penduduk sekitar tetap membiarkan keberadaan burung-burung tersebut.

Apa yang terjadi di Kampung Blekok seolah menjadi anomali positif di tengah menyusutnya habitat blekok di tempat lain.

Di banyak wilayah lain di Indonesia, populasi blekok terancam oleh alih fungsi lahan menjadi perumahan dan kawasan industri. Rawa dan sawah tempat mereka biasa mencari makan terus menghilang. Pencemaran air serta gangguan manusia juga ikut mempercepat penurunan populasi burung ini secara perlahan.

Dua ekor burung blekok sawah (Ardeola speciosa) di habitatnya di kawasan Gedebage, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Lukman Hidayat)

Meski status konservasinya saat ini masih tergolong Least Concern atau berisiko rendah menurut IUCN, para ahli memperingatkan bahwa tekanan habitat dalam jangka panjang bisa mengubah status tersebut menjadi lebih terancam.

Blekok sawah sejatinya adalah burung migran lokal yang tersebar luas di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Keberadaannya sangat bergantung pada kualitas dan keberlanjutan lahan basah.

Warga Kampung Blekok memahami hal ini, meski tidak sepenuhnya menyadari signifikansi ekologisnya. Mereka tidak pernah menebang bambu yang menjadi rumah blekok, apalagi memburunya. Kalaupun ada yang tertangkap karena jatuh dan tidak bisa terbang, barulah burung itu dimasak. Tapi secara umum, mereka menjaga agar sarang tidak dirusak, dan blekok tetap bisa hidup tenang.

Burung blekok adalah indikator alami kualitas lingkungan, terutama kualitas air. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: A.Baihaqi)

Kesadaran lokal semacam ini patut diapresiasi. Dalam banyak hal, warga menjadi pelindung alami satwa liar di tengah tekanan pembangunan kota. Banyak penelitian menyebut bahwa burung air seperti blekok sebagai indikator penting ekosistem air tawar, dan potensial untuk dikembangkan menjadi daya tarik ekowisata berbasis keanekaragaman hayati.

Kesadaran ekologis ini juga terlihat saat warga menerima kondisi kurang nyaman akibat keberadaan sarang burung blekok

Saat hujan datang, daun-daun bambu berubah putih karena terlalu banyak blekok yang bermalam. Kotoran mereka bercampur dengan air hujan dan mengalir ke halaman warga, menimbulkan bau amis yang menyengat. Di musim kemarau pun tak kalah repot, karena kotorannya mengering dan berubah menjadi debu halus. Meski begitu, tak satu pun warga yang berniat mengusir blekok dari desa mereka.

Di tengah kepadatan Kota Bandung dan derasnya pembangunan, Kampung Blekok menjadi benteng terakhir yang memberi ruang hidup bagi burung-burung ini. Setiap pagi mereka terbang keluar mencari makan dan kembali ke rumahnya di rumpun bambu saat senja. Tempat ini bukan sekadar sarang, tetapi simbol dari keharmonisan antara manusia dan alam yang wajib dijaga dan dipelihara.(*)

Tags:
Burung blekok sawahArdeola speciosaLingkungan

Mildan Abdalloh

Reporter

Andres Fatubun

Editor