Bike on the Street Everybody Happy alias Sepeda Boseh Bandung di salah satu shelter. (Sumber: Ayobandung)

Ayo Jelajah

Senjakala Sepeda Boseh Bandung: Ramai Saat Weekend, Sepi Saat Weekday

Jumat 22 Agu 2025, 11:27 WIB

AYOBANDUNG.ID - Orang Bandung itu kreatif, bahkan sampai bikin akronim. Bayangkan saja, program penyewaan sepeda diberi nama Bike on The Street Everybody Happy. Kalau disingkat jadi Boseh, kedengarannya bukan seperti program pemerintah, melainkan tagline iklan permen karet. Diluncurkan tahun 2017 oleh Ridwan Kamil yang waktu itu masih Wali Kota Bandung, program ini digadang sebagai solusi gaya hidup sehat, mengurangi macet, sekaligus menambah aura turisme kota.

Tarifnya tidak bikin kantong bolong. Cuma Rp1.000 di jam pertama, Rp2.000 per jam berikutnya. Artinya, dengan Rp3.000 saja orang bisa sepedaan dua jam penuh. Lebih murah daripada parkir motor di mal. Kalau mau lebih gaya, ada sepeda listrik dengan tarif Rp30 ribu per jam—mirip harga nongkrong sekali ngopi.

Secara konsep, program ini bisa jadi cerita manis. Tapi di lapangan, Boseh lebih mirip warung bakso depan sekolah: baru rame kalau Sabtu-Minggu. Di hari kerja, sepedanya parkir rapi menunggu jodoh yang tak kunjung datang. “Kalau hari biasa sih emang paling yang sewa 10-15 kali dengan rata-rata durasi 1-2 jam. Tapi kalau akhir pekan ini memang biasanya disewa semua unitnya, kadang sampai antri,” ujar Marissa, petugas di shelter Dalem Kaum.

Shelter Boseh awalnya mencapai 30 titik. Tapi makin ke sini, jumlahnya menyusut. Belasan sudah off. Ada shelter yang terlihat seperti bangkai proyek: docking rusak, kunci patah, sepeda raib. Di Jalan Sukabumi, tepat di sebelah Gedung DPRD, shelter Boseh malah seperti monumen diam: tanpa sepeda, tanpa penyewa.

Baca Juga: Pertempuran Ciseupan Subang 1949, Pasukan Siliwangi di Lembah Dua Sungai

Padahal sistemnya dibuat canggih. Untuk bisa pakai, warga harus mendaftar jadi member. Bawa KTP atau kartu pelajar, lalu dapat kartu Brizzi khusus. Setelah itu tinggal tap di mesin, masukkan PIN, pilih sepeda, dan kunci otomatis terbuka. Seharusnya terdengar modern. Tapi kalau shelter tak ada penjaga, sistem ini bikin orang awam kebingungan. “Pernah waktu itu mau nyewa sepeda di Taman Pramuka, tapi ngga ada yang jaga. Jadi bingung gimana caranya mau nyewa kan. Terus jalur sepeda juga belum memadai, ditambah karakter jalan di Kota Bandung itu padat dan kecil, kurang nyaman,” kata Zaini Novit Yusuf, warga yang mencoba peruntungan sewa Boseh.

Program Unggulan yang Sepi Peminat

Sekitar delapan tahun sudah Boseh hadir di Bandung. Awalnya ia sempat jadi simbol gaya hidup urban. Ada 200 sepeda yang tiap pagi diangkut Dishub dari gudang, disebar ke 23 shelter aktif, lalu sore harinya diangkut lagi. Di kertas, ini tampak seperti program modern. Di lapangan, situasinya tak seindah proposal.

Ridwan Kamil menjajal Boseh saat masih menjadi wali kota Bandung. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)

Contohnya shelter Alun-alun Bandung. Sepedanya memang ada, berjajar rapi. Tapi tak ada petugas yang jaga. Orang bingung, harus nanya ke siapa kalau mesin mogok. Di Taman Pramuka, kondisinya lebih mengenaskan: dari delapan dock yang tersedia, cuma ada dua sepeda terparkir. Shelter-shelter yang mati seperti di Cikudapateuh, malah lebih mirip bangkai bangunan kota yang terlupakan.

Walau begitu, masih ada yang cinta dengan Boseh. Arini, warga Bandung yang doyan gowes, mengaku terbantu. “Misal kita mau sepedahan di tengah kota, sedangkan kita yang rumahnya di pinggiran kota bisa bawa kendaraan dulu tanpa harus ribet bawa sepeda dari rumah. Jadi, pas di sini tinggal sewa dan jalan-jalan pakai sepeda,” ujarnya. Tarif murah jadi alasan ia tetap setia.

Baca Juga: Tragedi AACC Bandung 2008, Sabtu Kelabu Konser Beside

Tapi suara pedagang kecil di sekitar shelter justru lebih jujur. Ujang, penjual minuman keliling di dekat Taman Cibeunying, hafal betul pola sepinya. “Jarang ada yang sewa di sini, paling kalau Sabtu-Minggu aja baru ramai yang pake. Kalau hari biasa mah sepi,” katanya. Didin, pemilik kios dekat shelter Taman Pramuka, menimpali: “Mungkin karena disini tempatnya kagok ya, jadi sepedanya paling parkir doang di situ. Sesekali ada memang yang sewa, tapi gak banyak.”

Boseh hari ini ibarat band indie yang cuma naik panggung saat festival akhir pekan. Program yang dulu sempat jadi kebanggaan Pemkot Bandung kini seperti jalan di tempat. Ia belum benar-benar jadi transportasi alternatif, masih sebatas hiburan gowes musiman.

Kalau terus begini, bisa jadi Boseh hanya jadi legenda kota, disebut-sebut dengan nada nostalgis seperti “dulu Bandung pernah punya program sewa sepeda murah, tapi sekarang tinggal kenangan.”

Tags:
TransportasiBandungBosehSepeda

Bob Yanuar

Reporter

Hengky Sulaksono

Editor