Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 06 Okt 2025, 14:18 WIB
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)

Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)

AYOBANDUNG.ID - Bandung hari ini dikenal sebagai kota kreatif, kota fesyen, kota kuliner, kota musik, bahkan kota macet. Namun jauh sebelum segala label itu menempel, Bandung sudah punya julukan klasik yang begitu mentereng: “Parijs van Java”. Kedengarannya glamor, romantis, dan tentu saja Eropa sekali. Tapi, siapa sangka, julukan ini berawal bukan dari pujian, melainkan… sindiran.

Sejarawan lokal Bandung, Haryoto Kunto, dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, menuturkan kisah paling populer soal lahirnya istilah ini. Konon, seorang pedagang Yahudi-Belanda bernama Roth—pemilik toko mebel besar di Bragaweg—punya ide cemerlang di tahun 1920. Dalam sebuah pameran dagang kota, Jaarbeurs, Roth meluncurkan gimmick iklan dengan menyebut Bandung sebagai Parijs van Java.

Tujuannya sederhana: biar orang-orang terpesona, mampir, lalu belanja. Siapa sangka, istilah yang awalnya hanya trik marketing itu justru melekat abadi. Bandung akhirnya dikenal bukan sekadar kota pegunungan yang sejuk, tapi juga kota gaya, kota pamer, kota yang katanya mirip Paris di Pulau Jawa.

Tapi, ada versi lain yang lebih getir. Menurut Nandang Rusnandar dalam Sejarah Kota Bandung dari “Bergdessa” Menjadi Bandung “Heurin Ku Tangtung”, istilah itu sebenarnya pernah keluar dari mulut arsitek kondang Belanda, Hendrik Berlage, pada 1928.

Saat Congres Internationaux d’Architecture Moderne (CIAM) di Swiss, Berlage konon nyeletuk soal Bandung yang bangunannya terlalu kebarat-baratan. “Ah, ini mah Parijs van Java,” katanya, dengan nada menyindir. Maksudnya jelas: arsitektur Bandung saat itu sibuk meniru Eropa, lupa pada identitas tropisnya.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Sindiran itu, alih-alih bikin malu, justru jadi branding gratis. Mungkin orang-orang Belanda di Bandung kala itu tersenyum kecut: “Ya sudahlah, kalau mirip Paris, kenapa tidak kita pakai sekalian?” Sejak saat itu, Parijs van Java pun makin populer, bahkan dipakai pemerintah kolonial untuk jualan citra kota.

Julukan ini tak bisa dilepaskan dari peran Jalan Braga. Jalan yang awalnya cuma jalur pedati itu, pada awal abad ke-20 menjelma jadi pusat gaya hidup kolonial. Di sini berdiri toko-toko mewah, kafe, bioskop, sampai bank.

Terdapat Maison Bogerijen, restoran legendaris tempat gubernur jenderal Hindia-Belanda bersantap. Ada pula Au Bon Marché Modemagazijn, butik yang rajin mendatangkan mode terbaru dari Paris, lengkap dengan slogan berbunyi manis: wij brengen steeds de laatste mode (kami selalu menyajikan mode terbaru). Kalau hari ini orang Bandung belanja baju di factory outlet, dulu para nyonya Belanda pamer gaun Eropa di Braga.

Tak ketinggalan, deretan gedung bergaya art deco: Hotel Preanger, Savoy Homann, hingga Javasche Bank (sekarang BI). Kawasan Braga menjadi semacam catwalk kolonial, di mana orang kulit putih bisa pamer status sosial sekaligus belanja barang import.

Kenapa Bandung bisa jadi pusat segala kemewahan itu? Jawabannya ada di perkebunan. Dalam risalah yang terbit di Paradigma: Jurnal Kajian Budaya tahun 2020 berjudul “Melacak Akar Kreativitas di Kota Bandung Masa Kolonial”, peneliti sejarah Achmad Sunjayadi menjelaskan bahwa sejak akhir abad ke-19, Bandung sudah jadi rumah bagi para Preangerplanters—pengusaha perkebunan teh, kina, dan karet.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Kinderkerkhof sampai Parijs van Java

Undang-Undang Agraria 1870 memberi izin swasta Belanda membuka lahan di Hindia-Belanda. Bandung, dengan udara sejuk dan tanah subur, jadi ladang emas. Nama-nama seperti Bosscha, Kerkhoven, hingga Van der Hucht menetap di dataran tinggi Priangan. Uang berlimpah dari perkebunan mengalir ke kota, lalu diwujudkan dalam hotel, restoran, dan gedung-gedung gaya Eropa.

Tak heran bila pada 1920, Pemerintah Gemeente Bandoeng dengan percaya diri punya semboyan: Bandoeng is het paradijs der aardche schoonen. Daarom is het goed daar to wonen. Artinya, “Bandung adalah sorga permai di atas dunia. Maka baiklah tinggal di sana.” Kalau diiklanin zaman sekarang mungkin bunyinya: “Bandung, surganya healing.”

Julukan Parijs van Java ini punya dinamika. Pada masa kolonial, sebutan ini memang multitafsir: sindiran dari Berlage di satu sisi, tapi juga promosi wisata dan dagang di sisi lain. Lama-lama, ia berubah jadi semacam branding resmi. Kota Bandung dipoles habis-habisan agar mirip Eropa: jalan-jalan lurus, taman rapi, gedung art deco, dan fesyen ala Paris.

Suasana di sekitar Sociëteit Concordia (Gedung Merdeka) tahun 1935. (Sumber: KITLV)
Suasana di sekitar Sociëteit Concordia (Gedung Merdeka) tahun 1935. (Sumber: KITLV)

Setelah kemerdekaan, julukan itu tetap bertahan. Meski suasana Braga tak semewah dulu, Bandung tetap dipandang sebagai kota gaya. Pada 1950-an, Presiden Soekarno bahkan rajin nongkrong di Savoy Homann dan Hotel Preanger. Bandung jadi kota kongres, kota musik, hingga kota mode. Identitas “Paris van Java” terus diwarisi, meski konteksnya berubah.

Tak semua orang sepakat dengan istilah ini. Ada sejarawan yang mengkritik penulisan Paris van Java alih-alih Parijs, sesuai ejaan Belanda. Ada juga yang bilang: buat apa repot-repot menempelkan nama Paris? Kenapa tidak bangga dengan identitas Sunda saja?

Baca Juga: Julukan Parijs van Java Bandung Diprotes Sejak Zaman Baheula

Tapi begitulah branding: sekali melekat, sulit dicopot. Paris memang terdengar lebih menjual ketimbang, katakanlah, “Cimahi van Java” atau “Purwakarta van Java.” Pada akhirnya, sebutan ini lebih banyak dipakai sebagai strategi promosi wisata ketimbang klaim budaya.

Saa memasuki era modern, Bandung kembali memperkuat citra “Paris van Java” lewat industri fesyen. Pada 1990-an, kota ini dikenal dengan factory outlet dan distro yang menyasar kalangan muda. Fenomena ini seolah menghidupkan kembali tradisi lama Bandug sebagai pusat mode.

Bandung kini juga bukan sekadar Paris tiruan. Ia juga kota musik, kota kreatif, bahkan kota teknologi. Tapi warisan kolonial tetap jadi daya tarik, terutama bagi wisatawan yang ingin bernostalgia di Braga sambil berfoto di depan gedung art deco.

Julukan Parijs van Java menjadi klasik bagaimana identitas kota bisa berubah makna. Apa yang awalnya hanya sindiran atau trik dagang, justru menjelma jadi kebanggaan. Paris mungkin jauh di Eropa, tapi di Jawa, Bandung berhasil menciptakan versinya sendiri—dengan gunung, cuaca sejuk, gedung art deco, dan jalan Braga yang masih jadi catwalk sampai hari ini.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 06 Okt 2025, 20:33 WIB

Bandros Bandung, Wisata Kota yang Menghidupkan Cerita dan Ekonomi Lokal

Bandros bukan hanya kendaraan, tapi juga simbol kreativitas dan keramahan Bandung sebagai kota wisata.
Bandros, bus wisata keliling kota yang sejak pertama kali hadir, selalu membawa cerita dan keceriaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 19:18 WIB

Bandung, Futsal, dan Masa Depan Sport Tourism Nasional

Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru.
Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 18:36 WIB

Pasar Properti Bandung 2025: Celah Investasi di Tengah Lonjakan Permintaan

Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian.
Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban dari kota-kota sekitar menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian. (Sumber: dok. Summarecon)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 18:18 WIB

Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Partisipasi publik adalah ruh demokrasi.
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 17:02 WIB

10 Netizen Terpilih September 2025: Karya Berkualitas tentang Bandung

Hari ini Ayobandung.id merilis daftar 10 penulis terpilih yang memberikan kontribusi luar biasa di kanal AYO NETIZEN selama September 2025.
AYO NETIZEN merupakan kanal yang menampung tulisan para pembaca Ayobandung.id. (Sumber: Lisa from Pexels)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 15:42 WIB

12 Agama yang Membentuk Hidup Kita

Agama membantu kita untuk berpikir ulang tentang eksistensi.
Menerima Kitab Yang Empat Konghucu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Kawan Penulis)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 14:18 WIB

Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Iklan seorang pedagang Belanda tahun 1920 melahirkan julukan “Parijs van Java”. Kini, Bandung dikenal sebagai kota fesyen dan kreatif.
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 13:15 WIB

Hikayat Urban Legend Rumah Gurita Bandung, Geger Disebut Tempat Pemujaan Setan?

Urban legend Rumah Gurita bukan hanya cerita horor, tapi cermin budaya urban Bandung yang kaya imajinasi dan sejarah arsitektur kreatif.
Potret Rumah Gurita di kawasan Sukajadi, Kota Bandung.
Beranda 06 Okt 2025, 10:50 WIB

Jejak Panjang Harry Suliztiarto Merintis Panjat Tebing Indonesia

Sebagai seorang perupa, ia terbiasa menciptakan sesuatu dari keterbatasan. Maka ketika belum ada peralatan panjat di Indonesia, Harry membuat semuanya sendiri.
Harry Suliztiarto orang yang pertama kali memperkenalkan olah raga panjat
tebing ke Indonesia. (Sumber: IG sultan_tanah_tinggi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 10:12 WIB

Pangsi, Iket, dan Ki Sunda

Inilah salah satu cara kita untuk ngamumule budaya Sunda. Jika bukan kita yang melakukannya, lalu siapa lagi?
Pesilat dari Paguron Gajah Putih Baleendah menampilkan gerakan pencak silat pada gelaran Bandung Lautan Pangsi, Selasa 11 Juli 2023. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 07:51 WIB

Pelukan Metodologi Pembelajaran yang tidak Bersentuhan dengan Realitas

Fakta pendidikan di Indonesia, salah satunya metodologi pembelajaran yang tidak dekat dengan realitas.
Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Eko Prasetyo Milik Perpustakaan Salman ITB (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 20:20 WIB

Suara Pembebasan dan Agama-Agama yang Jarang Diceritakan

Di balik agama-agama mapan, banyak tradisi yang lahir dari keresahan sosial dan keberanian menantang ketidakadilan.
Toko Bernama "Religion" (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 15:01 WIB

Jain dan Sunda di Restoran 'Hijau' Bandung

Di Kota Bandung, ada restoran bernama Kehidupan Tidak Pernah Berakhir yang unik.
Salah Satu Sudut di Restoran "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 13:26 WIB

Mitigasi Gempa Bumi bila Patahan Baribis Bergoyang

Memahami pentingnya mitigasi dalam segala hal, bukan sekedar apel kesiagaan.
Singkapan patahan di Desa Cibuluh, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 12:00 WIB

HAM Omong Kosong di Kota Kreatif: Kasus Bandung Zoo dan Hak Masyarakat atas Ruang Publik

Bandung Zoo bukan hanya tempat rekreasi murah meriah. Ia adalah ruang edukasi lingkungan bagi sekolah, mahasiswa, dan keluarga.
Suasana Kebun Seni saat ini yang satu amparan dengan Kebun Binatang (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 11:10 WIB

Shinto, Sunda, dan Saikeirei: Sejarah Agama dan Kekuasaan

Saikeirei selama pendudukan Rezim Militer Jepang menyingkap benturan antara iman, kekuasaan, dan identitas lokal.
Sketsa Saikeirei (Sumber: Gambar Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 10:03 WIB

Berkelana sembari Membangun Rumah Belajar bersama Bookstagram Alwi

Perjalanan seorang pegiat literasi bernama Alwi Johan Yogatama.
Perjalanan Alwijo Nebeng ke NTT untuk Bangun Rumah Belajar (Sumber: Instagram | alwijo)
Ayo Jelajah 05 Okt 2025, 08:05 WIB

Sejarah Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, Wariskan Beban Gunungan Utang ke China

Jepang bawa Shinkansen, Tiongkok bawa pinjaman. Sejarah proyek kereta cepat Jakarta–Bandung sarat persaingan dan beban utang.
Proses pembangunan jalur Kereta Cepat Whoosh yang juga berdampak terhadap sejumlah lahan warga. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 17:34 WIB

Bisnis Sport Tourism di Bandung Makin Bergairah Berkat Tren Padel

Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 15:37 WIB

Harga Tiket Masuk dan Wahana di Skyward Project: Wisata Tematik Baru di Bandung

Berlokasi di kawasan Pasir Kaliki, Skyward Project bukan sekadar tempat bermain tapi juga ruang belajar, eksplorasi, dan nostalgia yang dirancang untuk semua kalangan.
Mengusung konsep edutainment, Skyward Project membangun narasi dari sejarah lokal yang nyaris terlupakan. (Sumber: dok. Skyward Project)