DAMRI Bukan Bus Sultan, tapi Padat Merayap seperti Cintaku Padamu

Sukron Abdilah
Ditulis oleh Sukron Abdilah diterbitkan Rabu 03 Des 2025, 13:35 WIB
DAMRI Bukan Bus Sultan, Tapi Padat Merayap Seperti Cintaku Padamu (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)

DAMRI Bukan Bus Sultan, Tapi Padat Merayap Seperti Cintaku Padamu (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)

Kalau kamu pernah kuliah di UIN Bandung sekitar tahun 2006, pasti nama DAMRI bukan sekadar armada transportasi, tapi bagian dari perjalanan hidup—kadang juga perjalanan batin dan pengalaman. Bayangkan pagi-pagi buta, pukul 06.30, dengan tas punggung berisi diktat fotokopian dan harapan setipis dompet anak kos, kita berdiri di pinggir jalan menunggu bus biru legendaris itu lewat.

DAMRI, dengan tulisan gagahnya Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia, bukan kendaraan sultan. Tapi bagi mahasiswa UIN Bandung zaman itu, DAMRI adalah kendaraan penyambung cita-cita—dan kadang juga penguji kesabaran iman.

Dulu, naik DAMRI itu seperti ikut ujian tanpa kisi-kisi. Tak ada kepastian kapan datang, apakah dapat duduk, atau bahkan apakah kamu bisa masuk ke dalam. Begitu DAMRI muncul dari kejauhan, semua orang otomatis berubah jadi sprinter. Mahasiswa berjilbab, bapak-bapak kantoran, ibu-ibu pasar, semua berlomba menuju pintu bus seperti lomba azan Maghrib saat Ramadan.

“Mang, Bandung Terminal ya!” teriak seorang penumpang yang ngoprot kesang, karena habis berlari kejar kejaran dengan pintu DAMRI sambil menggenggam uang Rp1.500 lusuh. Sopirnya hanya angguk tanpa ekspresi, mungkin karena sudah hafal bahwa penumpangnya akan naik juga meski ia tak menjawab.

Bagi mahasiswa UIN 2006, DAMRI adalah kelas sosial yang merata. Di dalam bus itu, tak ada strata ekonomi, yang ada hanya strata aroma—dan sayangnya, level tertinggi biasanya berasal dari mahasiswa yang baru lari-lari dari kos dan belum sempat pakai deodorant.

Tapi begitulah keindahannya: kita berdempetan, berdiri dengan posisi miring 45 derajat, tapi tetap saling menahan agar yang lain tak jatuh ketika sopir tiba-tiba ngerem mendadak. Persaudaraan dalam sempitnya ruang dan keringat. Berimpitan hingga bikin bus DAMRI yang udah koropok itu miring ke kiri, lho.

Padat Merayap seperti Cintaku Padamu

Damri di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Damri di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

DAMRI 2006 itu ibarat hubungan cinta masa kuliah: penuh harapan tapi juga penuh cobaan. Kadang bus berhenti terlalu lama, kadang terlalu cepat, kadang juga mogok di tengah jalan. Namun, seberapa menyebalkan pun, tetap saja kita setia menunggu. Karena apa? Karena kita tahu, walau padat merayap, dia akan datang juga.

Seperti cinta yang sabar menunggu balasan pesan dari si dia yang “masih fokus nyusun skripsi”. Padat, tapi tetap bergerak. Lambat, tapi menuju tujuan yang sama. Pokoknya seperti cintaku padamu, semuanya serba telat: eh kena salip orang lain.

Bahkan ada momen romantis terselubung di DAMRI. Di tengah desakan penumpang, tanganmu tak sengaja menyentuh jemari seseorang. Mata saling bertemu, lalu salah satu tersenyum gugup. Tidak ada yang tahu namanya, tapi selama perjalanan, kau pura-pura tak melihat ke arah lain. Begitu turun di halte, kalian berpisah tanpa kata. Cinta sesingkat durasi DAMRI berhenti di lampu merah.

Fast forward ke tahun 2025. DAMRI sudah berubah total. Tak ada lagi drama bus keropok. Bus-nya baru, bersih, ber-AC, dan bahkan punya sistem e-ticketing. Kalau dulu harus berjuang rebutan kursi, sekarang kamu bisa duduk santai, colok charger HP, sambil update story: “Naik DAMRI, vibes-nya healing banget.”

Harga tiket pun tetap terjangkau, tapi fasilitasnya naik kelas. DAMRI kini bukan hanya sarana transportasi, tapi simbol kemajuan layanan publik. Ada Wi-Fi gratis (kadang cuma kuat buat buka Google, tapi tetap lumayan), kursi empuk, dan sopir yang berkemeja rapi, bukan lagi dengan kaus oblong bertuliskan “Metallica” yang sudah pudar.

Namun, di balik kenyamanan itu, ada rasa rindu yang sulit dijelaskan. Rindu pada masa ketika naik DAMRI adalah petualangan, bukan sekadar perjalanan. Ketika setiap desakan menjadi cerita, setiap rem mendadak jadi kenangan.

Dari DAMRI ke Diri Sendiri

Bus DAMRI tahun 1960-an. (Sumber: damri.co.id)
Bus DAMRI tahun 1960-an. (Sumber: damri.co.id)

Kadang, saya berpikir: mungkin hidup ini seperti DAMRI. Ada masa-masa sesak, di mana kita nyaris tak bisa bernapas. Ada pula masa lega, ketika kita bisa duduk dan menikmati pemandangan. Tapi mau sempit atau lapang, yang penting kita tetap bergerak ke arah tujuan.

Mahasiswa 2006 yang dulu berdiri berdesakan di DAMRI kini mungkin sudah jadi dosen, ASN, pebisnis, atau orang tua yang antar anaknya ke sekolah pakai mobil pribadi. Tapi setiap kali melihat DAMRI melintas, ada sensasi hangat di dada—sebuah nostalgia tentang masa ketika hidup sederhana tapi penuh makna. Tak terasa air mata bercucuran karena kenangan si dia yang menggenang.

Mungkin dulu kita tidak sadar, bahwa di dalam bus penuh sesak itu, kita sedang belajar hal-hal penting: kesabaran, empati, dan kemampuan untuk tetap tertawa di tengah tekanan. Hal-hal yang tidak diajarkan di ruang kuliah, tapi justru diajarkan oleh ruang sempit DAMRI.

Kini Bandung sudah berubah. Terminal Cicaheum yang dulu ramai kini lebih tertata. Jalur UIN—Cibiru tak lagi dipenuhi debu dan klakson tiada henti. Semua berubah, hanya satu yang tak berubah: kemacetan.

Tapi DAMRI tetap setia menjadi saksi perubahan zaman. Kalau dulu bus ini identik dengan suara mesin berat dan jendela yang tak bisa ditutup rapat, kini ia meluncur tenang dengan body aerodinamis. Tapi tak peduli se-modern apa pun, DAMRI tetap menyimpan aroma nostalgia yang tak tergantikan.

Sebuah lagu nostalgia mungkin tepat menggambarkannya: “Yang dulu pernah ada, takkan terganti walau berbeda rupa.”

Jadi, jika ada yang bertanya, apakah DAMRI itu kendaraan sultan? Tentu tidak. Tapi bagi kami, anak-anak UIN Bandung 2006, DAMRI adalah kendaraan kenangan. Ia mengajarkan bahwa perjalanan paling bermakna bukan yang paling nyaman, tapi yang paling kita ingat.

Tetiba saja terbayang, kalau hari ini saya naik DAMRI modern dengan AC dingin dan kursi empuk, tetap saja di hati saya terngiang suara kernet zaman dulu: “Ayo cepet naik, belakang masih kosong!” Sebuah kalimat sederhana yang entah kenapa terasa lebih hangat daripada notifikasi saldo e-wallet. Karena, bagi saya DAMRI bukan sekadar bus. Ia adalah pengingat bahwa meski padat merayap, hidup—seperti cintaku padamu—tetap bergerak maju. Semangat kakak. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Sukron Abdilah
Peneliti Pusat Studi Media Digital dan Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Bandung
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:02 WIB

Bandung untuk Mobil Pribadi atau Bandung untuk Warga?

Kota yang terlalu banyak bergantung pada kendaraan adalah kota yang rentan.
Warga bersepeda di kawasan Alun-alun Bandung. (Sumber: Arsip pribadi | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 10 Des 2025, 20:02 WIB

Ketika Pekerja Kehilangan Rasa Aman: PHK Menguak Luka Sosial yang Jarang Terlihat

Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial.
Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 19:51 WIB

Karya Anak Muda Bandung yang Hadirkan Identitas dalam Brand Fashion Berjiwa Bebas

Brand lokal ini membawa semangat bebas dan berani, mewakili suara anak muda Bandung lewat desain streetwear yang penuh karakter.
Tim urbodycount menata koleksi kaos edisi terbaru di atas mobil sebagai bagian dari proses pemotretan produk di Buahbatu Square Jl.Apel 1 NO.18, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) (Sumber: Rahma Dewi | Foto: Rahma Dewi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 18:19 WIB

Soerat Imadjiner oentoek Maurenbrecher

Sebuah inspirasi unutk Wali Kota Bandung dan wakilnya, demi kemajuan Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika (Groote Postweg) Kota Bandung zaman kolonial Belanda. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 17:34 WIB

Sibuk Romantisasi Tak Kunjung Revitalisasi, Angkot Kota Bandung 'Setengah Buntung'

Kritik dan Saran terhadap Wali Kota Bandung terkait revitalisasi angkot Bandung.
Angkot Kota Bandung yang mulai sepi peminat di Dipatiukur, (7/12/2025). (Foto: Andrea Keira)
Ayo Jelajah 10 Des 2025, 17:03 WIB

Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Sejarah Terminal Cicaheum sebagai pintu perantau Bandung. Terminal ini hidup abadi lewat budaya populer Preman Pensiun saat fungsi aslinya perlahan menyusut.
Suasana Terminal Cicaheum, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 16:26 WIB

Untuk Siapa Sebenarnya Sidewalk Diperuntukkan?

Keberadaan trotoar yang layak dan aman dapat mendorong masyarakat untuk lebih banyak berjalan kaki serta mengurangi kemacetan dan polusi.
Trotoar di Jalan Braga yang dipenuhi PKL. (Foto: Author)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:30 WIB

Sarana Bus Trans Metro Jabar Terus Meningkat, Halte Terbengkalai Tak Diperhatikan Wali Kota Bandung?

Di balik itu Metro Jabar Trans banyak disukai warga, beberapa halte malah dibiarkan terbengkalai.
Prasarana halte di daerah Mohamad Toha yang terlihat banyak coretan dan kerusakan tak terurus menyebabkan ketidaknyamanan bagi penumpang, pada 30 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nufairi Shabrina)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:13 WIB

Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan

Artikel ini membahas tentang kondisi kebersihan yang ada di Kota Bandung terutama di Ujung Berung.
Penumpukan sampah terlihat berserakan di di Jalan Cilengkrang, Kawasan Ujung Berung, pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 07.30 WIB. (Foto: Sumber Muhamad Paisal). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhamad Paisal)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:37 WIB

Masa Depan Bandung Antara Julukan Kota Kreatif dan Problematika Urban

Kota Bandung telah lama dikenal sebagai kota kreatif atau dengan julukan Prestisius (Unesco City of Design).
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk tapi juga ruang hidup yang terus berdenyut dengan  semangat pluralisme dan kreativitas. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Titania Zalsyabila Hidayatullah)
Beranda 10 Des 2025, 12:37 WIB

Belasan Jurnalis Dalami Fungsi AI untuk Mendukung Kerja Redaksi

Inisiatif ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan jurnalis Indonesia, khususnya dalam verifikasi digital lanjutan, investigasi, serta pemanfaatan berbagai teknologi AI generatif.
Training of Trainers (ToT) "AI for Journalists".
di Hotel Mercure Cikini, Jakarta.
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:22 WIB

Cager, Bager, Bener: Filosofi Sopir Online Bandung di Jalanan Kota

Mengutamakan profesionalisme serta nilai-nilai saling menghormati agar perjalanan tetap nyaman dan aman setiap hari.
Seorang driver online tengah tersenyum ramah menunggu penumpangnya di tengah keramaian jalanan, menerapkan nilai cageur, bager, bener dalam layanan transportasi – Bandung, Sabtu (01/11/2025) (Foto: Bunga Kemuning A.D)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 10:29 WIB

Batagor dan Baso Cuankie Serayu, Kuliner Sederhana yang Selalu Ramai di Cihapit

Batagor dan Cuankie Serayu masih mempertahankan daya tariknya hingga kini.
Suasana Antre Batagor dan Baso Cuankie Serayu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Miya Siti Nurimah)
Beranda 10 Des 2025, 09:42 WIB

Jomlo Menggugat: Saat Urusan Personal Berubah Jadi Persoalan Sosial

Di berbagai fase hidupnya, perempuan tetap saja berhadapan dengan ekspektasi sosial yang meminta mereka mengikuti nilai-nilai yang sudah lama tertanam.
Ilustrasi (Sumber: Pixabay | Foto: congerdesign)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 08:44 WIB

Akhir Pekan di Bandung Bukan Wisata, tetapi Ujian Kesabaran di Tengah Arus Padat

Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan
Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan. (Dok. Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 07:41 WIB

Knalpot Bising: Dari Keluhan Masyarakat hingga Harapan Kota Tenang

Knalpot bising masih mengganggu warga Bandung. Razia yang tidak konsisten membuat pelanggar mudah lolos.
Suara bising nan kencang memantul di jalanan hingga membuat kita tak terasa tenang. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 20:00 WIB

Beban Hidup Mencekik dan Tingginya Pengangguran Bukti Kegagalan Wali Kota Bandung?

Kenaikan biaya hidup dan syarat kerja tidak masuk akal memperparah 100 ribu pengangguran di Bandung.
Tingginya angka pengangguran memaksa warga Bandung beralih menjadi pekerja serabutan. (Sabtu, 06 Desember 2025). (Sumber: Penulis | Foto: Vishia Afiath)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 19:53 WIB

Tanggapan Wisatawan tentang Kualitas Fasilitas Bandros di Bandung

Kritik serta saran mengenai fasilitas bandros yang ada di Kota Bandung.
Bandros di Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)