Maung sélang (é diucapkan seperti mengucapkan ember), nyaris tak dikenali lagi.
Para sepuh di beberapa daerah di Jawa Barat Selatan sudah tidak mengenali lagi maung sélang. Bahkan, umumnya baru mendengar nama maung sélang.
Hanya Abah (lebih dari 75 tahun), yang tinggal di sekitar Balai Rukun Kampung di Ciwaru, Sukabumi Selatan, yang masih mengenali maung Sélang.
Di kampungnya beberapa kali ternak dombanya hilang. Jejak darah berceceran mengarah ke goa yang ada di bukit. Pernah juga melihat ada maung sélang yang berada di atas pohon kawung.
Pada masa lalu, Jawa Barat menjadi habitat maung sélang. Penyebarannya sangat luas, mulai dari utara sampai selatan Jawa Barat.
Keberadaan maung sélang di berbagai daerah itu ada yang menjadi nama geografis. Inilah beberapa contoh toponim Sélang dan Cisélang.
Nama geografis Sélang, ada di Cironggeng, Wanajaya, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi. Sedangkan toponim Cisélang, terdapat di Cikampek Utara, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang.
Di Kabupaten Purwakarta ada dua nama geografis Cisélang, yaitu di Munjuljaya, Kecamatan Purwakarta dan di Selaawi, Kecamatan Pasawahan.
Di Kabupaten Sumedang, Cisélang ada di Kecamatan Tomo. Di Kabupaten Cianjur ada dua nama geografis Cisélang, yaitu di Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu dan di Talagasari, Kecamatan Sindangbarang.
Di Kabupaten Tasikmalaya ada dua toponim Cisélang, yaitu di Kecamatan Kadipaten dan di Setiawangi, Kecamatan Tamansari.
Di Kabupaten Bandung Barat juga ada dua nama geografis Cisélang, yaitu di Cinagrog, Citalem, Kecamatan Cipongkor dan di Jati, Kecamatan Batujajar.
Selain daftar tersebut, sangat mungkin masih ada nama-nama geografis Cisélang.
Baca Juga: Tugugedé Didirikan di Lereng Barat Daya Gunung Halimun
Bahwa maung Sélang itu ada, disebutkan juga dalam carita pantun Sunda yang berjudul Dadap Malang Sisi Ci Mandiri.
Penggalan kalimat yang memuat kata sélang seperti: Laju rakean ngadatangkeun tilu maung sélang (Terus Rakean mendatangkan tiga maung sélang), maung sélang tina ajian (maung sélang dari jampi). Rakean menasihati maung sélang: Ceuk Rakean ka maung nu tilu: (Kata Rakean kepada tiga maung itu):“dulur-dulur” (saudaraku), Dia anggeus wayah jaradi manusa (Kalian sudah waktunya menjadi manusia). Jaba ti Nyi Putri jeung anakna (Nyi Putri dan anaknya), Harirup jembar eujeung senang (hidup berkecukupan dan senang), dikaulaan ku tilu sélang (dilayani oleh tiga sélang). Rakean kaget (Rakean kaget), Neuleu lacak ngan sapasang (melihat hanya ada sepasang), Ceuk pikirna: “boa, boa-boa! Boa cilaka (Pikirnya, “jangan-jangan, jangan-jangan celaka), Nyi Putri beunang ku sélang (Nyi Putri diambil sélang).
Dalam cerita pantun itu, maung sélang juga dipakai untuk perumpamaan, seperti: Amun tilu maung sélang (bila tiga maung sélang), asup ka jero karapyak (masuk ke dalam kandang kerbau), nu mundingna aya saribu? (yang kerbaunya ada seribu?).
Baca Juga: Telusur Nama Leuwigoong dan Kedungbunder
Jonathan Rigg, orang Inggris yang jadi pengusaha perkebunan teh, tinggal di Jasinga, Bogor. Selama bertahun-tahun mencatat kosa kata bahasa Sunda. Hasilnya dibukukan menjadi A Dictionary of the Sunda Language of Java yang diterbitkan tahun 1862.
Rigg menulis Ari sélang kudu diboro (Kalau sélang harus diburu). Tidak ada uraian tentang maung sélangnya.
Dalam kamus yang disusun oleh S Coolsma (1913), Soendaneesch-Hollandsch woordenboek ada sedikit keterangan tentang maung sélang. Méong sélang, nama harimau belang, dengan warna dasar hitam dengan belang merah: lorengnya merah.
Gambaran tentang maung sélang lebih banyak terdapat dalam roman yang berjudul De Roep van De Wildernis, karya Francisco José, yang diterbitkan oleh Perusahaan penerbitan De Toekomst dan Percetakan Kwee Khe Soei, di Batavia, 1930.
Sebagian besar sumber romannya berdasar pada pengalamannya sendiri dalam bidang pertanian skala kecil, dan pengalaman para pionir lain dalam bidang pemanfaatan lahan di Pulau Jawa.
Dalam pengantarnya, José menulis, “Sebelum terjun ke pertanian skala kecil, seseorang harus terlebih dahulu melakukan introspeksi, apakah sudah memenuhi persyaratan yang dituntut oleh pertanian skala kecil dalam hal fisik, karakter, dan kualitas lain yang diperlukan untuk sukses”.
Tentang maung sélang, Francisco José menulis, “Sapi-sapi itu terganggu oleh lengkingan meong, seekor harimau kecil yang sedang birahi, seekor harimau ganas. Di kejauhan, sapi-sapi melenguh, kerbau di kebun-kebun di sekitarnya, dan bocah-bocah angon berteriak: "Macan sélang! Macan sélang!"
Keesokan harinya, diketahui dari penjaga, bahwa malam sebelumnya dua macan sélang telah berada di kandang ayam. Salah satunya memanjat kawat kasa dan mengendus-endus kandang ayam yang telah menimbulkan kegaduhan hebat. “Sélang mampus!"
Dari roman De Roep van De Wildernis diketahui tentang karakter maung sélang dan manusia yang berada di sekitar habitatnya.
Sesuai adat, masyarakat sesungguhnya engganan untuk berburu macan sélang. Terlarang membunuh binatang hutan, terutama macan sélang.
Maung sélang dianggap memiliki reputasi misterius, yang membuatnya berbahaya. Masyarakat memiliki rasa hormat, dan menganggap sakral.
Belum pernah diketahui ada macan sélang yang menyakiti atau menyerang manusia. Dan, bila ada yang dengan sengaja menyakiti, membunuh maung sélang, banyak kejadian, akan terjadi sesuatu yang mengenaskan bagi yang melakukannya.
Ukuran maung sélang ini kecil bila dibandingkan dengan ukuran harimau. Tapi keberanian dan kekuatannya sangat luar biasa.
Maung sélang menjadi sangat ganas bila ada yang mencoba mencuri hewan buruannya, atau ada yang menghalangi ketika akan memangsa hewan di alam, atau ternak di kandang.
Suara meongnya memelas, yang hampir terdengar seperti rengekan. Giginya, kukunya, sangat kuat dan tajam.
Baca Juga: Geiser Cisolok
Selagi masih ada yang mengenali, selagi maung sélangnya masih ada di Sukabumi Selatan, perlu penelitian mendalam tentang keberadaan maung sélang sebelum musnah.
Perlu dilakukan pendataan tentang ukurannya, bulunya, warnanya, lingkungan hidupnya, makanannya, perilaku hidupnya, daerah jelajahnya, umurnya, genetiknya, dan banyak lagi hal yang diperlukan untuk ilmu pengetahuan, dan dalam upaya pengembangbiakannya. (*)
Jangan Lewatkan Podcast Terbaru AYO TALK: