Pagi di Pasar Cihapit selalu punya caranya sendiri untuk hidup. Di antara embun pagi dan sautan suara para pedagang, ada kepulan uap hijau yang menari pelan dari sebuah gelas kaca. Uap itu datang dari tangan Arien Kartika Sari, perempuan yang memilih menyeduh teh di tengah lautan kopi.
Ia tak menjual tren, ia menjual ketulusan. Sebab di tengah hiruk pikuk kota yang dipenuhi kedai kopi, ia memilih bertahan dengan kesederhanaan yang ia yakini. Kedainya berdiri di sudut kecil Pasar Cihapit, Jalan Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat.
Arien Kartika Sari memulai perjalanan Teh Dekat sejak tahun 2019, bermula dari penjualan online sebelum akhirnya membuka gerai fisik pertamanya di Pasar Kosambi pada Oktober 2020. Setelah tiga tahun berjalan, ia memutuskan pindah ke Pasar Cihapit pada November 2023, tempat yang kini menjadi rumah baru bagi aroma teh dari berbagai penjuru dunia.
Perjalanannya untuk membuka gerai offline bukanlah mudah, ia mengaku butuh waktu untuk mengenalkan konsep toko teh kepada pelanggan. “Orang udah familiar banget sama kopi. Jadi kami harus jelaskan dulu ini teh jenis apa, cara pesannya bagaimana, penyajiannya bagaimana,” tuturnya saat diwawancara pada Minggu (2/11/2025).
Di tengah tren minum kopi yang masih mendominasi, ia justru menjual berbagai jenis teh, mulai dari teh lokal Indonesia, Japanese tea, Chinese tea, hingga teh dari Taiwan dan Vietnam. Salah satu yang paling digemari tahun ini adalah matcha, yaitu bubuk teh hijau asal Jepang yang ia seduh langsung di depan mata pelanggan.
Keunikan Teh Dekat terletak pada konsistensinya dalam mempertahankan proses manual di tengah dunia yang serba cepat. Ia menyeduh teh tanpa bantuan mesin maupun alat canggih, hanya mengandalkan kesabaran dan keahlian yang ia asah selama bertahun-tahun.
“Kalau boleh jujur, toko teh itu dinamis. Kalau kebun lagi nggak panen, ya kami nggak bisa restock. Jadi tiap tahun, menu best seller bisa berubah. Tapi untuk best seller tahun ini memang menu matcha,” katanya sambil tersenyum kecil.

Kini, setelah dua tahun berjualan di Pasar Cihapit, ia memilih untuk fokus penuh pada menu teh. Menu berbasis susu, termasuk matcha, dialihkan ke kedai satunya yang bernama Fusi, agar Teh Dekat bisa benar-benar menonjolkan karakter teh murni.
Selain karena ingin menonjolkan karakter murni teh, alasan lain ia mengalihkan beberapa menu ke kedai baru adalah faktor kesehatan.
“Pernah pas lebaran, saya nyeduh sampai lima puluh cangkir sendirian. Pelanggan saya yang dokter sampai bilang hati-hati, gerakannya berulang dengan intensitas tinggi itu bisa menyebabkan penyakit Carpal Tunnel Syndrome (CTS),” ujarnya.
Baginya, menyeduh teh bukan hanya soal rasa, tapi tentang kesabaran, kehangatan, dan hubungan kecil antara dirinya dengan pelanggan yang datang silih berganti. Di pasar yang bising dan padat, kedai mungil miliknya dapat menjadi oasis kecil bagi siapa pun yang ingin berhenti sejenak menikmati teh.
Teh Dekat dikenal sebagai kedai teh yang mempertahankan proses manual di tengah tren minuman instan. Ia membuktikan bahwa konsistensi dan ketulusan mampu membuat teh tetap relevan di tengah budaya kopi. (*)