Sore itu, Rabu (29/10/2025) di antara riuhnya gemericik hujan dan desir langkah, pengunjung braga berdiri sebuah bangunan yang menyimpan banyak cerita, yang di dalamnya menyimpan kapsul waktu dari masa lalu.
Di dalam Pasar Antik Cikapundung tercium aroma kayu tua dan debu halus seolah membawa pengunjung menembus lorong waktu. Deretan barang-barang antik tersusun rapih mulai dari kamera analog, piringan hitam, jam saku, hingga perabot rumah tangga peninggalan Belanda. Setiap sudut menyimpan kisah, seakan Bandung tempo dulu hadir kembali lewat benda-benda yang tak lagi muda.
Pasar ini berdiri sejak awal 2000-an dan berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan barang antik terbesar di Bandung. Banyak pengunjung yang datang untuk menikmati suasana nostalgia yang kental. Tak jarang juga pengunjung berbagi cerita tentang bagaimana mereka menemukan barang yang sama seperti milik kakek-nenek mereka di masa lalu.
Aldi, salah satu pedagang di Pasar Antik Cikapundung, telah berjualan di sana selama beberapa tahun membagikan kisahnya.
âAwalnya saya di sini hanya berjualan sepeda. Lalu karena sering memakai pipa cangklong yang sekarang tergolong antik, akhirnya saya memutuskan untuk mulai menjualnya juga,â ucapnya.
Menurutnya, barang-barang yang dijual di pasar ini bukan sekadar benda, melainkan bagian dari perjalanan hidup seseorang di masa lampau.
âSetiap barang punya ceritanya sendiri, apalagi banyak yang berasal dari zaman kolonial Belanda dulu,â katanya.
Tak hanya koleksi barang antik yang menjadi daya tarik, pasar ini juga menghadirkan penampilan musik klasik pada waktu tertentu. panggung kecil di sudut ruangan biasanya akan menampilkan musisi lokal yang membawakan lagu-lagu lawas, menambah kesan nostalgik di tengah hiruk-pikuk kota.
âKalau mau dengar live music, ada tuh dek jam empat biasanya mereka mulai,â ujarnya sambil tersenyum.
Selain menjadi ruang ekonomi bagi para pedagang, Pasar Antik Cikapundung juga menjadi penjaga memori kolektif masyarakat Bandung. Di sinilah, jejak masa lalu dipertahankan agar tidak tenggelam oleh tengah arus modernisasi. (*)
