Bandung Kota Termacet Lagi, Jangan Sampai jadi Parkir van Java

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Minggu 06 Jul 2025, 18:54 WIB
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Di Bandung, macet bukan kejadian. Ia lebih seperti musim. Datang dan menetap. Kalau dulu hanya saat liburan, kini setiap hari terasa seperti akhir pekan yang kacau.

Laporan TomTom Traffic Index 2024 seperti menyetel kembali lagu lama yang pernah jadi hits: Bandung macet. Tak hanya termacet di Indonesia, tapi masuk 20 besar dunia, tepatnya di posisi ke-12. Rata-rata, orang perlu 33 menit untuk menempuh jarak 10 kilometer. Jakarta? 'Hanya' 23 menit.

TomTom Traffic Index 2024 baru saja merilis daftar kota paling macet di dunia. Dari 387 kota yang disurvei, Bandung duduk di peringkat ke-12 global—yang paling macet se-Indonesia. Rata-rata perjalanan 10 kilometer di kota ini memakan waktu 33 menit. Untuk jarak yang sama, Jakarta ‘hanya’ butuh 23 menit. Surabaya, Palembang, dan Medan pun lebih cepat.

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, tak bersembunyi di balik dalih. “Saya sih malu yah Kota Bandung dicap sebagai Kota termacet se-Indonesia,” katanya, 5 Juli 2025. “Bukan membanggakan, jadi perbaikan utama adalah sistem transportasi.”

Tapi warga sudah lebih dulu merasakannya. Agung, karyawan swasta di Jalan Cihampelas, punya kenangan indah tentang Bandung tempo dulu. “Tahun 2014 mah dari rumah ke kantor cuma setengah jam. Sekarang satu jam juga belum tentu sampai,” ujarnya. “Telat 5 menit dari rumah bisa molor banget sampai ke tempat kerja.”

Kemacetan bukan hanya soal kendaraan yang padat, tapi waktu hidup yang hilang. Rasa letih yang datang sebelum bekerja. Orang Bandung tahu betul: bangun pagi tak cukup, harus bangun lebih pagi dari yang pagi.

Farhan menyebut biang kerok utamanya. Mudah saja ditebak, tapi sulit dicari solusinya. “Kenapa Bandung macet? Karena (warganya) banyak beli kendaraan pribadi mobil, motor, karena transportasi jelek sekali. Ini mah fakta. Jumlah penduduk Kota Bandung 2,6 juta, jumlah kendaraan pribadi nomor D Bandung itu 2,3 juta.”

Data dari World Bank mendukung ucapan Farhan. Hanya 13% warga Bandung yang menggunakan transportasi umum. Sisanya lebih percaya pada motor matik dan mobil LCGC.

Lima tahun lalu, Asian Development Bank (ADB) juga pernah mengumumkan Bandung sebagai kota termacet di Indonesia versi mereka. Dalam survei 2019, Bandung duduk di posisi ke-14 Asia, mengalahkan Jakarta yang di posisi ke-17. Pemerintah sempat cari-cari alasan soal indikator ADB kala itu. Namun angka tetaplah angka. Jalan-jalan kota tak bisa dibantah dengan argumen metodologi. Setiap pagi dan sore, warga Bandung tetap terjebak dalam lautan kendaraan.

Baca Juga: Kematian 7 Satwa di Bandung Zoo, Kisruh Internal dan Bayangan Kasus Kardit yang Belum Hilang

Pasca laporan ADB, Pemkot Bandung menggagas program Bandung Urban Mobility. Program ini digadang-gadang jadi solusi untuk mengurai simpul kemacetan. Koridornya banyak: penambahan bus TMB, aktivasi ulang sepeda sewa Boseh, konversi angkot jadi bus, sampai pembangunan fly over.

Tapi seperti lagu lama yang diputar berulang, judulnya keren, isinya itu-itu juga. Sampai sekarang, tak banyak orang yang tahu ke mana program itu melaju. Apakah masih hidup, sedang koma, atau sudah berganti nama dengan jargon lain yang lebih nyaring di telinga tapi nihil di lapangan.

Omomg-omong soal metodologi, TomTom mengandalkan data pergerakan mobil yang disebut Floating Car Data (FCD). Data ini dikumpulkan dari mobil-mobil yang terhubung internet, aplikasi GPS di HP, alat navigasi dashboard, dan perangkat pelacak di mobil-mobil logistik. Setiap hari, mereka bisa “melihat” 1 dari 4 mobil di jalanan Eropa dan Amerika.

Dari data ini, TomTom menyusun Indeks lalu lintas, termasuk peta kemacetan dunia. Tapi yang menarik, definisi kota mereka bukan berdasarkan peta administrasi, melainkan berdasarkan ke mana orang-orang bepergian. Wilayah kota dibagi jadi petak-petak kecil, lalu dilihat petak mana yang paling sering saling terhubung oleh perjalanan. Daerah dengan 20% perjalanan terpadat disebut pusat kota, sementara yang mencakup 80% jadi wilayah metropolitan.

Kemacetan dihitung dari selisih waktu tempuh aktual dengan waktu tempuh ideal—yakni saat jalanan benar-benar kosong. Kalau misalnya seseorang butuh 30 menit untuk menempuh 10 km padahal waktu idealnya 20 menit, berarti kemacetannya 50%. Angka ini dihitung untuk seluruh ruas jalan di kota itu, lalu dirata-rata.

Kemacetan di Flyover Antapani. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Kemacetan di Flyover Antapani. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)

Bandung, kota yang jumawa disebut Paris van Java harus cepat beranjak jika tak ingin beroleh gelar “Parkir van Java.” Karena lebih banyak kendaraan yang diam daripada yang bergerak. Wacana dan program silih berganti, tapi kemacetan tetap abadi.

Kemacetan bukan cuma soal kesabaran yang diuji. Ia juga membakar uang secara diam-diam, perlahan tapi pasti. Penelitian oleh RA Hermawan dan R. Haryatiningsih dalam Bandung Conference Series: Economics Studies tahun 2022 menyebut, sepeda motor yang biasanya hanya butuh satu liter pertalite untuk perjalanan normal, bisa menghabiskan hingga dua liter dalam kondisi macet. Artinya, uang yang dikeluarkan pengendara pun ikut berlipat.

Dengan harga pertalite saat ini yang menyentuh Rp10.000 per liter, satu motor bisa merugi Rp10.000 per hari hanya karena harus berhenti-berjalan dalam lalu lintas. Bayangkan jika itu terjadi setiap hari kerja selama sebulan.

Tiga tahun lalu, estimasi kerugian akibat konsumsi bahan bakar di Bandung untuk kendaraan roda dua saja menyentuh angka Rp170 miliar. Dan itu hanya dari pertalite.

Statistik mobil pribadi tentu lebih menyedihkan. Kerugiannya bisa mencapai Rp20.000 hingga Rp40.000 per hari, tergantung bahan bakarnya. Untuk pengguna pertalite, kisarannya sekitar Rp28.000. Tapi kalau pakai V-Shell? Tak perlu kalkulator untuk tahu jawabannya.

Laporan Kementerian Perhubungan pada 2024 bahkan menyebut, total kerugian ekonomi akibat kemacetan di Kota Bandung mencapai Rp12 triliun per tahun.

Ini belum termasuk kerugian yang tak tercatat: polusi udara yang mengganggu paru-paru, stres yang menggigiti kepala, dan waktu hidup yang menguap begitu saja di dashboard kendaraan. Seorang warga Bandung kehilangan sekitar 108 jam per tahun hanya karena terjebak macet.

Jangan kira itu hanya terjadi di pusat kota. Wilayah seperti Bojongsoang yang jadi simpul antara Bandung Selatan dan pusat kota juga sudah jadi korban. Macet kini semakin menjalar seperti demam yang tak kunjung reda.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan Tsunami 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ‘Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng “Mas Iput”? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya “Mas Iput”. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig Café Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)