Ci Genter di dalam Taman Nasional Ujungkulon saat tenang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)

Ayo Netizen

Ci Geureuh, Sungai yang Bergemuruh

Kamis 21 Agu 2025, 14:47 WIB

Sampai sekarang, air anak sungai ini sangat jernih dengan arusnya yang deras, dan membentuk jeram-jeram ketika terhalang bongkahan batu-batu besar. Di aliran hulu, anak sungai ini bernama Ci Geureuh.

Di hulunya, aliran anak sungai ini bersumber dari kaldera Gunung Malabar di kawasan Desa Pasirmulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Setelah melewati lembah di barat laut Gunung Malabar, menerus ke hilir sejauh 30 km, anak-anak sungai ini bermuara di Ci Tarum, di Desa Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.

Saat ini, punggungan yang menurun di lereng Gunung Malabar itu sudah sangat tipis, dengan lembah yang curam dan dalam. Menurut R Soeria-Atmadja, et al (1991) dalam The Tertiary Magmatic Belts in Java, gunungapi strato Gunung Malabar ini aktif meletus membangun dirinya antara 4,4 juta sampai dengan 2,6 juta tahun yang lalu.

Pengaruh cuaca, panas siang hari, dingin pada malam hari, angin, hujan, dan akan tumbuhan yang lebat di atasnya, sangat berpengaruh pada pembentukan rona bumi lereng Gunung Malabar, sehingga morfologi lerengnya seperti yang ada saat ini. 

Air meteorik yang jatuh di dalam kaldera Gunung Malabar yang berdiameter 3,5 km, paling banyak mengalir ke arah barat laut. Dari ketinggian +2.220 m dpl, dari batas bibir kaldera ke dalam, air di permukaan dan air tanahnya, mengalir ke lembah di barat laut pada ketinggian +1.600 m dpl.

Sementara sisi kaldera lainnya dibatasi oleh bibir kaldera, sehingga hanya air meteorik yang jatuh di lereng gununglah yang menjadi sumber bagi aliran sungainya. Inilah yang menyebabkan sungai-sungai yang hulunya di lereng utara, timur, selatan, dan barat Gunung Malabar, seperti Ci Tiis, yang mengalir ke arah timur laut gunung, dengan jumlah air yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan aliran anak sungai yang mengalir ke arah baratdaya gunung. 

Lembah dalam yang menoreh dinding kaldera sisi barat laut, menjadi jalan bagi air permukaan dan air tanah yang berlimpah. Karenanya, anak-anak sungai di kawasan ini menjadi sangat berkelimpahan air, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, termasuk untuk kepentingan stasiun radio Malabar. 

Di kawasan ini pula, yang sekarang terkenal dengan sebutan Gunung Puntang, berada di tengah celah di antara dua puncak gunung, dengan latar lereng gunung yang mendinding. Keadaan alam inilah yang menjadi alasan kuat dibangunnya stasiun radio Malabar di sini, di ketinggian +1.360 m dpl.

Jaringan sepanjang dua kilometer dibentangkan dari kedua puncak itu, yang berfungsi sebagai antena untuk memancarkan gelombang radio. Transmisinya berkekuatan 2.400 kW, memperlancar komunikasi antar Bandung - Hindia Belanda dengan Negeri Belanda.

Stasiun radio ini diresmikan pada tanggal 5 Mei 1923, merupakan pencapaian yang luar biasa dari Dr Ir Cornelis Johannes de Groot, ilmuwan elektro berkebangsaan Belanda. Atas jasanya yang telah menghantarkan gema suara hingga ke ujung bumi, di lapangan Citarum (Tjitaroemplein), dibangun monumen setengah bola dunia yang besar.

Baca Juga: Maung Sélang Sudah Tak Dikenali Lagi, tapi Abadi dalam Toponimi

Di sana, ada patung dua orang pria yang saling berhadapan, namun dipisahkan oleh daratan dan lautan sejauh 12.000 kilometer. Tampak keduanya sedang berkomunikasi, berkat adanya stasiun radio Malabar yang telah menyatukan Belanda dengan Hindia Belanda.

Satu anak sungai yang berada di kawasan Gunung Puntang yang sangat berkelimpahan air, berarus deras sepanjang musim, baik musim penghujan maupun musim kemarau. Inilah yang menyebabkan suara aliran sungainya bergemuruh menggetarkan orang di dekatnya. Keadaan inilah yang menyebabkan karuhun di sana menamai anak sungai itu Ci Geureu. Sungai yang bergemuruh.

Dalam perjalanannya ada perubahan pengucapan geureu menjadi geureuh. Hal ini sudah lazim pada saat berbahasa Sunda, ada penambahan huruf h di belakang suatu kata, seperti kata gedé menjadi gedéh. Saya menjadi sayah. Dan, Ci Geureu menjadi Ci Geureuh.

Kata geureu mempunyai makna yang sama dengan kata genter, giri, baregbeg, guruh, dan gumuruh, yaitu suara bergemuruh tiada henti (J Noorduyn dan A Teeuw, Tiga Pesona Sunda Kuno, 2009).

Hal ini menunjukkan betapa besar aliran Ci Geureuh di Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, aliran Ci Genter di Taman Nasional Ujung Kulon, aliran Ci Sanggiri yang melintas di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, dan aliran Ci Baregbeg yang melintas di Kecamatan Purwaharja, Kabupaten Ciamis, dan aliran Ci Barégbég melintas di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya.

Apakah keadaan aliran di sungai-sungai dengan makna yang sama dengan Ci Geureuh, apakah airnya masih besar, walau pada musim kemarau? Apakah alirannya masih berarus deras, sehingga menimbulkan suara yang bergemuruh? Bila keadaan sungai itu sebaliknya, ini pertanda telah terjadi kerusakan berat di daerah aliran sungainya! (*)

Tags:
sungaiCi Geureuhtoponimi

T Bachtiar

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor