Bandung dalam Fiksi Sejarah

Yogi  Esa Sukma Nugraha
Ditulis oleh Yogi Esa Sukma Nugraha diterbitkan Jumat 10 Okt 2025, 18:38 WIB
Buku Melukis Jalan Astana. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma Nugraha)

Buku Melukis Jalan Astana. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma Nugraha)

Sudah banyak tulisan yang menjadikan sejarah kota sebagai latar, tak terkecuali Bandung, yang juga tidak luput dari perhatian para penulis --termasuk fiksi. Setidaknya ada beberapa novel sejarah yang telah saya baca. Karena itu saya hendak mengulas sebagian di antaranya.

Boleh saja apabila tulisan ini diterima dengan rasa skeptis atau curiga. Karena pandangan dan pembacaan saya sangat mungkin terhalang bias selera. Mungkin lingkar pertemanan, atau ketidakmampuan melacak fiksi terbaik yang pernah ada.

"Soal bacaan tak perlu dipertentangkan," demikian kredo lawas yang kerap ditemui.

Saya kira ulasan fiksi punya arti penting. Sebab gudang pengetahuan dan bacaan seseorang akan mandeg ketika ia berhenti pada karya penulis yang itu-itu saja tanpa menemukan referensi yang lain. Dengan harapan pembaca menampilkan rekomendasi yang berbeda.

Oh, ya, tulisan ini terinspirasi dari beberapa orang yang sudah lebih dulu melakukan hal serupa, dengan beberapa literatur pilihannya. Ditopang ingatan seadanya dan dibantu beberapa bahan yang sudah dibaca, saya mencoba mengulas dua saja.

Masa Bergolak

Buku Masa Bergolak. (Sumber: Google Books)
Buku Masa Bergolak. (Sumber: Google Books)

Adalah buku Masa Bergolak karya M. A Salmun. Konon, buku ini pernah menang sayembara besar PN Balai Pustaka tahun 1966 dalam kategori hiburan bacaan dewasa. Sebetulnya latar belakangnya bukan hanya di Bandung. Tapi juga Bogor, dan Rajamandala.

Yang pasti buku ini menggambarkan suasana perjuangan mempertahankan kemerdekaan di tingkat lokal, terutama pada November 1945. Dan saya kira buku ini mampu memikat imajinasi pembaca. Diawali dengan kisah Mulyadi, yang sekaligus menjadi figur utama di buku ini. Ia adalah seorang pemuda yang hanyut dalam atmosfer revolusi.

Namanya populer di Kota Bandung. Sikapnya ramah. Suka menolong yang lemah. Bahkan dibilang sebagai komandan yang cekatan dan berwibawa. Selain itu, ia juga dikisahkan sebagai pemuda kelahiran Cianjur yang mahir bermain pencak silat dan menjadi pribadi yang taat menjalankan perintah agama.

Pendidikannya Sekolah Teknik Tinggi. Terakhir bekerja sebagai Pengawas Bangunan dan Pabrik di Kota Bandung, dan kelak menjadi sersan Mayor Tentara Keamanan Rakyat. Yang menarik dari buku ini adalah penekanannya pada lokalitas.

Berbagai momen yang ditulis menyertakan nama-nama tempat di Kota Bandung. Misalnya Gegerkalong (yang disebut saat perebutan Villa Isola), Cipaera, Situ Aksan, Ijan, Pungkur Kulon, Jalan Pangeran Sumedang (kini Jalan Otto Iskandardinata), sampai ke 'Verlengde Regentsweg' (sekarang Jalan Raden Dewi Sartika).

Ini menarik. Bahkan ada juga tempat lain semisal Jalan Ciateul, Pangarang, Sasak Gantung, Hotel Savoy Homann, Kebon Kalapa, Lengkong, dan Ciguriang. Satu hal yang agak serupa dengan realitas dalam sejarah ialah ketika menyajikan kisah tentang banjir Cikapundung di tahun itu. Bisa dilihat di halaman 29:

"Alangkah ngerinya pemandangan. Rakyat Pangarang yang kampungnya sedang dilanda Banjir Cikapundung dan sedang menyelamatkan diri dari bahaya air ... ditembaki oleh Gurkha, tanpa perikemanusiaan."

Ada tokoh lain yang saya kira juga menarik. Ia sahabat Mulyadi; namanya Mintarsih. Umurnya tiga tahun lebih muda. Anak Haji Subani, pemilik kebun teh dan kina yang kaya raya di Sukanagara, Cianjur selatan.

Mintarsih adalah gadis yang sederhana hidupnya. Tidak manja. Meski bisa saja ia memilih gaya hidup mewah jika melihat latar belakang orang-tuanya. Tapi ia tidak ingin 'menonjol' di antara rakyat kebanyakan.

Dalam buku, Mintarsih dicatat sebagai pribadi yang senang tinggal di Gang Ijan, bersama yang lainnya. Kini ia meninggalkan pekerjaannya sebagai pengacara. Menggabungkan diri dengan para pejuang, sebagai "penghubung" antarsektor.

Ia melakukan praktik "bunuh diri kelas", dan tentu saja ia bergerak dengan segala kelicinan dan taktik yang beragam. Sebab kalau diketahui NICA atau kaki tangannya, pasti ia ditawan atau ditembak mati seketika itu juga. Begitulah kira-kira.

Tentu saja masih banyak tokoh lain yang belum disebut dalam ulasan singkat ini. Mengingat keterbatasan waktu dan ruang, kita lanjut ke buku selanjutnya, yang memberi ruang pada sejarah zaman Orba.

Melukis Jalan Astana

Buku Melukis Jalan Astana. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma Nugraha)
Buku Melukis Jalan Astana. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma Nugraha)

Buku ini mengambil latar era 80an. Melukis Jalan Astana. Begitu Iman Herdiana memberi judul bukunya. Ia mengajak kita menyelami Bandung pada masa Orde Baru. Ada beberapa hal yang bisa kita cermati dari buku ini.

Pertama, pembangunan. Kedua, perburuan. Misal, operasi petrus (penembakan misterius) yang dibahas secara penuh. Menjadi kisah kelam zaman itu. Publik diingatkan bahwa situasi tidak baik-baik saja, untuk sebagian kalangan.

Desa Astana merupakan nama yang dipilih sebagai tempat. Kala itu, pada era 1980an, pemerintah Orde Baru gencar menjalankan program Repelita. Wacana pembangunan infrastruktur dicanangkan. Menjadi penanda modernitas.

Ironisnya, di balik itu, ada operasi petrus. Kebijakan rahasia untuk "membersihkan kelompok yang dianggap mengganggu. Mereka dikenal sebagai gali (gabungan anak liar), bromocorah, atau orang bertato. Dalam buku ini tercatat nama-nama seperti Agus Begal, Sule, dan Hendra Doleng yang terseret menjadi korban.

Mereka diburu dengan kejam. Ditembak. Disayat. Kadang mayatnya dibuang begitu saja. Kadang di Sungai Cikapundung, trotoar, atau pintu rumah. Operasi semacam ini diklaim demi stabilitas. Menjadi bukti betapa mudahnya menyingkirkan mereka yang papa.

Tokoh sentral novel ini namanya Samoja. Ia seorang seniman desa, yang turut merasakan dampak petrus. Ia juga memimpin pergerakan warga Astana terhadap penutupan jalan desa untuk proyek pembangunan. Menggunakan seni sebagai bentuk protes, melalui petisi dan pameran lukisan. Namun, perjuangannya dianggap mengancam kekuasaan, menjadikannya target penculikan, serupa dengan nasib para gali.

Ini memperlihatkan betapa rapuhnya kebebasan berpendapat di masa Orde Baru. Kritik terhadap kebijakan bisa berujung petaka. Novel ini juga menyentil fenomena SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah), semacam judi legal yang diharap bisa mendatangkan kekayaan bagi warga Astana; bisa keluar dari kemiskinan. Namun, pada praktiknya sungguh punya dampak sosial yang besar.

Ada semacam kontradiksi antara janji manis kemajuan dan realitas yang dialami kaum menengah ke bawah. Saya kira itulah yang membuat kisah di dalam Melukis Jalan Astana relevan. Ia memuat apa yang terjadi kurleb 40 tahun lalu. Namun isu yang dibahas terasa aktual. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Yogi  Esa Sukma Nugraha
Sehari-hari mengajar di SMA, sesekali menulis kolom
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 10 Okt 2025, 19:28 WIB

Program Makan Bergizi Gratis dan Ujian Tata Kelola Birokrasi

Insiden keracunan massal pelajar di Jawa Barat mengguncang kepercayaan publik terhadap program makan bergizi gratis.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Sumber: setneg.go.id)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 18:38 WIB

Bandung dalam Fiksi Sejarah

Boleh saja apabila tulisan ini diterima dengan rasa skeptis atau curiga. Karena pandangan dan pembacaan saya sangat mungkin terhalang bias selera.
Buku Melukis Jalan Astana. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma Nugraha)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 16:04 WIB

Mengamankan Momentum Akselerasi Manajemen Talenta ASN

Momentum akselerasi manajemen talenta ASN menjadi tonggak penting transformasi birokrasi Indonesia.
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai roda penggerak jalannya pemerintahan diharuskan untuk memiliki kompetensi dan kinerja yang optimal. (Sumber: babelprov.go.id)
Ayo Biz 10 Okt 2025, 15:56 WIB

Energi Hijau dan Oligarki: Dilema Transisi di Negeri Kaya Sumber Daya

Banyak daerah di Indonesia memiliki potensi energi terbarukan seperti air, angin, dan biomassa, namun terhambat oleh birokrasi dan minimnya insentif fiskal.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi menyoroti lanskap kebijakan energi nasional. (Sumber: dok. IWEB)
Ayo Biz 10 Okt 2025, 15:36 WIB

Membongkar Potensi Energi Terbarukan di Jawa Barat: Antara Regulasi dan Kesadaran Sosial

Dengan lanskap bergunung-gunung, aliran sungai yang deras, dan sumber daya biomassa melimpah, Jawa Barat memiliki peluang untuk menjadi pionir dalam kemandirian energi bersih.
Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Tri Yuswidjajanto Zaenuri Mengupas potensi Jawa Barat sebagai provinsi dengan potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan.
Ayo Biz 10 Okt 2025, 15:21 WIB

Setahun Pemerintahan Baru: Mampukah Indonesia Mandiri Energi?

Setahun setelah pemerintahan baru berjalan, isu kemandirian energi nasional kembali menjadi sorotan.
Diskusi bertajuk “Setahun Pemerintahan Baru, Bagaimana Kemandirian Energi Nasional?” yang diselenggarakan oleh Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) di Bandung, Jumat (10/10/2025). (Sumber: dok. IWEB)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 14:51 WIB

Islam Pemerintah: Menggeliat Berpotensi Mencederai Keragaman Umat

Inilah Islam Pemerintah selalu menjadi bahasa pengakuan tentang simbol muslim “sah” yang tidak radikal-teroris, tapi juga tidak liberal.
Berbagai Pakaian Muslimah, Pakaian Warga yang Jadi Penumpang Angkot (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 13:45 WIB

Stop Membandingkan karena Setiap Anak Punya Keunikan

Film Taare Zameen Par menjadi kritikan pedas bagi dunia pendidikan dan guru yang sering mengistimewakan dan memprioritaskan anak tertentu.
Setiap anak itu istimewa dan memiliki bakat unik (Sumber: Wikipedia)
Ayo Jelajah 10 Okt 2025, 11:44 WIB

Jejak Pembunuhan Sadis Sisca Yofie, Tragedi Brutal yang Gegerkan Bandung

Kasus pembunuhan Sisca Yofie pada 2013 mengguncang publik karena kekejamannya. Dua pelaku menyeret dan membacok korban hingga tewas di Bandung.
Ilustrasi. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 11:30 WIB

Sapoe Sarebu ala Dedi Mulyadi, Gotong-royong atau Kebijakan Publik yang Perlu Pengawasan?

Gerakan Sapoe Sarebu mengajak warga menyisihkan seribu rupiah sehari untuk membantu sesama.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 10:12 WIB

Jamet Tetaplah Menyala!

Lebay, tapi manusiawi. Eksplorasi dunia rakyat pinggiran sebagai ekspresi identitas dan kreativitas.
Pemandangan Rumah Rakyat dari Balik Jendela Kereta Lokal Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 09:26 WIB

Buku dan Segala Kebermanfaatannya

Membaca adalah jendela dunia, Menulis adalah jalan untuk mengubahnya.
Membaca adalah Jendela Dunia, Menulis adalah jalan untuk mengubahnya. Dan Bangsa yang rendah dalam literasi akan selalu rendah dalam peradaban. Pramoedya Ananta Toer (Sumber: Freepik)
Beranda 10 Okt 2025, 08:17 WIB

Gerakan Warga Kota Bandung Mengubah Kebiasaan Buang Jelantah Sembarangan

Minyak yang telah berubah warna menjadi pekat itu dikenal sebagai jelantah. Banyak orang membuangnya begitu saja, tanpa menyadari dampaknya bagi tanah dan air.
Warga membuang minyak goreng bekas atau jelantah ke dalam tabung UCOllet di Gereja Katolik Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria, Buahbatu, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Biz 09 Okt 2025, 18:55 WIB

Menjaga Napas Bisnis Wisata Alam Lewat Inovasi dan Strategi Berkelanjutan

Ketika industri pariwisata bergerak cepat mengikuti selera pasar, bisnis wisata alam menghadapi tantangan tak kalah kompleks untuk tetap relevan tanpa kehilangan esensi.
Ketika industri pariwisata bergerak cepat mengikuti selera pasar, bisnis wisata alam menghadapi tantangan tak kalah kompleks untuk tetap relevan tanpa kehilangan esensi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 18:31 WIB

Belajar dari Nurhayati & Subakat, Bisnis bukan Tentang Viral tapi Sustainable

Bisnis bukan sekedar viral. Apalagi jika tidak memedulikan aspek keamanan pada konsumen demi kapitalisme semata.
Belajar Bisnis dari Nurhayati & Subakat (Sumber: Screenshoot | Youtube Wardah)
Ayo Biz 09 Okt 2025, 17:19 WIB

UMKM Bangkit, Ekonomi Bergerak: Festival sebagai Motor Perubahan

Bukan sekadar penggerak sektor informal, UMKM dan pelaku ekonomi kreatif adalah pionir inovasi, penjaga warisan budaya, dan pencipta lapangan kerja yang adaptif.
Bukan sekadar penggerak sektor informal, UMKM dan pelaku ekonomi kreatif adalah pionir inovasi, penjaga warisan budaya, dan pencipta lapangan kerja yang adaptif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 09 Okt 2025, 17:18 WIB

Jejak Sejarah Cimahi jadi Pusat Tentara Hindia Belanda Sejak 1896

Cimahi dikenal sebagai kota tentara sejak masa kolonial Belanda. Sejak 1896, kota ini jadi pusat militer Hindia Belanda yang strategis.
Garinsun KNIL di Cimahi tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 15:50 WIB

Betulkah Gunung Sunda Terlihat dari Pesisir Koromandel India?

Tentang Gunung Sunda yang ditutupi salju abadi dan terlihat dari Koromandel, India. Apa iya? 
Keadaan ronabumi seperti inilah yang dilihat oleh masyarakat, bukan Gunung Sunda yang menjulang  tinggi. (Sumber: Istimewa)
Ayo Biz 09 Okt 2025, 14:45 WIB

Bobotoh Unyu-unyu, Komunitas Perempuan yang Menyimpan Peluang Ekonomi di Dunia Suporter

Jadi warna lain yang menyapa di laga Persib, Bobotoh Unyu-unyu bukan sekadar pendukung tapi wajah baru dalam dinamika suporter sepak bola Indonesia.
Jadi warna lain yang menyapa di laga Persib, Bobotoh Unyu-unyu bukan sekadar pendukung tapi wajah baru dalam dinamika suporter sepak bola Indonesia. (Sumber: dok. Bobotoh Unyu-unyu)
Ayo Jelajah 09 Okt 2025, 13:40 WIB

Gaduh Kisah Vina Garut, Skandal Video Syur yang Bikin Geger

Kasus Vina Garut bukan sekadar skandal video mesum. Ia adalah kisah kelam tentang eksploitasi, kemiskinan, dan nafsu yang dijadikan komoditas.
Ilustrasi (Sumber: Freepik)