Tahu Cibuntu, Filosofi Identitas Bandung yang Mulai Memudar Warnanya

Sukron Abdilah
Ditulis oleh Sukron Abdilah diterbitkan Rabu 19 Nov 2025, 12:00 WIB
Tahu Cibuntu, identitas BANDUNG (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Alfaritsi)

Tahu Cibuntu, identitas BANDUNG (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Alfaritsi)

Ada satu aroma yang khas ketika kita melewati kawasan Cibuntu, Bandung. Bau kedelai rebus yang samar-samar bercampur dengan asap pembakaran kayu, seperti mengirim sinyal ke hidung bahwa “di sini, budaya sedang bekerja.”

Ya, bukan museum, bukan teater, tapi dapur-dapur tahu yang berdenyut saban hari—menghidupkan ekonomi, tradisi, dan sedikit bau yang menempel di jaket sampai sore.

Saya pertama kali menjejakkan kaki ke kampung Cibuntu bukan karena lapar, tapi karena penasaran. Bagaimana mungkin sebuah kampung bisa begitu identik dengan tahu, seolah setiap warganya lahir dengan gen kedelai dalam DNA?

Begitu masuk gang-gang kecilnya, saya segera mengerti: hampir setiap rumah punya tanda-tanda aktivitas produksi tahu—ember besar berisi air, drum-drum fermentasi, dan tentu saja, tumpukan ampas kedelai yang jadi magnet alami bagi kucing kampung.

Etnografi Tahu Cibuntu

Secara etnografis, tahu Cibuntu menarik karena ia bukan sekadar produk ekonomi, melainkan hasil dari habitus—meminjam istilah Pierre Bourdieu—yang sudah terbentuk turun-temurun. Warga di sini tidak hanya “membuat tahu,” mereka menghidupi tahu.

Prosesnya seperti ritual: mulai dari merendam kedelai di malam hari, menggilingnya subuh-subuh, sampai memeras sari tahu dengan kain putih yang mungkin lebih tua dari sebagian peneliti antropologi lapangan.

Ada filosofi yang tersembunyi di balik tahu ini: kesabaran dan kejujuran. Karena jika terburu-buru atau curang sedikit saja—misalnya menambah bahan pengawet atau mencampur air terlalu banyak—rasa tahunya akan langsung “ketahuan.” Seolah tahu Cibuntu punya sistem keadilan sendiri.

Politik dan Ekonomi Bau Tahu

Suatu kali, di tengah penelitian lapangan kecil-kecilan, saya membayangkan tahu itu bisa bicara. Ia mungkin akan berkata, “Saya ini sederhana, tapi jangan remehkan saya. Dari kedelai, saya berubah jadi sumber penghidupan. Saya saksi dari kerja keras manusia yang setiap hari bergulat dengan panas, air, dan waktu.”

Lalu saya membalas dalam hati, “Benar juga. Kamu ini bukan cuma makanan, tapi teks sosial yang bisa dibaca lewat rasa.”

Tahu, dalam bentuk paling lembutnya, adalah bentuk konkret dari gotong royong ekologis: kedelai dari petani, air dari sungai sekitar, kayu bakar dari hutan, dan tenaga dari manusia yang tahu (pun intended) kapan harus berhenti menekan kain agar tekstur tidak pecah. Dalam setiap potongannya, ada jejak tangan-tangan lokal yang sabar.

Satu hal yang sering dikeluhkan orang luar adalah bau. “Aduh, Cibuntu mah bau tahu banget!” katanya. Tapi coba pikirkan dari perspektif antropologi — bau itu bahasa sosial. Ia menjadi penanda ruang, tanda identitas. Seperti halnya kopi punya aroma yang menenangkan, tahu punya aroma yang menegaskan keberadaan.

Bau di Cibuntu bukan gangguan, tapi index of authenticity. Kalau tidak ada bau, justru patut curiga: jangan-jangan ini tahu instan dari pabrik besar yang kehilangan sentuhan manusia.

Dalam konteks itu, “bau tahu” bisa dibaca sebagai perlawanan halus terhadap modernitas yang serba steril. Cibuntu mempertahankan keotentikan lewat aroma. Kalau Bandung punya kopi kekinian di Dago, Cibuntu punya tahu yang melawan lupa.

Ekonomi Emosional dan Nostalgia Kedelai

Yang membuat saya terharu adalah bagaimana tahu Cibuntu mengandung ekonomi emosional. Banyak perajin yang mengaku, mereka tidak bisa lepas dari pekerjaan ini meski margin-nya kecil. “Kalau nggak bikin tahu, kayak ada yang hilang,” kata seorang bapak sambil menatap uap yang mengepul dari kuali besar.

Kalimat itu seperti tesis mini tentang relasi manusia dan kerja. Bahwa bagi sebagian orang, bekerja bukan sekadar cari uang, tapi menjaga kesinambungan makna hidup. Di tengah dunia urban yang makin cepat, tahu Cibuntu mengajarkan ritme lambat—bahwa setiap potong tahu harus melalui waktu, tangan, dan cinta yang konkret.

Ketika saya pulang dari Cibuntu sore itu, bau kedelai masih menempel di rambut dan baju. Saya sempat ingin cepat-cepat mandi, tapi lalu terhenti di depan cermin. Bukankah kita semua, dengan cara masing-masing, sedang mencari cara untuk “berbau lokal”? Untuk tetap punya aroma yang menandakan siapa kita, di tengah derasnya modernitas yang memutihkan semua menjadi seragam?

Cibuntu, lewat tahunya, mengingatkan saya bahwa lokalitas bukan tentang nostalgia, tapi tentang kontinuitas. Tentang keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri meski dunia terus berubah.

Dan, kalau suatu hari Bandung benar-benar menjadi kota futuristik tanpa bau dan tanpa rasa, saya tahu (lagi-lagi pun intended), saya akan kembali ke Cibuntu—mencari tahu yang sebenarnya. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Sukron Abdilah
Peneliti Pusat Studi Media Digital dan Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Bandung
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:55 WIB

Wayang Golek Sindu Parwata Gaungkan Pelestarian Budaya Sunda di Manjahlega

Pagelaran Wayang Golek Sindu Parwata di Manjahlega gaungkan pelestarian budaya Sunda dan dorong generasi muda untuk mencintai budaya lokal sunda.
Suasana pagelaran Wayang Golek di Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Jumat (5/9/2025), di halaman Karang Taruna Caturdasa RW 14. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Ayu Amanda Gabriela)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:30 WIB

Menyoal 'Sora' Sunda di Tengah Sorak Wisatawan

Sora Sunda tidak harus berteriak paling keras untuk tetap hidup dan bertahan. Ia cukup dimulai dari kebiasaan kecil.
Mengenalkan budaya dan nilai kesundaan bisa dilakukan lewat atraksi kaulinan barudak. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:10 WIB

Kenaikan Gaji ASN, antara Harapan Dompet dan Reformasi Birokrasi

Kenaikan gaji ASN bukan sekadar soal dompet, tapi ujian sejauh mana birokrasi mampu menukar kesejahteraan menjadi kinerja.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)