Pertempuran Ciseupan Subang 1949, Pasukan Siliwangi di Lembah Dua Sungai

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 21 Agu 2025, 11:46 WIB
Pertempuran Ciseupan Subang 1949. (Sumber: Wikimedia)

Pertempuran Ciseupan Subang 1949. (Sumber: Wikimedia)

AYOBANDUNG.ID - Ciseupan di kaki Subang dulu bukan nama yang membuat Belanda bergidik. Ia hanya kampung kecil di lembah, tempat dua sungai bertemu jadi Cipunagara, dikelilingi bukit hijau yang lebih cocok untuk mendengar kicau burung ketimbang dentuman mortir. Tapi sejarah punya cara aneh mengubah kampung sunyi jadi panggung perang. Pada awal Februari 1949, di situlah ratusan prajurit Divisi Siliwangi yang baru pulang dari “hijrah Renville” beristirahat, tanpa tahu mereka bakal kedatangan tamu tak diundang: serdadu kolonial yang masih ngotot menegakkan harga diri kerajaan.

Batalion 3001 di bawah Mayor Engkong Darsono berjumlah sekitar 1.500 prajurit. Mereka bagian dari Divisi Siliwangi yang pulang dari hijrah Renville, melakukan long march dari Yogyakarta menuju Jawa Barat. Jalur yang mereka tempuh bukan jalur parade, tapi jalur gerilya: melintasi hutan, menyeberangi sungai, menghindari patroli Belanda, dan terkadang berhadapan dengan gangguan DI/TII.

Setelah melewati daerah Sumedang, pasukan bergerak ke barat. Mereka tiba di Ciseupan—sebuah kampung di Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang—dan memutuskan bermalam. Medannya strategis untuk istirahat: air melimpah, lahan cukup luas untuk menampung pasukan, dan pepohonan lebat untuk kamuflase.

Sumber yang banyak dirujuk menyebutkan kisahnya bermula pada Kamis, 4 Februari 1949, ketika sekitar 1.500 prajurit Batalyon 3001 Prabu Kiansantang yang dipimpin Mayor Engkong Darsono tiba di Desa Rancamanggung. Mereka datang setelah long march melelahkan dari Yogyakarta ke Jawa Barat, sebagai bagian dari kembalinya Divisi Siliwangi akibat pecahnya Perjanjian Renville.

Baca Juga: Sejarah Pertempuran Perlintasan Ciater Subang, Gerbang Terakhir Pertahanan Sekutu di Bandung

Demi menghindari bentrokan, pimpinan batalion mengirim surat kepada Markas Besar Belanda di Cidongkol, Subang, meminta izin untuk tinggal sementara di Ciseupan dan Pasirsereh, serta meminta bantuan keamanan agar perjalanan ke Bandung tidak terganggu. Belanda menyetujui, tapi dengan syarat semua senjata diikat dan diamankan.

Tapi, pada Jumat pagi pukul 04.00, pasukan Belanda dari arah Bolang tiba-tiba mendatangi Ciseupan 1. Mereka mengumpulkan pemuda setempat, menuntut agar ditunjukkan lokasi pimpinan TNI. Seorang warga, Sanusi, yang sedang pulang usai salat Subuh, dipanggil tentara Belanda. Diduga ia tidak mengerti atau tidak mendengar. Ia terus berjalan, dan begitu sampai di pintu rumahnya, peluru menembus tubuhnya. Sanusi tewas seketika—menjadi korban sipil pertama dalam insiden ini.

Belanda lalu bergerak menyerang Pasirsereh, tempat pasukan TNI beristirahat. Karena serangan mendadak, TNI mundur ke Rancamanggung, meninggalkan sebagian senjata yang dirampas Belanda. Tak puas, Belanda kembali ke Ciseupan 2.

Di sinilah Mayor Engkong Darsono, yang berada di Rancamanggung, menerima laporan tentang pergerakan Belanda. Seluruh pasukan TNI segera dimobilisasi. Pukul 08.00 mereka tiba di Ciseupan, menembaki pasukan Belanda dari posisi lebih tinggi. Pertempuran berlangsung sengit, dan akhirnya Belanda mundur ke sawah lalu kembali ke Ciseupan 1.

Versi lain datang dari catatan dalam buku Monumen Peljuangan di Jawa Barat (1987). Versi ini tidak menyebut adanya surat izin atau persetujuan, melainkan menekankan bahwa Belanda menyerang karena memperoleh laporan mata-mata.

Tanggal 3 Februari 1949, Batalyon 3001 tiba di Ciseupan dari arah timur melalui Sumedang. Kampung Ciseupan yang terletak di lembah, dikelilingi bukit rimbun, menjadi tempat beristirahat pasukan yang lelah. Di situlah mereka berhenti, tanpa menyangka Belanda sedang mengintai.

Baca Juga: Dari Gurun Pasir ke Kamp Konsentrasi, Kisah Tragis Keluarga Berretty Pemilik Vila Isola Bandung

Di Cisalak, markas Belanda yang hanya berjarak sekitar 8 km segera mengirim pasukan untuk melakukan serangan fajar pada 5 Februari 1949 pukul 04.00. Dari bukit barat daya, rentetan tembakan dilepaskan.

Tapi pasukan Siliwangi bukan pasukan biasa. Meski diserang mendadak, mereka segera bangkit. Dalam hitungan jam, Ciseupan berubah jadi medan laga. Pertempuran berlangsung sengit, peluru bersahutan, dan pasukan Republik melawan dengan keberanian khas Macan Siliwangi.

Belanda yang awalnya percaya diri akhirnya mundur berantakan. Menurut catatan resmi, korban Belanda sangat besar: 1 perwira mayor, 5 letnan, dan 35 prajurit tewas. Senjata-senjata modern—termasuk 3 brengun MK II, 2 mortir, dan 48 senapan—berhasil direbut TNI.

Di pihak TNI, korban lebih sedikit: lima prajurit gugur dan tiga luka. Rasio kerugian ini jarang terjadi di Perang Kemerdekaan. Biasanya, Belanda yang unggul persenjataan mampu memaksa pasukan republik mundur. Tapi di Ciseupan, sebaliknya—pasukan koloniallah yang terpaksa menarik diri untuk menyelamatkan nyawa dan sisa persenjataannya.

Perbedaan utama kedua versi terletak pada latar sebelum pertempuran—apakah terjadi serangan sepihak yang dipatahkan TNI, atau dimulai dari situasi “izin tinggal” yang kemudian berubah menjadi baku tembak. Namun, keduanya sepakat bahwa pagi itu di Ciseupan, pasukan Divisi Siliwangi membuat Belanda mundur dari medan, meninggalkan jejak sejarah di lembah dua sungai itu.

Terdapat banyak bukti luas bahwa operasi Belanda termasuk tindakan keras terhadap penduduk desa (penangkapan, intimidasi, bahkan pembunuhan dalam beberapa operasi kontra-gerilya). Ini membuat skenario penembakan seorang sipil (Sanusi) plausibel secara historis. Kasus-kasus kekerasan ekstralagal dan operasi kontroversial merupakan bagian dokumenter dari periode Agresi Militer Belanda.

Dalam Pembantaian Rawagede tahun 1947 misalnya, Belanda menggunakan kekerasan ekstrem dan membantai sipil karena menolak memberikan informasi.

Operasi malam, pengepungan desa, seleksi dan eksekusi saat fajar juga terjadi saat operasi Unit Depot Speciale Troepen (DST) dibawah pimpinan Raymond Westerling di Sulawesi Selatan dan Bandung pada 1946-1947 dan 1950. Unit DST di bawah Westerling melakukan operasi kontra-gerilya dengan memasuki desa pada malam, mengumpulkan penduduk, memisahkan laki-laki, lalu mengeksekusi mereka berdasarkan intelijen lokal di Sulsel.

Baca Juga: Jejak Kampung Dobi Ciguriang, Sentra Kuli Cuci Era Kolonial

Pada 1950, Westerling memimpin DST di sekitar Bandung, Cimahi, dan daerah pegunungan sekitarnya. Metodenya serupa: patroli kilat, penyergapan kampung pada malam atau dini hari, mengumpulkan warga, lalu mengeksekusi yang diduga anggota laskar/gerilya.

Siliwangi yang kembali ke Jawa Barat setelah Operation Kraai memang terdiri dari batalion-batalion yang lelah namun disiplin; mereka sering beroperasi gerilya dan mampu melakukan reaksi cepat/desain serangan balasan ketika mendapat laporan musuh.

Di sisi lain, gaya operasi Belanda berupa serangan cepat dengan unsur kejutan juga muncul. Pembantaian Rengat (Januari 1949) dilakukan lewat operasi berupa serangan cepat, brutal, dan menarget militan dan sipil — mencerminkan operasi “patroli serang mendadak” serupa di Ciseupan.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 21 Agu 2025, 20:18 WIB

Cara Kerja Rezim Algoritma

Opini ini meninjau kembali kebijakan yang putuskan atas pemblokiran rekening bank oleh pemerintah.
Opini ini meninjau kembali kebijakan yang putuskan atas pemblokiran rekening bank oleh pemerintah. (Sumber: Pexels/Defrino Maasy)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 18:26 WIB

Demam K-Beauty di Bandung, Klinik Kecantikan Berlomba Hadirkan Perawatan ala Korea

Tren K-beauty berkembang pesat, mendorong lahirnya berbagai klinik kecantikan yang mengusung filosofi dan teknologi Korea sebagai daya tarik utama.
Standar kecantikan Korea Selatan telah menjadi acuan global dalam beberapa tahun terakhir. Kulit wajah sehat, lembap, dan glowing bukan lagi sekadar impian para penggemar K-beauty. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 17:16 WIB

Investor Rugi, Negara Untung? Menakar Keadilan Pajak Kripto

Menelaah efek kenaikan PPh final pada pasar kripto dan dampaknya untuk investor.
Investor yang merugi tetap dikenakan pajak (Sumber: Ilustrasi oleh AI)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 16:38 WIB

Di Kota yang Tak Pernah Kehabisan Gaya, Adi Wardana Menyulap Sneaker Jadi Identitas

Kota Bandung bukan hanya rumah bagi musisi, seniman, dan desainer, tapi juga menjadi ekosistem subur bagi budaya sneaker yang terus tumbuh.
Adi Wardana, seorang disk jockey asal Kota Bandung yang menjadikan sneaker sebagai bagian dari identitas dan narasi hidupnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 21 Agu 2025, 16:07 WIB

Jejak Sejarah Freemason di Bandung, Loji Sint Jan yang Dilarang Soekarno

Jalan Wastukencana dulu bernama Logeweg karena Loji Sint Jan. Kini, jejak sejarah Freemason di Bandung tertutup Masjid Al Ukhuwah.
Loji Sint Jan yang menyimpan sejarah jejak Freemason di Bandung (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 16:00 WIB

Membaca Makna Kemerdekaan Indonesia Timur dari Buku Karya Dian Purnomo

Sejatinya kemerdekaan juga seharusnya menjadi hak bagi mereka yang tinggal di timur Indonesia.
Buku Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 15:09 WIB

Prof Wanjat Kastolani dan Formula Sederhana untuk Menyelesaikan Sampah dari Akarnya

Wanjat Kastolani tidak sedang menciptakan teknologi revolusioner. Ia justru menantang paradigma lama dengan pendekatan yang nyaris tak terdengar, menyelesaikan sampah dari akarnya.
Wanjat Kastolani tidak sedang menciptakan teknologi revolusioner. Ia justru menantang paradigma lama dengan pendekatan yang nyaris tak terdengar, menyelesaikan sampah dari akarnya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 14:47 WIB

Ci Geureuh, Sungai yang Bergemuruh

Ketika toponimi itu diberikan pada aliran Sungai Ci Geureuh, keadaan aliran airnya menimbulkan suara bergemuruh yang menggetarkan. 
Ci Genter di dalam Taman Nasional Ujungkulon saat tenang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 12:37 WIB

Rahasia Rujak Ciherang Bertahan Bertahan Lebih Satu Abad

Sekilas, Rujak Ciherang terlihat sama seperti rujak buah pada umumnya. Potongan mangga, bengkuang, jambu air, hingga aneka buah segar lain berpadu dengan bumbu kental berwarna cokelat.
Sambal Rujak Ciherang (Foto: GMAPS)
Ayo Jelajah 21 Agu 2025, 11:46 WIB

Pertempuran Ciseupan Subang 1949, Pasukan Siliwangi di Lembah Dua Sungai

Pasukan Divisi Siliwangi berhasil memukul mundur Belanda di Ciseupan, lembah dua sungai Subang, dengan korban besar di pihak lawan.
Pertempuran Ciseupan Subang 1949. (Sumber: Wikimedia)
Mayantara 21 Agu 2025, 11:13 WIB

Ekspresi Kemerdekaan Warganet di Media Sosial

Kemerdekaan Indonesia bukan sekadar peristiwa sejarah yang tercatat pada 17 Agustus 1945.
Dalam konteks modern, makna kemerdekaan tidak hanya muncul melalui upacara atau perayaan formal, melainkan juga melalui interaksi digital yang melintasi ruang dan waktu. (Sumber: Unsplash/ Inna Safa)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 10:44 WIB

Pidato Presiden Prabowo Isyaratkan Arah Baru Perlindungan Konsumen di Indonesia

Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Wilayah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, Firman Turmantara, menilai pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan Rancangan APBN 20
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 09:25 WIB

Baso Saturnus, Kuah Pedasnya Selalu Jadi Andalan

Di Bandung, ada satu warung bakso yang selalu jadi perbincangan karena rasanya juara dan tempatnya luas. Namanya Baso Saturnus, berlokasi di Jalan Saturnus, Margahayu, Rancasari, dengan cabang lain di
Baso Urat Saturnus yang memiliki kuah pedas. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 08:05 WIB

Rahasia Menjadi Guru yang Dirindukan oleh Murid-muridnya

Tak semua orang mampu menjadi guru yang baik, terlebih guru yang selalu dirindukan kehadirannya.
Gambar buku "Guru yang Dirindu" (Sumber: saya | Foto: Sam)
Ayo Netizen 20 Agu 2025, 20:06 WIB

Haruskah Olahraga Padel Dikenakan Pajak? PBJT Kota Bandung Segera Diterapkan

Esai ini membahas PBJT pada olahraga padel di Kota Bandung sebagai olahraga mewah untuk menambah pendapatan daerah.
Lapangan padel bermunculan di berbagai titik kota, ramai dipadati oleh anak muda dan pekerja yang menjadikan padel sebagai pilihan gaya hidup. (Sumber: Pexels/Ercan Evcimen)
Ayo Netizen 20 Agu 2025, 17:06 WIB

Benjang Masih Jadi Primadona di Pesta HUT RI ke-80

Setiap tanggal 17 Agustus, Ujungberung menjadi panggung hidup bagi tradisi yang telah mengakar di masyarakat, yaitu Benjang.
Fesival Benjang di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)
Ayo Biz 20 Agu 2025, 14:34 WIB

Menelisik Awal Mula Bisnis Bakso Ikan Sinar Bahari yang Makin Menggurita

Di tengah siang terik Kota Bandung, banyak orang mencari makanan pedas untuk menambah energi sekaligus menyegarkan suasana. Salah satu kuliner yang kini banyak diburu adalah bakso ikan mercon dan jand
Produk Bakso Ikan Bahari (Foto: Dok. Bakso Ikan Bahari)
Ayo Netizen 20 Agu 2025, 14:21 WIB

Bukan Sekadar Hobi, Industri Game Online Jadi Peluang Karier Success Before 30

Dari hobi menjadi profesi, game online membuka jalan baru menuju kesuksesan finansial dan karier di era digital.
gamer yang membuka seluruh peluang karier menuju jenjang ekonomi yang lebih baik (Sumber: Ilustrasi oleh AI)
Ayo Jelajah 20 Agu 2025, 13:58 WIB

Sejarah Es Cendol Elizabeth Bandung, Berawal dari Bon Toko Tas

Dari gerobak sederhana H. Rohman, Es Cendol Elizabeth tumbuh jadi ikon kuliner Bandung yang melegenda hingga kini.
Es Cendol Elizabeth, kuliner legendaris Bandung sejak 1970-an. (Sumber: Instagram @escendolelizabethofficial)
Ayo Biz 20 Agu 2025, 11:25 WIB

Jabar Media Summit 2025 Segera Digelar di Bandung, Cek Tanggalnya

Komunitas media yang diwakili oleh Ayo Bandung.id, Radar Cirebon, dan Suara.com akan menggelar Jabar Media Summit 2025 di Kota Bandung pada Kamis, 11 September 2025.
Jabar Media Summit 2025 (Foto: Logo)