RT dan RW merupakan garda terdepan dalam penyelenggaraan layanan publik dan pembangunan komunitas, namun beban kerja yang besar sering kali tidak diimbangi dengan kapasitas, dukungan, dan kesejahteraan yang memadai. Kehadiran program baru seperti PRAKARSA serta kewajiban penggunaan aplikasi LACI RW menambah kompleksitas tugas yang mereka emban, membuka peluang percepatan pembangunan sekaligus menghadirkan tantangan baru. Kondisi ini menuntut perhatian serius agar keseimbangan antara beban kerja, penghargaan, dan efektivitas pembangunan di tingkat akar rumput dapat terjaga.
Beban kerja dan kesejahteraan RT RW
RT dan RW memiliki tanggung jawab besar dalam menjalankan berbagai tugas administratif dan sosial di tingkat komunitas. Dalam Peraturan Walikota Bandung nomor 11 tahun 2024, setidaknya pengurus RT RW bertugas memimpin dan membina kerukunan warga, menampung aspirasi serta menyusun rencana pembangunan partisipatif dengan memanfaatkan swadaya dan gotong royong, memperbarui data profil, memfasilitasi pendaftaran penduduk, melaporkan mutasi penduduk dan pengelolaan keuangan RT RW kepada Lurah dan warga setiap triwulan, serta membantu memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat.
Pengurus RT RW tidak hanya bertanggung jawab atas pengelolaan dana dan kegiatan pembangunan, tetapi juga berfungsi sebagai mediator sosial, penghubung warga dalam situasi krisis, dan pelaksana aspirasi warga dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Kehadiran dalam situasi-situasi mendesak dan penting seperti itu membutuhkan kesiapan waktu dan dedikasi yang tinggi, yang menambah beban kerja di luar tugas administratif biasa.
Sebagai garda dalam melaksanakan tugas dan pelayanan kepada masyarakat (ujung tombak), RT RW terbiasa menjadi sasaran emosi warga jika terjadi masalah dalam pelaksanaan program seperti penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran (ujung tumbuk). Padahal sejatinya, data sasaran penerima bansos tersebut bersifta given yaitu dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial_Next Generation (SIKS-NG). Seringkali karena data lama tidak diperbarui, perubahan status ekonomi yang tidak tercatat (orang kaya masih dapat, yang miskin tidak), hingga kesalahan input data, yang menyebabkan masalah dan kecemburuan di masyarakat.
Dalam hal implementasi program, tidak jarang pada praktiknya RT RW mengeluarkan dana pribadi untuk menutupi kekurangan pendanaan dalam pelaksanaan program (ujung tombok), sehingga mereka tidak hanya bertugas sebagai pelaksana utama tetapi juga menanggung beban finansial secara langsung akibat keterbatasan dana yang tersedia.
PRAKARSA dan LACI RW
Angin mulai berhembus untuk menjawab tantangan program dilini lapangan (RT RW), program PRAKARSA diluncurkan pada akhir Oktober 2025 sebagai inisiatif strategis Pemkot Bandung untuk mempercepat pembangunan dari tingkat paling bawah (RW) dengan dana stimulan dan kolaborasi warga untuk menyelesaikan isu strategis seperti sampah, infrastruktur, stunting, dan kemiskinan, berbasis data melalui platform digital LACI RW (Layanan Catatan Informasi Rukun Warga), dengan target dana hingga Rp200 juta per RW per tahun, menjadi fondasi visi Bandung Utama.
Perjalanannya memang tidak mudah, bahkan menjadi beban tambahan bagi petugas RT RW. Kewajiban menggunakan aplikasi seperti LACI RW, menuntut keterampilan teknis, pemenuhan sarana (HP atau Laptop) dan waktu lebih dalam pengelolaan administrasi. Sosialiasi dilakukan dilevel kelurahan dengan waktu yang singkat, sederhana dan tidak ada simulasi prakek cara pengisiannya oleh RT RW. Pengoperasian LACI RW agak sulit dilakukan oleh pengurus RT dan RW yang gaptek selain itu diperparah pada aplikasi yang kerap mengalami loading berkepanjangan dan kesalahan sistem (error).
Ketidakjelasan pendanaan Dana Prakarsa juga menimbulkan tantangan dalam pelaksanaan program pembangunan dan sosial serta dalam memberikan kompensasi yang layak bagi pengurus. Sementara itu, kapasitas dan kualitas sumber daya pengurus masih sangat terbatas, sehingga memperparah ketidakseimbangan antara beban tugas yang besar dan penghargaan yang diterima, meskipun pengurus harus tetap siap menangani berbagai kebutuhan dan situasi mendesak di wilayahnya.
Seringkali pertemuan-pertemuan terkait sosialiasi dana PRAKARSA hanya sampai pada level lurah atau belum sampai pada tingkat RT RW. Sampai saat ini belum ada sosialasi resmi yang dilakukan sampai pada tahap teknis pelaksanaan terkait pengelolaan di level RT RW. Informasi yang didapat hanya sebatas kiriman materi tanpa penjelasan detail. Tidak ada porses diskusi atau komunikasi dua arah, setiap pertanyaan yang disampaikan pun belum mendapatkan jawaban.
RW sebagai penerima, penyalur, dan pelaksana aspirasi memiliki peran strategis dalam pengelolaan dana PRAKARSA serta pelaksanaan kegiatan pembangunan dan sosial di tingkat komunitas. Tentunya sudah selayaknya mendapatkan informasi yang utuh terkait pengelolaan dana PRAKARSA ini, sehingga pengelolaan dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
Beban kerja dan tantangan yang dihadapi pengurus RT dan RW dalam menjalankan tugas administratif dan sosial sangat kompleks dan memerlukan perhatian serius. Implementasi program seperti PRAKARSA dan penggunaan platform digital LACI RW membawa peluang sekaligus beban tambahan yang harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas teknis, sarana pendukung, dan sosialisasi yang efektif. Untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan program, serta kesejahteraan pengurus, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pendanaan, kompensasi yang adil, serta peningkatan komunikasi dan pelibatan pengurus RT RW dalam setiap tahap pelaksanaan. Dengan langkah-langkah tersebut, peran strategis RT dan RW sebagai ujung tombak pembangunan dan pelayanan masyarakat dapat terlaksana secara optimal dan berdampak positif bagi komunitas.
Pada akhirnya, keseimbangan antara tugas, penghargaan, dan harapan bukan sekadar kebutuhan teknis, tetapi ikhtiar merawat denyut kehidupan wargaāagar RT dan RW dapat terus menjadi pelita kecil yang menerangi jalan bersama.
