The mathematician entirely has freedom, within the limits of their imagination, to construct what worlds they please. (Sullivan, J. W. N. 1886-1937; Mathematics as an Art (1925). Paraphrased)
Dua kata yang tidak memiliki hubungan yang tampak adalah Matematika dan menulis. Apa yang dipikirkan oleh para pembaca tentang Matematika, menulis, serta hubungan Matematika dan menulis?
Logika memiliki hubungan yang sangat erat dengan matematika. Sama halnya dengan kreatifitas dan menulis, seorang penulis memerlukan jam terbang untuk mengembangkan sebuah tulisan.
Lantas, bagaimana hubungan antara kedua hal tersebut meski memiliki sifat yang berkebalikan?
Mengenal untuk Mengerti
Untuk mengerti apa yang akan dibahas, mari kita cek definisi masing-masing kata. Kata “Matematika”, berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu μάθημα (máthēma) yang memiliki arti: “yang dipelajari”, “ apa yang seseorang ingin ketahui”, dan dapat disimpulkan sebagai “pengkajian” dan “ilmu pengetahuan” (Cresswell, J. 2021.) Dalam bentuk definisi, sebenarnya matematika tidak memiliki hal tersebut secara pasti dan dapat diinterpretasikan sesuai pribadi masing-masing. Albert Einstein menuliskan, “Matematika murni adalah suatu puisi dari ide logika,” sedangkan Galileo Galilei berkata, “Matematika adalah alfabet yang telah dibuat oleh Sang Pencipta bersamaan dengan alam semesta.” Jadi, terdapat banyak sekali pengertian matematika dari berbagai pandangan.
Sedangkan tulis, atau menulis menyimpan sejarah yang cukup panjang. Awalnya, tulisan tidak berupa aksara ataupun huruf-huruf seperti alfabet di zaman sekarang, melainkan berupa gambar atau simbol yang melambangkan sesuatu. Tulisan berupa coretan baru mulai muncul ke permukaan pada era 3400 SM. Saat ini, tulisan telah menjadi sesuatu yang sederhana berupa huruf-huruf atau aksara yang digunakan sebagai “alat” komunikasi atau “alat media” informasi. (The Evolution of Writing, 2014).
Dalam bentuk definisi, tulisan adalah sebuah kemampuan yang dimiliki sebagian besar manusia. Kemampuan tersebut berupa coretan di atas permukaan seperti kertas, papan kayu, dan lainnya dengan tinta atau goresan. Coretan-coretan tersebut akan menghasilkan sebuah arti berupa huruf yang akan menjadi sebuah kata. Kalimat yang berisikan kata-kata tersebut menjelaskan apa yang ada dipikiran sang penulis akan sesuatu berupa karya ilmiah maupun sastra. Tulisan yang telah dibuat akan dipublikasikan sebagai sarana informasi, hiburan, dan sebagainya.
Sesuai namanya, penulisan kreatif adalah karya sastra yang memanfaatkan menulis. Penulisan kreatif dapat dituliskan oleh siapa saja, tidak terikat oleh faktor umur. Karya sastra yang paling diminati oleh kalangan anak muda usia 13 hingga 25 adalah Novel Fiksi. Cerita yang disukai oleh anak muda adalah cerita yang memiliki happy ending, konflik ringan, dan straightforward.
Stereotip Seorang Matematikawan
Seringkali masyarakat berpikir seperti ini: seseorang yang telah belajar atau memiliki bidang pekerjaan yang berbau matematika akan kesusahan saat menulis sesuatu yang berbau sastra. Berdasarkan pengalaman dari para guru yang mengajar di sastra, mereka setuju akan stereotype tersebut. Hanya saja, apa yang dipikirkan oleh mayoritas tidak dapat dikatakan benar meskipun terdapat mayoritas kaum yang setuju. Sekali lagi, tidak ada bukti konkret yang mengatakan bahwa seorang matematikawan tidak dapat membuat karya kreatif, terkhususnya penulisan kreatif.
Pada kenyataannya, terdapat matematikawan yang juga merupakan penulis. Contohnya adalah Lewis Carroll, seorang penulis dari Alice’s Adventures in Wonderland (1865). Selain Lewis Carroll, ada pula Rudy Rucker yang merupakan penulis dari The Ware Tetralogy (1982-2000). Dengan informasi ini, tak menutup kemungkinan bahwa seorang matematikawan dapat menulis kreatif yang fiksi maupun nonfiksi. Namun, ada saja orang-orang yang berkecimpung di permasalahan logika biasanya akan kesusahan untuk menulis dan takut untuk memulai, terlebih lagi bagi anak muda yang sedang mengampu di perkuliahan Matematika.
Menurut Caroline Yoon (2017), seorang pengajar Matematika di Universitas Auckland yang juga pernah mengambil English Literature, menuliskan di dalam esainya yang berjudulkan “The Writing Mathematician”, bahwa murid-muridnya yang ada di Program Studi Matematika merasakan tekanan saat diberikan tugas menulis sastra. Sebelum menulis apapun, mereka menyerah lebih dahulu dan menganggap diri mereka tak mampu menulis kreatif karena mereka adalah mahasiswa Program Studi Matematika. Menulis menggunakan imajinasi dalam pembuatannya, sedangkan Matematika memerlukan logika untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Kedua pernyataan tersebut adalah pemikiran yang tertanam di dalam diri mahasiswa Program Studi Matematika dan menjadi hambatan untuk mereka.
Dari pandangan pribadi sebagai seorang mahasiswa yang mengambil Program Studi Matematika, justru Matematika memerlukan kekreatifitasan dalam penyelesaian masalah-masalah yang ada. Beberapa dosen Program Studi Matematika mengatakan bahwa Matematika adalah alat untuk menyelesaikan masalah, alam semesta yang diciptakan oleh Pencipta untuk manusia, menantang imajinasi, hal kreatif, dan sebagainya. Ada juga yang mengatakan, “matematika adalah matematika”, ucap salah satu dosen Program Studi Matematika. Dengan demikian, matematika dapat menjadi alat untuk meningkatkan kekreatifitasan dalam mencari solusi.
Kenyataan yang jarang diketahui oleh masyarakat adalah perkuliahan di Program Studi Matematika tidak hanya berbaur dengan angka-angka, tetapi juga mengakrabkan diri dengan menulis. Bagaimana cara seorang matematikawan menjelaskan solusi yang didapatkannya? Caranya adalah menuliskannya terstruktur, singkat namun jelas, dan dapat dipahami oleh orang awam. Lalu, cara penulisan tersebut diajarkan secara langsung dan tak langsung di Matematika.
Ternyata Bisa!
Seperti yang tertuliskan sebelumnya, Matematika membutuhkan penulisan. Mahasiswa Program Studi Matematika dituntut untuk menulis solusi yang dapat dimengerti oleh seluruh kalangan. Terkadang dosen mengatakan untuk memerhatikan cara menjawabnya dan membuat style sendiri dalam menuliskannya. Oleh karena itu, terdapat mahasiswa Matematika memiliki cara menjawab yang berbeda dari yang lain dengan ciri khas masing-masing.
Mata kuliah Program Studi Matematika pilihan yang wajib dan memiliki hubungan yang erat dengan menulis adalah Penulisan dan Penalaran Matematis dan Matematika Diskrit. Di kedua mata kuliah tersebut, penulisan untuk menjawab suatu pertanyaan sangat diperhatikan dan tidak boleh keluar jalur, serta penjelasan jawaban pun haruslah jelas. Di Universitas Katolik Parahyangan, kedua mata kuliah tersebut diajarkan di semester pertama Program Studi Matematika.
Dalam menulis, logika juga diperlukan, sebab jika suatu informasi yang ditulis tidak berkesinambungan, maka pembaca juga akan merasa kebingungan dan tidak tertarik lagi. Cara menjawab di Matematika dapat digunakan dalam segala jenis penulisan, terlebih lagi dalam karya ilmiah seperti skripsi. Hal-hal yang dapat diterapkan pada penulisan kreatif dengan apa yang dipelajari di Program Studi Matematika ada banyak!
Dengan kebiasaan menulis dalam menjawab di Matematika yang telah tertanam pada saat memberikan solusi jawaban formal, penjelasan cerita lebih terstruktur sama seperti salmon yang tahu tujuan arah sungai. Terkadang penulis dapat “loncat-loncat” saat menuliskan cerita yang diinginkan. Oleh karena itu, kebiasaan ini di Matematika dapat digunakan. Misalnya, penulis sedang membuat cerita latar belakang, tapi satu waktu kemudian, konflik utama lah yang dikerjakan, tetapi dengan kebiasaan di Matematika, penulis dapat lebih luwes dalam menulis.
Baca Juga: Tekanan Biological Clock dan Ancaman Sosial bagi Generasi Mendatang
Penulis memiliki kebiasaan untuk menunda atau melakukan procrastination sehingga cerita-cerita yang telah terpikirkan menjadi “sampah” draft. Hal yang paling susah dilakukan oleh penulis adalah kedisiplinan dalam membuat cerita. Ada tugas atau keinginan untuk menulis, tapi tertunda beberapa hari, dikerjakan tapi mengerjakan hal yang lain, dan lain-lainnya. Kebiasaan mengerjakan tugas-tugas matematika dapat membantu meningkatkan kedisiplinan karena ada deadline yang mengejar.
Berfokus pada satu cerita yang dibahas dan tidak berulang-ulang juga menjadi tantangan tersendiri bagi seorang penulis. Terkadang ada cerita yang berasa mengulang dapat membuat pembaca bingung dan merasa bosan karena perulangan cerita tersebut. Fokus pada satu titik adalah tujuan seorang matematikawan saat memberikan solusi yang didapatkan. Kebiasaan untuk fokus dalam satu masalah dapat membantu penulis untuk menuliskan cerita yang tidak berulang.
Kosakata yang susah dapat menghilangkan minat baca. Simpel dan keefektifan lah yang dicari oleh matematikawan agar pembaca dapat mengerti apa yang sedang dibahas. Seringkali penggunaan kata-kata yang susah menyebabkan pembaca merasa kehilangan arah dan tidak paham dengan apa yang dimaksudkan oleh penulis. Kebiasaan keempat adalah pemahaman yang menjadi kunci utama agar pembaca dapat mengerti ceritanya.
Jadi, belajar Matematika itu tidak akan menghambat seseorang untuk menjadi seorang penulis, melainkan membantu dalam kebiasaan menulis. Ketakutan untuk memulai menulis tidak akan membuatmu maju. Lebih baik mencoba untuk menulis daripada tidak sama sekali karena menulis dengan kebiasaan seorang matematikawan itu seru. Cobalah dari membuat jurnal singkat mengenai keseharian dan jangan lupa untuk menggunakan kebiasaannya. (*)
