Filosofi Ikigai, Tepatkah Jadi Penulis?

Vito Prasetyo
Ditulis oleh Vito Prasetyo diterbitkan Jumat 25 Jul 2025, 18:05 WIB
Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Pexels/Om Thakkar)

Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Pexels/Om Thakkar)

Meski secara kultur, berbeda dengan kondisi Indonesia, tapi prinsip-prinsip dasar hidup bagi manusia relatif sama. Bagaimana manusia tetap bertahan hidup dengan caranya masing-masing, tanpa melihat status sosial masyarakat. 

Ada semacam stigma, bahwa dengan menulis, kita telah membuat riwayat sejarah tentang diri sendiri. Tetapi, apakah semua yang ditulis itu bisa dikategorikan sebagai karya tulis?

Sebagaimana kita ketahui, karya tulis itu dibagi dalam dua kategori umum, yakni: karya fiksi dan non-fiksi(ilmiah). Dalam perkembangannya, dunia kepenulisan tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat literary.

Di sini, peran bahasa menjadi instrumen yang sangat penting. Sementara bahasa adalah sebuah disiplin keilmuan yang juga harus dipelajari secara mendalam.

Korelasi bahasa memegang peran yang sangat penting di pelbagai sendi-sendi kehidupan. Bahasa tidak saja digunakan sebagai alat komunikasi, tetapi juga dapat mempengaruhi perubahan sosial dan budaya. 

Dalam tradisi Jepang, ada yang dikenal dengan istilah Ikigai. Makna ini begitu filosofis. Jika diartikan secara harfiah bermakna nilai kehidupan, maka bagi penulis atau pengarang, apakah literasi itu dilihat sebagai nilai?

Tentu sangat pragmatis jika seorang penulis tidak ingin bersentuhan dengan esensi dasar dan problem yang berkaitan dengan literasi. 

Kenapa orang lebih merasa nyaman disebut sebagai penulis; sebagai pengarang; sebagai sastrawan; sebagai penyair ketimbang sebagai peminat dan pegiat literasi?

Ini tentu  sangat berkaitan dengan identitas sosial, karena penulis atau sejenisnya selalu disamakan dengan kegiatan yang bersifat aktif.

Sementara peminat  atau pegiat lebih berkecenderungan dengan nilai dalam kehidupan, tetapi  keduanya tidak akan terlepas dari bahasa! Bisa jadi karena literasi dianggap tidak memiliki unsur seni, sehingga sudut pandang ini seakan-akan memisahkan dua kutub berbeda. 

Judul yang senada pertanyaan bukan soal suka atau tidak suka. Di masa kini, meski banyak yang terjun sebagai penulis tetapi tidak serta-merta dapat menjadikan status penulis sebagai sebuah profesi.

Sebab faktanya, jika dikaitkan dengan terminologi profesi bisa berarti sesuatu kegiatan yang dilaksanakan secara profesional dan imbal balik dari kegiatan itu mengandung nilai-nilai ekonomis. 

Banyak yang beranggapan bahwa menulis itu termasuk kegiatan yang mudah, tapi sering kali banyak yang gagal untuk menyelesaikan sebuah tulisan menjadi sebuah kerangka karya tulis.

Ini artinya, tidak semua orang mampu menuangkan ide dari penggalan-penggalan peristiwa atau cerita ke dalam bentuk karya tulis, baik itu bersifat ilmiah maupun karya fiksi. Karena tidak semua orang punya kemampuan seni berbahasa dengan baik. 

Persoalan lain yang dihadapi oleh seorang penulis adalah karena tidak memiliki arah dan tujuan dalam menulis. Ada banyak orang yang menulis hanya karena ingin mendapatkan status sosial sebagai penulis. Sementara dalam tulisannya tidak ada yang ingin disampaikan.

Maka, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Bagaimana mengolah kemampuan idenya, serta memilih kata-kata yang tepat untuk menyusun alur cerita. 

Kegiatan tulis-menulis juga tidak terelakkan dari kemajuan teknologi. Dengan bantuan teknologi, kebutuhan informasi menjadi lebih cepat dan efisien. Persoalannya, apakah semua penulis harus menguasai teknologi?

Pada titik ini, penulis dihadapkan dengan persoalan-persoalan baru. Di sini, penguasaan dan pemahaman aplikasi membutuhkan keterampilan yang seyogyanya adalah bagian dari berliterasi. 

Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Pexels/Paula Alionyte)
Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Pexels/Paula Alionyte)

Sebagaimana kita ulas berkali-kali, bahwa literasi tidak hanya mencakup menulis, membaca dan berhitung. Dalam era modern, penguasaan literasi juga harus dapat menganalisis data dan informasi.

Persoalan ini tidak terelakkan, karena piranti publikasi telah mengalami perubahan atau bertransformasi ke arah digital. Maka, bagi penulis, mau tidak mau harus belajar literasi digital. Lantas, kenapa seorang penulis berani bertahan dan berprofesi sebagai penulis? 

Secara umum, ada beberapa alasan kuat yang membuat seseorang bertahan menjadi penulis, meskipun jalan ini tidak selalu mudah. Berikut adalah beberapa alasan utama:

Kebutuhan ekspresi diri: menulis adalah cara untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pandangan hidup. Banyak penulis merasa lega atau “utuh” setelah menuangkan isi hati dan pikirannya ke dalam tulisan.

Kecintaan terhadap kata dan cerita (kegemaran): Penulis sejati mencintai kata-kata. Mereka menikmati proses menyusun kalimat, membangun alur cerita, atau menjelajahi makna dari satu ide. Ini bukan sekadar pekerjaan, tapi bagian dari identitas mereka.

Dorongan untuk memengaruhi atau menginspirasi: banyak penulis ingin berbagi pandangan hidup, nilai-nilai, atau pengalaman mereka agar bisa menginspirasi orang lain, menyadarkan, atau bahkan mengubah cara berpikir pembaca.

Rasa panggilan atau takdir: Sebagian orang merasa bahwa menulis adalah “panggilan hidup” mereka. Bukan sekadar pilihan karir, tapi sesuatu yang memang harus mereka lakukan.

Kepuasan dari proses kreatif: meskipun sering melelahkan, proses menulis memberikan kepuasan tersendiri ketika menemukan kalimat yang tepat, membangun dunia fiksi, atau menyelesaikan karya setelah berbulan-bulan berkutat.

Reaksi dan hubungan dengan pembaca: interaksi dengan pembaca — baik pujian, kritik, atau sekadar tahu bahwa tulisannya dibaca dan bermakna — bisa memberi semangat untuk terus menulis.

Peluang untuk bertumbuh dan belajar: menulis sering kali memaksa penulis untuk berpikir mendalam, melakukan riset, dan memperluas pemahaman mereka. Ini adalah jalan pembelajaran yang tak pernah usai.

Potensi finansial (meski bukan alasan utama): beberapa penulis memang bertahan karena bisa menghidupi diri dari tulisannya, meskipun ini sering butuh waktu dan ketekunan luar biasa.

Intinya, mereka yang bertahan biasanya bukan karena ingin cepat terkenal atau kaya, tapi karena mereka mencintai prosesnya, merasa terhubung secara emosional, dan punya sesuatu yang ingin mereka bagi dengan dunia.

Dari pengalaman pribadi sebagai penulis, hal yang paling berkesan adalah kegiatan tulis-menulis menjadi sarana untuk terus belajar, mengaktifkan daya baca sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari profesi menulis, dan dapat menjelajah lebih banyak tentang literasi.

Sebab faktanya, sebagian besar masyarakat kita masih rendah dalam memahami literasi. Dengan membiasakan diri menulis dan membaca, secara tidak langsung kita telah melakukan pendidikan secara otodidak. 

Jadi, berprofesi sebagai penulis itu adalah sebuah pilihan yang tidak hanya dilihat secara materiil saja, tapi juga sebagai bagian dari kepentingan bangsa, yakni meningkatkan kecerdasan bagi generasi muda dan penerus bangsa. Ini mengingatkan sebuah kata-kata bijak dan filosofis: “Menulis itu menjauhkan diri dari kebodohan dan sifat lupa.” 

Jika konsep Ikigai dihubungkan dengan dunia penulisan, maka ada sebuah pertanyaan yang seharusnya lebih penting untuk diejawantahkan lebih luas: “mengapa hidup layak untuk dijalani?”

Sebagai penulis, bukan tentang pencapaian yang besar, atau tujuan hidup yang agung. Sebab menulis itu bisa dimulai dengan hal-hal yang kecil, sebab itulah nilai dari kehidupan. 

Membangun ruang dan dimensi dari ide pemikiran, jika sebagai penulis menjadi sebuah pilihan, maka selalu harus dimulai dari hal-hal yang sederhana. Karena setiap pilihan, itu memiliki tingkatan yang berbeda. 

Namun sayangnya, masih banyak penulis di Indonesia yang masih terbatas dalam memahami dan menguasai kosakata bahasa.

Kita masih sering terjebak dengan konteks identifikasi sosial, sehingga terkadang menjadi stigma negatif, menulis hanya karena ingin menulis, tetapi tidak ada yang ingin disampaikan. Menulis hanya karena ingin disebut sebagai penulis atau sastrawan.  (*)

Tonton Podcast Terbaru AYO TALK:

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Vito Prasetyo
Tentang Vito Prasetyo
Malang
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 26 Jul 2025, 16:11 WIB

Budidaya Lebah Madu di Tengah Kota

Buruan Sae pernah menjadi program unggulan Pemkot Bandung. Salah satu inisiatif paling inovatif ada di Kecamatan Astanaanyar, di mana lahan terbatas tidak menjadi halangan untuk menciptakan ekosistem
Madu dari budidaya Buruan Sae di Astanaanyar (Foto: Ist)
Ayo Biz 26 Jul 2025, 15:00 WIB

Melawan Keterbatasan, Warga Soreang Sukses Bisnis Budidaya Bibit Anggur

Di tengah lahan terbatas dan tidak memiliki bekal pendidikan formal di bidang pertanian, Himawan Lestoro membuktikan bahwa ketekunan dan rasa ingin tahu bisa berbuah manis. Bahkan hasil dari kerja ker
Himawan, warga Soreang, berhasil membudidayakan anggur dan berbisnis bibit anggur. (Foto: Ist)
Ayo Biz 26 Jul 2025, 14:20 WIB

Teh dalam Botol, Warisan dalam Genggaman: Inovasi dan Semangat Ngeteh Ala Fajar Ichsanny

Fajar Ichsanny mengemas warisan leluhur dalam bentuk yang paling relevan bagi masyarakat modern lewat teh dalam botol.
Fajar Ichsanny mengemas warisan leluhur dalam bentuk yang paling relevan bagi masyarakat modern lewat teh dalam botol. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 26 Jul 2025, 13:34 WIB

Teh Naik Kelas, Mixtealogi dan Semangat Baru Budaya Ngeteh

Di tengah arus budaya urban yang dipenuhi aroma kopi dan gelombang tren minuman kekinian, teh perlahan tapi pasti mulai merebut kembali ruangnya.
Di tengah arus budaya urban yang dipenuhi aroma kopi dan gelombang tren minuman kekinian, teh perlahan tapi pasti mulai merebut kembali ruangnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 26 Jul 2025, 09:22 WIB

Miris Siswa SLBN Pajajaran, Minim Ruang Kelas hingga Terusir dari Asrama

Dua siswi itu bernama Kristina kelas 6 SDLB dan Wilda Ramdhaniawati Kelas 11 SMALB. Mengetahui sebagian barang-barang sudah dikeluarkan dari asrama, mereka menangis.
Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Padjajaran. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 18:05 WIB

Filosofi Ikigai, Tepatkah Jadi Penulis?

Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. 
Di Jepang, istilah Ikigai menjadi sebuah filosofi dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Pexels/Om Thakkar)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 17:04 WIB

Indonesia Miliki Potensi Geothermal Terbesar Dunia, Baru 12,5 Persen Dimanfaatkan

Indonesia yang berada di kawasan Pacific Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik menyimpan potensi panas bumi (geothermal) yang sangat besar.
Salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Panas di Indonesia, PLTP Kamojang. (Sumber: Dok. PLN)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 16:59 WIB

Melukis Harapan Lewat Siluet, Kisah Dendy dan Evolusi Radwah dalam Dunia Fashion Muslim

Di balik lembutnya warna-warna pastel yang menyapa mata lewat koleksi Radwah, terdapat sosok Dendy Chaniago, yang berdiri dengan idealisme dan naluri bisnis tajam.
Sejumlah koleksi dari brand lokal fashion muslim Radwah. (Sumber: Radwah)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 16:13 WIB

Deretan Kaos Polos Terbaik, Adakah Brand Lokal Indonesia?

Kaos polos selalu menjadi pilihan favorit dalam kondisi apapun. Kesederhanaannya memberikan kebebasan berekspresi. Dari dipakai harian hingga menjadi elemen utama gaya kasual, kaos polos tetap relevan
Ilustrasi Kaos Polos. (Foto: Freepik)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 15:11 WIB

Digitalisasi Pelayanan Publik: Solusi Konkret Meminimalisir Praktik KKN

Tanpa sistem digital, layanan publik sering kali tidak memiliki standar operasional yang jelas dan mudah diawasi.
Ilustrasi pelayanan publik yang sudah menggunakan sistem digital. (Sumber: kkp.go.id)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 14:29 WIB

Membangun Masa Depan Lewat Latar Foto, Kisah Ferdi dan Alasfotoprops

Bagaimana sebuah foto bisa menentukan masa depan sebuah produk? Di era serba digital dan visual seperti sekarang, pertanyaan itu bukan lagi retoris.
Alasfotoprops hadir sebagai solusi visual yang membantu pelaku UMKM tampil lebih profesional dan menjangkau pasar digital dengan percaya diri. (Sumber: Alasfotoprops)
Mayantara 25 Jul 2025, 14:03 WIB

Hijrah Pergerakan dan Gawai, Saat Dakwah Menemukan Ruang Digital

Ruang digital bukan sekadar saluran, melainkan juga altar baru tempat orang mencari makna.
Ruang digital bukan sekadar saluran, melainkan juga altar baru tempat orang mencari makna. (Sumber: Pexels/MATAQ Darul Ulum)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 12:01 WIB

Merayakan Euforia Musik Jazz di Ruang Putih Bandung

Ada satu ruang sederhana di Bandung yang menghadirkan euforia tak seragam. Keramaian ter-orkestrasi di tempat bernama Ruang Putih. 
Ruang Putih Bandung (Sumber: Document Pribadi | Foto: Yayang Nanda Budiman)
Ayo Biz 25 Jul 2025, 11:26 WIB

Bangga Pakai Topi S12, dari Bandung Moncer di Luar Negeri

Asep Andian (34), warga Desa Rahayu, Kecamatan Margaasih, berhasil menyulap usaha warisan keluarga menjadi produk yang menembus pasar global. Melalui brand esduabelas (S12), Asep menjadikan topi sebag
Topi S12 atau esduableas asal Bandung (Foto: GMAPS)
Beranda 25 Jul 2025, 11:09 WIB

Beda Haluan dengan Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi, Wali Kota Bandung Izinkan Sekolah Gelar Studi Tur

Farhan menyebut, selama pelaksanaan studi tur tidak mengganggu aspek akademik siswa, maka Pemkot Bandung tidak akan campur tangan.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Jelajah 25 Jul 2025, 10:27 WIB

Jejak Kapal Cicalengka di Front Eropa Perang Dunia II

Kapal Tjitjalengka, dari jalur dagang Asia jadi rumah sakit perang di Eropa. Jejak kapal bernama Cicalengka ini melintasi sejarah Perang Dunia II.
Kapal SS Tjitjalengka (Cicalengka) buatan perusahaan Belanda.
Ayo Biz 25 Jul 2025, 09:53 WIB

Mencicipi Rasa Otentik dari Palembang Lewat Pempek Ananda

Meski banyak penjual pempek di Bandung, tidak semua mampu menghadirkan rasa otentik khas Palembang. Hal inilah yang mendorong Herliyanti untuk menghadirkan Pempek Ananda.
Herliyanti, Owner Pempek Ananda (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 25 Jul 2025, 08:15 WIB

Pembuktian Bojan Hodak yang Sesungguhnya

Bojan Hodak adalah pelatih asing pertama yang memberikan gelar liga bagi Persib Bandung.
Bojan Hodak, Pelatih Persib. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 24 Jul 2025, 18:22 WIB

Non Kitchen & Coffee: Kisah Avriel Meracik Mimpi di Tengah Budaya Nongkrong Milenial Bandung

Nama “Non” diambil dari panggilan kecil Avriel dalam keluarganya, sebuah sentuhan personal yang menjelma menjadi identitas bisnis.
Non Kitchen & Coffee tampil beda lewat desain interior klasik-modern dan fasilitas karaoke yang terbuka untuk pengunjung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 24 Jul 2025, 16:51 WIB

Nggak Kalah dari Produk Luar, 3 Brand Hodie Asal Bandung Ini Tawarkan Kualitas Bahan Terbaik

Hodie bisa menjadi item fashion yang sangat penting dan lekat dengan identitas seseorang. Apalagi anak muda saat ini kerap mengenakan hodie untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
Contoh Hodie (Foto: Freepik)