Julukan Parijs van Java Bandung Diprotes Sejak Zaman Baheula

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Kamis 02 Okt 2025, 15:52 WIB
Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)

Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)

AYOBANDUNG.ID - Di masa silam, Bandung sempat dipromosikan bak Paris-nya Hindia Belanda. Padahal, jangankan Menara Eiffel, air mancur pun belum tentu ada. Tapi toh, julukan Parijs van Java tetap melekat seperti lem alteco di iklan TV. Dari mana sebenarnya asal julukan yang agak jumawa ini?

Tepat tanggal 9 April 1938, sebuah surat masuk ke redaksi koran Sipatahoenan. Penulisnya anonim, hanya disebut sebagai "kiriman". Isinya bernada protes. Menurut si penulis, julukan Parijs van Java itu ngaco. "Julukan itu datang dari reklame seorang pengusaha bioskop yang pengin laku dagangannya,” tulis si pemrotes dalam surat yang diberi judul Lain Parijs van Java, tapi Bandoeng Anjar atawa Nieuw-Bandoeng.

Kok bisa ngaco? Alasannya cukup masuk akal, meski agak sinis. Si pemrotes bilang, "Dari Jalan Merdeka sampai Tegalega, dari Cikudapateuh sampai Andir, kebun bambu dan sawah masih dengan mudah ditemukan." Artinya, Bandung tahun 1911 belum punya tampang kota, apalagi mirip Paris. Belum ada Louis Vuitton, belum ada orang jalan-jalan sambil pakai trench coat.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Lebih lanjut, ia nyinyir, "Pembuat reklamenya jelas-jelas belum pernah bepergian ke Paris. Belum pernah ke Paris tapi kok bisa-bisanya menyamakan Bandung dengan Paris. Sama di sebelah mananya?" Ujung-ujungnya, si pemrotes menyimpulkan, “iklan dari orang yang bodoh disambut oleh orang yang juga masih bodoh.”

Dalam surat yang sama, si pemrotes menuding bahwa media massa ikut bertanggung jawab menyebarkan julukan ini. “Julukan Parijs van Java dipopulerkan oleh Medan Prijaji, koran yang dipimpin RM Tirtoadisoerjo,” tulisnya. Nama-nama tenar disebut: Anggawinata, RB Tjitro, M. Wignjodormodjo, dan Mas Marco Kartodikromo. Tapi semua, katanya, "sama saja, pada belum pernah ke Paris..."

Protes julukan bandung Parijs van Java di koran Sipatahoenan.
Protes julukan bandung Parijs van Java di koran Sipatahoenan.

Dalam dunia jurnalistik masa itu, tampaknya tidak ada verifikasi lapangan soal julukan. Yang penting enak di telinga dan laku dibaca. Bahkan katanya, “dalam buku yang dikarang oleh orang Cirebon, julukan itu juga direklamekan.” Mungkin maksudnya: kalau sudah dicetak dan diedarkan, ya pasti dianggap benar.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Kinderkerkhof sampai Parijs van Java

Julukan itu seperti parfum KW: baunya sama-sama wangi, tapi isinya siapa yang tahu. Toh publik menikmatinya juga.

Walaupun sinis, tulisan ini menyiratkan satu hal: pada zaman itu, memberi julukan pada kota adalah tren yang lumrah. Bukan cuma Bandung yang dapat julukan bergaya Eropa. Garut dan Pacet misalnya, disebut Swiss van Java, sementara Pangandaran dijuluki Napoli van Java. Seolah-olah, makin barat bunyinya, makin kerenlah kesannya.

“Pokoknya keren,” begitu kira-kira logika saat itu. Kalau zaman sekarang, mungkin Bandung bakal dijuluki “Seoul van Java” hanya karena banyak yang operasi plastik dan kafenya penuh anak muda pakai hoodie oversized.

Pembelaan dari Hajati: Bandung Layak Dijuluki

Tentu saja ada yang menanggapi tulisan si pemrotes. Namanya Hajati. Ia tak terima Bandung diremehkan. Dalam tulisannya yang juga terbit di Sipatahoenan, Hajati berpendapat, “mereka yang menjuluki Bandung dengan julukan Parijs van Java bukannya tak punya kira-kira atau perasaan.”

Hajati berpendapat yang penting bukan bentuknya yang persis, tapi suasananya. Ia menyebut Bandung sebagai kota ramai dan asri. Katanya, "sari asri rea panghegar", yang bisa dimaknai sebagai tempat yang indah dan ramai.

Lebih lanjut, Hajati menyebutkan, “Toeroeg-toeroeg kawentar tempat soengapan ‘mode’ nepi ka dina hidji mangsa mah kawentar bendo-bandoeng, geloeng-bandoeng, kabaja-bandoeng, djeung djaba ti eta.” Bahasa Sundanya kental dan penuh gaya, menggambarkan Bandung sebagai pusat mode. Bahkan katanya, “toeroeg-toeroeg kawentar jen istri bandoeng gareulis, althans di bandoeng rea noe gareulis.” Bandung disebut-sebut kota gadis cantik.

Kalau begitu, pantaslah jika Bandung dibandingkan dengan Paris. Sama-sama punya vibe sebagai kota fashion dan wanita anggun. Tapi ya itu tadi, mungkin lebih pas disebut Bandung van Java, bukan Parijs van Java.

Begitulah gaya polemik zaman baheula. Penuh sindiran elegan tapi menohok. Tidak pakai capslock atau maki-maki macam kolom komentar zaman sekarang.

Julukan Parijs van Java memang penuh paradoks. Ia bisa dianggap sebagai bentuk inferiority complex zaman kolonial: meniru gaya Eropa sebagai ukuran kemajuan. Tapi di sisi lain, ia juga bisa dilihat sebagai strategi pemasaran jitu: branding awal dari kota yang ingin jadi besar.

Baca Juga: Bandung Kota Termacet Lagi, Jangan Sampai jadi Parkir van Java

Pada era Hindia Belanda, Bandung berkembang pesat sebagai kota resort, tempat peristirahatan orang Eropa, dengan vila-vila bergaya art deco dan jalan-jalan lebar berpohon rindang. Toko-toko mode, salon, serta rumah mode mulai bermunculan di Braga. Mungkin inilah yang kemudian menguatkan narasi bahwa Bandung “mirip Paris”.

Tapi tetap saja, Bandung bukan Paris. Ia punya watak sendiri, citarasa sendiri, dan sejarah sendiri. Di tengah gunung, bukan di tepi sungai. Dibalut semilir angin pegunungan, bukan angin musim gugur. Tapi toh, siapa yang peduli? Julukan tetaplah julukan.

Seperti banyak hal lain dalam sejarah, kadang yang simbolik bisa jauh lebih bertahan dibandingkan fakta. Bandung boleh saja dulu penuh sawah dan kebun bambu, tapi dalam imajinasi kolektif masa itu, ia sudah cukup elegan untuk disejajarkan dengan kota cahaya.

Dan hari ini, meskipun Paris tetaplah Paris, Bandung tetap tak kehilangan pesonanya. Mungkin karena ia memang bukan tiruan, melainkan punya gaya sendiri. Kalau Paris punya Champs-Élysées, Bandung punya Braga. Kalau Paris punya croissant, Bandung punya batagor.

Bandung adalah Bandung. Kadang mirip Paris, kadang tidak. Tapi jelas, selalu punya cerita.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:58 WIB

Bobotoh Kreatif yang Menyulap Cinta Persib Jadi Karya 3D

Kreativitas bobotoh memang tak pernah kehabisan akal. Dari tribun stadion hingga lini masa media sosial, dukungan untuk Persib yang berdiri sejak 1933 terus mengalir.
Karya 3D bertema Persib buatan Rully Ryana. (Sumber: instagram.com/persib3d)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:22 WIB

Bandung Merangkai Wisata Halal dalam Lanskap Urban yang Ramah

Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal.
Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 19:35 WIB

Transformasi Wisata Halal dari Tren Spiritual ke Peluang Ekonomi

Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual.
Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 19:29 WIB

Dari Sanghyang Tikoro ke Citarum Harum: Mitos yang Jadi Aksi

Dari mitos Saghyang Tikoro hingga program Citarum harum, sungai memberi pesan, bahwa menjaga kelestarian alam berarti menjaga masa depan.
Sejumlah pelajar, warga dan pegiat lingkungan melakukan aksi bersih-bersih sungai Citarum pada Rabu 30 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 17:03 WIB

Sejarah Jalan ABC Bandung, Benarkah Rasis?

Jalan ABC Bandung menyimpan perdebatan sejarah. Benarkah dari etnis Arab, Bumiputra, China, atau toko besar Tio Tek Hong?
Toko ABC di sekitar Pasar Baru bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 15:52 WIB

Julukan Parijs van Java Bandung Diprotes Sejak Zaman Baheula

Parijs van Java diprotes sejak 1938. Bandung dianggap tak mirip Paris, tapi branding ini tetap melekat hingga kini.
Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 15:27 WIB

Budaya Menyontek yang Sering Dianggap Sepele

Budaya menyontek sudah bermanifestasi menjadi kegiatan yang dikomersialkan dengan hadirnya jasa percaloan dalam dunia akademik.
Ruang kelas sekolah. (Sumber: Pexels/Sami TÜRK)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 14:35 WIB

Strategi Baru Widyaiswara, dari Variasi Metode hingga Kelas Inklusif

Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif.
Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif. (Sumber: rotendaokab.go.id)
Mayantara 02 Okt 2025, 12:08 WIB

Blokir WhatsApp (Ritual Digital dalam Relasi Sosial)

Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup.
Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup. (Sumber: Pexels/Image Hunter)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 10:22 WIB

Beberapa Kejanggalan dalam Keracunan Program MBG di Cipongkor

Program MBG yang digadang-gadang sebgai proyek prestisius ini ternyata menuai polemik dan temuan masalah di lapangan.
Dapur Makmur Jaya yang jadi tempat memasak menu MBG penyebab keracunan massal. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 07:45 WIB

Melacak Api Zoroaster di Kehidupan Sunda Kontemporer

Sunda terhubung dengan agama-agama yang jauh ada di sana, dengan dunia yang multikultur.
Unggahan Akun Instagram @indocapsclub_bandung (30/09/22) yang Menampilkan Topi dengan Lambang Faravahar (Sumber: https://www.instagram.com/p/CjHdSdQvV45/?igsh=b3ZzbWxxMGhub3o= | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 20:10 WIB

Klinik Premium dan Masa Depan Estetika, Bandung Jadi Barometer Industri Kecantikan

Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri.
Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri. (Sumber: dok. L'viors)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 18:32 WIB

Mi Bakso Legendaris ‘Abrag’: Doyan Baksonya tapi Gak Tahu Apa Itu ‘Abrag’

Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur.
Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur. (Sumber: Ulasan Google oleh Fitrie)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 17:09 WIB

Wisata Alam yang Terus Berevolusi dan Masa Depan Geowisata Bandung

Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital.
Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 17:00 WIB

ASN Belajar dari Genggaman, dari Layar Kecil Menuju Perubahan Besar

Artikel ini menyoroti peluang dan tantangan pembelajaran digital Aparatur Sipil Negara (ASN) lewat gawai.
 (Sumber: ChatGPT | Foto: Ilustrasi)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 16:13 WIB

Learning Agility: Panduan Survival di Era Perubahan

Menghadapi dunia yang terus berubah, jabatan dan ijazah hanya menjadi pelengkap, hal utama adalah kelincahan untuk terus belajar.
Ilustrasi Aparatur Negeri Sipil (ASN). (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 01 Okt 2025, 15:43 WIB

Pasukan Khusus Pergi ke Timur, Jawa Barat Senyap Pasca Kup Gagal G30S

Ketika Jawa Tengah banjir darah, Jawa Barat relatif sunyi pasca G30S. Sejarah militer dan strategi Siliwangi jadi pembeda.
Tentara Resimen Cakrabirawa yang melakukan penculikan Dewan Jenderal saat kup G30S dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.
Ayo Biz 01 Okt 2025, 15:24 WIB

Sushi Menjamur di Bandung: Gaya Hidup Urban yang Kian Bersahabat dengan Rasa Jepang

Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam.
Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 01 Okt 2025, 14:06 WIB

Menguak Kisah Branghang Lebakgede, Lorong Kecil yang Mengubah Wajah Lingkungan di Kecamatan Coblong

Revitalisasi branghang ini ternyata menjadi pintu masuk bagi gagasan lain yang lebih besar. Dari sinilah Inong kemudian berani melangkah ke program pengelolaan sampah yang lebih serius.
Tanaman hidroponik di branghang Kelurahan Lebak Gede, RW9 Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 12:10 WIB

Laju Perjalanan Haikal, Petinju Pelajar yang Bersinar di Popda Jabar 2025

Haikal merupakan seorang petinju sekaligus pelajar yang meraih emas di Popda Jabar 2025.
Bersama kedua lawannya yang tangguh, Haikal naik podium. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma N.)