Hikayat Java Preanger, Warisan Kopi Harum dari Lereng Priangan

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 24 Jul 2025, 15:12 WIB
Ilustrasi proses pengolaha kopi Jawa Barat. (Sumber: Ayobandung)

Ilustrasi proses pengolaha kopi Jawa Barat. (Sumber: Ayobandung)

AYOBANDUNG.ID - Di sebuah pagi yang dingin di Pangalengan, asap tipis membumbung dari tungku dapur. Di dalam rumah kayu itu, seorang ibu sedang merebus air, menggiling biji kopi, lalu menyeduhnya perlahan dalam teko logam. Harumnya menyeruak ke seluruh penjuru. Tajam, hangat, dengan aroma buah dan sedikit bunga. Kopi itu bukan sembarang kopi. Ia adalah Java Preanger, kopi tua dari tanah muda. Nama yang baru kembali ramai disebut, tapi jejaknya sudah ada sejak zaman orang-orang bermata biru berkuasa atas tanah-tanah di Priangan.

Java Preanger bukan sekadar nama cantik untuk kopi Arabika dari Jawa Barat. Ia adalah cermin sejarah. Sejak abad ke-18, kopi dari tanah ini sudah bikin lidah Eropa menari. VOC, kongsi dagang Belanda, menjualnya ke Amsterdam, Hamburg, dan London. Dalam catatan pelayaran, peti-peti kayu berisi biji kopi dikapalkan dari Batavia. Labelnya ringkas: Java Coffee. Tak ada “Preanger”. Tak ada klasifikasi berdasarkan dataran tinggi, varietas, atau metode pascapanen. Yang penting: kopi itu dari Jawa. Itu saja sudah cukup membuatnya laku.

Di mata dagang kolonial, Java adalah segalanya. “Java coffee” bahkan jadi istilah generik. Saking terkenalnya, muncul istilah “a cup of Java” di Amerika Serikat. Slang itu hidup sampai sekarang, meski kopi di cangkir-cangkir Starbucks di New York atau Seattle tak lagi datang dari tanah Priangan.

Tapi sejarah tak mati. Ia hanya menunggu waktu untuk dihidupkan kembali.

Dari Java ke Preanger

Di awalnya, semua kopi di Jawa datang dari biji Arabika yang dibawa Belanda dari Yaman lewat India pada awal 1700-an. Kopi ditanam di banyak tempat. Tapi tak semua tempat cocok. Priangan yang kini mencakup Bandung, Garut, Sumedang, punya sesuatu yang istimewa. Ketinggian, hawa dingin, tanah vulkanik. Pohon kopi tumbuh sehat, perlahan, dan menghasilkan buah yang padat rasa.

Tapi kehancuran datang pada akhir abad ke-19. Tepatnya tahun 1878, penyakit karat daun menyapu kebun-kebun kopi Arabika di Jawa. Banyak lahan rusak. Tak bisa dipanen lagi. Pemerintah kolonial mengganti tanaman kopi dengan teh, yang lebih tahan dan lebih mudah ditanam. Priangan berganti wajah. Kopi Arabika pun tinggal kenangan.

Baru setelah Indonesia merdeka, kopi Arabika mulai dilirik kembali. Tapi butuh waktu lama hingga namanya terangkat. Nama “Java Preanger” sendiri diperkirakan baru ramai dibincangkan setelah kopi adal Gunung Puntang pernah menjadi juara dalam ajang Specialty Coffee Association of America (SCAA) Expo di Atlanta, Amerika Serikat pada 2016 lalu.

Baca Juga: Dari Bandung Kopi Purnama, Ke Hindia Ku Berkelana

Dari Kebun ke Panggung Dunia

Sebelum itu, ada proses panjang. Setelah era Orde Baru yang nyaris melupakan kopi, para petani di Pangalengan dan Gunung Tilu mulai berinisiatif. Sekitar awal 2000-an, muncul kesepakatan dengan Perhutani. Lahan-lahan di kawasan hutan produksi yang sebelumnya ditanami sayuran diganti dengan tanaman keras: kopi, cengkeh, bahkan nangka. Tujuannya bukan cuma ekonomi, tapi juga menjaga kelestarian hutan.

Langkah itu disambut pemerintah. Tahun 2011, Dinas Perkebunan (Disbun) Jawa Barat membentuk Unit Pengolahan Hasil (UPH) di empat kabupaten: Bandung, Bandung Barat, Garut, dan Ciamis. Fokusnya: menaikkan mutu kopi dan memperbaiki rantai pasok. Tak cukup di situ. Mereka juga mendorong sertifikasi Indikasi Geografis (IG) agar kopi ini diakui secara hukum dan dagang.

Tahun 2013, setelah melewati proses verifikasi yang panjang dan teknis, sertifikat IG untuk Java Preanger resmi diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Sejak itu, kopi Java Preanger diikat oleh seperangkat standar ketat: harus ditanam di atas ketinggian 1.000 mdpl, berasal dari varietas Arabika unggulan (Typica, S-Line, atau Kartika), dan diproses dengan metode tertentu, baik Olah Basah Giling Kering (OBGK) maupun Giling Basah (OBGB).

Salah satu wilayah yang menonjol adalah Gunung Tilu. Kawasan ini membentang dari Pasirjambu, Ciwidey, hingga Pangalengan. Di sanalah Pak Aleh dan Kelompok Tani Margamulya menggarap 247 hektar lahan kopi sejak 2001, menurut catatan Disbun. Ia tak bekerja sendiri. Bersama petani lain, ia membentuk koperasi. Perlahan-lahan mereka belajar soal pascapanen, fermentasi, pemetikan selektif. Mereka bukan cuma menanam, tapi juga mencicipi, menilai, dan menstandarkan rasa.

Sala satu produk kopi Java Preanger dari Gunung Tilu. (Sumber: Ayobandung)
Sala satu produk kopi Java Preanger dari Gunung Tilu. (Sumber: Ayobandung)

Produksi mereka stabil, sekitar 70 ton green bean per musim. Karakter rasanya khas: fruity, floral, spicy, dengan tingkat kemanisan alami yang lembut. Semua itu tak lepas dari faktor ketinggian dan lambatnya proses pematangan buah. Semakin lambat buah matang, semakin kompleks rasa yang dikandung.

Kopi dari Gunung Tilu bukan hanya bicara mutu. Ia juga sudah menorehkan prestasi. Pernah menyabet juara dalam lomba pengolahan kopi se-Jawa Barat. Pembelinya tak cuma dari Bandung atau Jakarta. Tapi juga menembus ekspor ke luar negeri lewat eksportir pihak ketiga.

Dan puncaknya, kopi Java Preanger tampil di panggung dunia di Atlanta. Enam kopi Java Preanger jadi perwakilan Indonesia. Deskripsi cupping-nya sungguh menggiurkan: blueberry, jasmine, vanilla, roasted peanut, hingga dark chocolate.

“Java Preanger” jadi cara baru untuk mengangkat kopi Arabika dari dataran tinggi Jawa Barat. Ia adalah kebalikan dari “Java” sebagai istilah generik. Justru semakin spesifik, semakin baik. Istilah ini menyimpan asal-usul geografis, jenis tanaman, dan metode pengolahan. Tak bisa sembarang kopi mengklaim nama itu. Kemunculan brand "Java Preanger" beriringan dengan gelombang kopi spesialti yang menuntut kejelasan asal, rasa, dan identitas. Dalam tren baru ini, petani tak lagi hanya menjual kopi sebagai komoditas gelondongan. Mereka menjual rasa. Menjual cerita.

Baca Juga: Cerita Perjalanan Kopi Palintang, Penakluk Dunia dari Lereng Bandung Timur

Tak semua kopi bisa disebut Java Preanger. Itu nama yang berat. Ada sejarah panjang di belakangnya, ada gunung-gunung yang menjadi rahim bagi biji-biji merah itu tumbuh. Gunung Cikuray, Papandayan, Malabar, Caringin, Tilu, Patuha, Halu, Beser, Burangrang, Tangkubanparahu, sampai Manglayang. Sebelas nama gunung, sebelas sumber rasa.

Penanda Rasa dan Identitas

Java Preanger hari ini bukan sekadar merek. Ia adalah identitas kolektif. Sebuah janji bahwa di balik cangkir yang harum itu, ada proses panjang, ada kerja keras petani, ada tanah yang dijaga, dan ada sejarah yang tak disangkal. Nama ini tidak bisa sembarangan dipakai. Harus murni 100 persen Arabika dari wilayah IG yang telah ditetapkan. Tak boleh ada campuran. Tak bisa sembarangan olah. Harus dipetik satu-satu, hanya buah merah matang di atas 95 persen. Semuanya dicatat, diberi kode lot, ditelusuri hingga ke lahan dan waktu panen.

Java Preanger adalah bukti bahwa kopi bisa jadi lebih dari sekadar minuman. Ia bisa jadi alat diplomasi, instrumen budaya, bahkan perlawanan halus atas narasi kolonial. Nama yang dulu dipakai Belanda untuk mengeruk untung, kini dimiliki kembali oleh petani-petani kecil di lereng gunung. Mereka tak menjual sejarah, tapi meneruskannya dengan cara baru.

Di tengah banjir tren kopi kekinian, dari kopi susu gula aren sampai cold brew botolan, Java Preanger tetap tenang. Ia tak perlu ikut-ikutan. Ia sudah punya tempat. Bagi yang ingin menyeruput rasa sekaligus sejarah dalam satu tegukan, kopi ini adalah jawabannya.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:55 WIB

Mencicipi Cita Rasa Bakmi Ayam Madu di Sudut Kota Bandung

Bakmi OBC toping ayam madu dan panggang, Jln. Rancabentang I No. 12 Ciumbuleuit, Bandung, Jumat (28/11/2025).
Bakmi OBC toping ayam madu dan panggang, Jl. Rancabentang I No. 12 Ciumbuleuit, Bandung, Jumat (28/11/2025). (Sumber: Dok. pribadi | Foto: Arini Nabila)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:30 WIB

Jejak Rempah di Sepiring Ayam Geprek Favorit Anak Kos

Ayam geprek rempah dengan bumbu yang meresap hingga ke dalam daging, disajikan dengan kailan krispi dan sambal pedas yang nagih.
Ayam Geprek Rempah dilengkapi dengan kailan crispy dan sambal pedas yang nagih. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Firqotu Naajiyah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:07 WIB

Wali Kota Farhan, Mengapa Respons Call Center Aduan Warga Bandung Lambat Sekali?

Warga Bandung mengeluh, Call Center Pemkot lambat merespons.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:46 WIB

Nasib Naas Warga Sekitar Podomoro Park, Banjir Kiriman Jadi Rutinitas Musim Hujan

Pembangunan Podomoro Park yang selalu memberikan dampak negatif dan tidak memprihatinkan kenyamanan lingkungan penduduk sekitar.
Genangan air, imbas dari tidak adanya irigasi yang lancar (14/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Shafwan Harits A.)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:30 WIB

Seharusnya Ada Peran Wali Kota Bandung: Warga Harus Nyaman, Konvoi Bobotoh Tetap Berjalan

Kemenangan persib bandung selalu memicu euforia besar di kalamgan masyarakat Jawa Barat terjadi setiap persib meraih juara.
Ribuan bobotoh memenuhi ruas jalan Bandung saat merayakan kemenangan Persib Bandung pada Minggu sore, 25 Mei 2025. (foto: Della Titya)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:32 WIB

Pungutan Liar Menjadi Cerminan Buruknya Tata Kelola Ruang Publik Bandung

Pungutan liar yang masih terjadi di berbagai ruang publik Bandung tidak hanya menimbulkan keresahan.
Parkir liar yang tidak dibatasi menimbulkan kemacetan di Jln. Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Minggu (5/12/2025) (Foto: Zivaluna Wicaksono)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:12 WIB

Nasi Kulit di Cibiru, Harga dan Rasa yang bikin Semringah

Kuliner baru di daerah Cipadung yang cocok untuk mahasiswa, menyajikan makan berat yang enak namun dengan harga yang murah dan ramah di dompet
foto nasi kulit Jatinangor (Sumber: Camera HP | Foto: Alfi Syah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 15:44 WIB

Sensasi Makan Lesehan di Al Jazeerah Signature Bandung

Al Jazeerah Signature Bandung menawarkan sensasi makan lesehan dengan sajian Kabsah Lamb khas Timur Tengah.
Dua porsi Kabsah Lamb di Al Jazeerah Signature Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Beranda 16 Des 2025, 15:18 WIB

Antara Urusan Rumah dan Lapak, Beban Ganda Perempuan di Pasar Kosambi

Beban ganda justru menuntut perempuan untuk terus bekerja di luar rumah, sekaligus memikul hampir seluruh pekerjaan domestik.
Punya beban ganda, perempuan pekerja menjadi pahlawan ekonomi sekaligus pengelola rumah tangga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:11 WIB

Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Riwayat Panjang di Balik Ramainya Cibiru

UIN Sunan Gunung Djati Bandung lahir dari keterbatasan lalu berkembang menjadi kampus Islam negeri terbesar di Jawa Barat.
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (Sumber: uinsgd.ac.id)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:05 WIB

Wayang Windu Panenjoan, Tamasya Panas Bumi Zaman Hindia Belanda

Jauh sebelum viral Wayang Windu Panenjoan dikenal sebagai destinasi kolonial yang memadukan bahaya keindahan dan rasa penasaran.
Wayang Windu Panenjoan. (Sumber: Tiktok @wayangwindupanenjoan)
Beranda 16 Des 2025, 14:57 WIB

Seni Lukis Jalanan di Braga Hidupkan Sejarah dan Ruang Publik Kota Bandung

Beragam tema dihadirkan, mulai dari potret tokoh terkenal hingga karya abstraksi penuh warna, yang terpampang di dinding-dinding bangunan sepanjang jalan
Ian seorang pelukis lokal dan karya lukisannya yang dipajang di trotoar Jalan Braga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:57 WIB

Kang Ripaldi, Sosok di Balik Gratisnya Komunitas 'Teman Bicara'

Ripaldi, founder teman bicara yang didirikannya secara gratis untuk mewadahi anak muda yang ingin berlatih public speaking, mc wedding, mc event, mc birthday, hingga voice over secara gratis.
Ripaldi Endikat founder Teman Bicara (Sumber: Instagram Ripaldi Endikat | Foto: Tim Endikat Teman Bicara)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:04 WIB

Dari Hobi Menggambar Jadi Brand Fasion Lokal di Bandung

Bringace adalah merek fesyen lokal yang didirikan di Bandung pada tahun 2023.
 T-Shirt "The Unforgotten" dari Bringace. (Istimewa)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 10:07 WIB

Sejarah Universitas Padjadjaran, Lahirnya Kawah Cendikia di Tanah Sunda

Sejarah Universitas Padjadjaran bermula dari tekad Jawa Barat memiliki universitas negeri sendiri di tengah keterbatasan awal kemerdekaan.
Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:36 WIB

Dari Panggung Gigs ke Aksi Sosial di Flower City Festival 2025

Flower City Festival (FCF) 2025 sukses mengumpulkan dana senilai Rp56.746.500 untuk korban bencana di Sumatera.
Suasana Flower City Festival 2025 di Kopiluvium, Kiara Artha Park, Bandung (11/12/2025) (Sumber: Dokumentasi panitia FCF 2025 | Foto: ujjacomebackbdg)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:10 WIB

Berjualan di Trotoar, PKL Caringin Menginginkan Ruang Publik dari Wali Kota Bandung

PKL di Caringin yang berjualan di trotoar berharap ada penataan agar mereka bisa berjualan lebih tertib.
Sejumlah pedagang kaki lima yang tetap berjualan meski hujan di malam hari di kawasan Caringin 30-11-2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Raifan Firdaus Al Farghani)
Beranda 16 Des 2025, 07:38 WIB

Suara Perempuan di Garis Depan Perlawanan yang Disisihkan Narasi Kebijakan

Dari cerita personal hingga analisis struktural, diskusi ini membuka kembali pertanyaan mendasar: pembangunan untuk siapa dan dengan harga apa.
Suasan diskusi buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” Minggu (14/12) di perpustaakan Bunga di Tembok, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)