Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 18 Des 2025, 17:42 WIB
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)

Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Dalam sejarah teknologi modern, Java termasuk anomali yang menarik. Ia bukan sekadar bahasa pemrograman, melainkan juga sebuah nama yang terasa manusiawi. Java tidak terdengar seperti produk laboratorium, melainkan seperti sesuatu yang akrab di dapur dan meja kerja. Di balik kesederhanaan namanya, Java menyimpan hikayat panjang tentang ambisi teknologi, budaya kerja para insinyur, dan jejak tak langsung Indonesia dalam sejarah digital global.

Kisah Java bermula pada awal 1990-an, ketika industri teknologi masih mencari arah. Internet belum menjadi ruang publik seperti sekarang, dan gagasan tentang perangkat pintar masih terdengar eksperimental. Di tengah iklim itulah Sun Microsystems membentuk sebuah tim kecil yang ditugaskan mengerjakan proyek masa depan. Tim ini dipimpin oleh James Gosling, seorang insinyur perangkat lunak yang dikenal perfeksionis, tenang, dan cenderung lebih nyaman berbicara lewat kode ketimbang presentasi.

Gosling tidak bekerja sendirian. Ia ditemani Patrick Naughton dan Mike Sheridan, dua insinyur lain yang ikut membidani proyek yang kemudian dikenal sebagai Green Team. Mereka diberi kebebasan besar, bahkan secara fisik dipisahkan dari kantor utama Sun. Langkah ini disengaja agar tim bisa bekerja tanpa gangguan birokrasi dan tekanan bisnis jangka pendek. Dari ruang kerja yang relatif terisolasi itu, mereka mulai merancang sebuah bahasa pemrograman baru yang fleksibel, aman, dan dapat berjalan di berbagai perangkat.

Baca Juga: Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Visi awal proyek ini sebenarnya bukan internet. Green Team membayangkan dunia di mana televisi, pemutar video, dan peralatan rumah tangga memiliki chip dan dapat diprogram. Untuk itu, mereka membutuhkan bahasa yang tidak terikat pada satu jenis mesin. Sebuah bahasa yang bisa dibawa ke mana-mana, tanpa perlu ditulis ulang. Gagasan inilah yang kemudian menjadi inti Java.

Bahasa yang mereka kembangkan mula-mula dinamai Oak. Nama itu diambil dari pohon oak yang tumbuh di dekat kantor James Gosling. Oak dipilih karena melambangkan kekuatan dan daya tahan. Dalam konteks teknis, Oak mencerminkan ambisi Gosling untuk menciptakan bahasa yang stabil dan tidak rapuh oleh perubahan teknologi. Namun, persoalan muncul ketika proyek ini mendekati tahap komersialisasi.

Baca Juga: Hikayat Java Preanger, Warisan Kopi Harum dari Lereng Priangan

Logo Java.
Logo Java.

Soalnya bukan pada kode, melainkan pada nama. Oak ternyata sudah digunakan sebagai merek dagang oleh perusahaan lain. Bagi Sun Microsystems, ini bukan sekadar kendala administratif. Tanpa nama baru, peluncuran bahasa pemrograman tersebut bisa tertunda atau bahkan batal. Maka dimulailah proses pencarian identitas baru yang berlangsung cepat, intens, dan penuh perdebatan.

Di fase inilah peran Kim Polese menjadi penting. Sebagai manajer produk, Polese bertugas menjembatani dunia teknis para insinyur dengan kebutuhan branding dan pemasaran. Ia mendorong pencarian nama yang tidak terdengar kaku, tidak terlalu teknis, dan tidak terikat langsung pada istilah internet yang saat itu sedang naik daun. Menurut pendekatan Polese, bahasa ini harus terasa hidup dan relevan dalam jangka panjang.

Tim pengembang pun menggelar sesi curah gagasan. Berbagai nama sempat dipertimbangkan. Sebagian terdengar terlalu ilmiah, sebagian lain justru terasa seperti produk mode yang cepat usang. Longlist namanya termasuk Silk, DNA, Lyric, Pepper, NetProsse, Neon, Ruby, WebRunner Language, WebDancer, WebSpinner, hingga Java.

Baca Juga: Jejak Kabupaten Batulayang, Lumbung Kopi Belanda di Era Preangerstelsel

Pada dekade 1990-an, istilah java masih sangat lazim digunakan di Amerika Serikat sebagai sinonim kopi.

Setelah perdebatan panjang, seorang anggota tim secara spontan menyarankan Java. Ide itu langsung diterima oleh seluruh tim. Nama ini dipilih karena terdengar revolusioner, hidup, dan mudah diingat. Jim Waldo menambahkan, nama Java juga terasa tepat karena para programmer kerap mengonsumsi java sebagai teman begadang.

Sebuah kata pendek, mudah diingat, dan sudah lama hidup dalam bahasa sehari-hari sebagai sebutan untuk kopi. Bagi para pengembang Sun, kopi bukan sekadar minuman, melainkan bagian dari ritme kerja. Ia menemani malam-malam panjang, debugging yang melelahkan, dan diskusi teknis tanpa akhir.

Dua puluh tujuh tahun kemudian, Java tetap menjadi fondasi penting bagi perangkat lunak modern di seluruh dunia.

Java akhirnya dipilih bukan karena makna teknisnya, melainkan justru karena ketidakteknisannya. Ia netral, mudah dieja di berbagai bahasa, dan tidak mengurung bahasa pemrograman ini dalam satu tren teknologi tertentu. Tanpa disadari, nama itu juga membawa jejak geografis yang panjang. Java merujuk pada Pulau Jawa, wilayah yang sejak abad ke-17 dikenal dunia sebagai penghasil kopi utama.

Jauh sebelum menjadi nama bahasa pemrograman, Java sudah lebih dulu dikenal sebagai simbol kualitas kopi. Melalui perdagangan global yang dikuasai perusahaan Eropa, kopi dari Jawa menyebar ke berbagai belahan dunia. Nama Java kemudian melekat sebagai istilah umum untuk kopi, bahkan ketika bijinya tidak lagi berasal dari Indonesia. Ketika Sun Microsystems mengadopsi nama ini, mereka sekaligus mewarisi sejarah panjang tersebut, meski mungkin tanpa niat eksplisit.

Java diperkenalkan ke publik dengan janji yang terdengar nyaris utopis: write once, run anywhere. Program yang ditulis dalam Java diklaim dapat dijalankan di berbagai sistem tanpa perubahan berarti. Di era ketika perbedaan sistem operasi sering menjadi mimpi buruk bagi pengembang, janji ini terasa revolusioner. Java pun cepat diadopsi, terutama setelah browser web mulai mendukungnya.

Baca Juga: Sejarah Bandung Jadi Ibu Kota Hindia Belanda, Sebelum Jatuh ke Tangan Jepang

Seiring waktu, Java tumbuh melampaui visi awal Green Team. Ia tidak hanya hidup di halaman web, tetapi juga menjadi tulang punggung aplikasi perusahaan, sistem perbankan, dan kemudian ekosistem Android. Bahasa yang awalnya dirancang untuk perangkat rumah tangga pintar justru menemukan rumahnya di server dan pusat data.

Logo Java yang menampilkan cangkir kopi mengepul memperkuat identitas tersebut. Ia sederhana dan bersahabat, jauh dari kesan mesin dingin. Logo itu seolah menegaskan bahwa Java lahir dari ruang kerja manusia, bukan dari ruang steril laboratorium.

Kini, setelah hampir tiga dekade, Java tetap bertahan meski dunia pemrograman terus berubah. Ia mungkin tidak selalu menjadi bahasa paling trendi, tetapi stabilitasnya membuatnya terus digunakan. Di balik baris-baris kode Java yang dijalankan di seluruh dunia, terselip kisah tentang James Gosling dan obsesinya pada portabilitas, Kim Polese dan kepekaannya pada identitas, serta secangkir kopi yang namanya dipinjam dari Pulau Jawa.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 13:31 WIB

Kebijakan Kenaikan Pajak: Kebutuhan Negara Vs Beban Masyarakat

Mengulas kebijakan kenaikan pajak di Indonesia dari sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakat Indonesianya sendiri.
Ilustrasi kebutuhan negara vs beban rakyat (Sumber: gemini.ai)
Beranda 18 Des 2025, 12:57 WIB

Upaya Kreator Lokal Menjaga Alam Lewat Garis Animasi

Ketiga film animasi tersebut membangun kesadaran kolektif penonton terhadap isu eksploitasi alam serta gambaran budaya, yang dikemas melalui pendekatan visual dan narasi yang berbeda dari kebiasaan.
Screening Film Animasi dan Diskusi Bersama di ITB Press (17/12/2025). (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:53 WIB

Dari Ciwidey Menembus India; Menaman dan Menjaga Kualitas Kopi Robusta

Seorang petani kopi asal Ciwidey berhasil menghasilkan kopi robusta berkualitas yang mampu menembus pasar India.
Mang Yaya, petani kopi tangguh dari Desa Lebak Muncang, Ciwidey—penjaga kualitas dan tradisi kopi terbaik yang menembus hingga mancanegara. (Sumber: Cantika Putri S.)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 12:12 WIB

Merawat Kampung Toleransi tanpa Basa-basi

Kehadiran Kampung Toleransi bukan sekadar retorika, basa-basi, melainkan wujud aksi nyata dan berkelanjutan untuk merawat (merayakan) keberagaman.
Seorang warga saat akan menjalankan ibadah salat di Masjid Al Amanah, Gang Ruhana, Jalan Lengkong Kecil, Bandung. (Sumber: AyoBandung.com | Foto: Ramdhani)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 11:04 WIB

Manusia dan Tebing Citatah Bandung

Mari kita bicarakan tentang Citatah.
Salah satu tebing di wilayah Citatah. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 10:06 WIB

Satu Tangan Terakhir: Kisah Abah Alek, Pembuat Sikat Tradisional

Kampung Gudang Sikat tidak selalu identik dengan kerajinan sikat. Dahulu, kampung ini hanyalah hamparan kebun.
Abah Alek memotong papan kayu menggunakan gergaji tangan, proses awal pembuatan sikat. (Foto: Lamya Fatimatuzzahro)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 09:52 WIB

Wargi Bandung Sudah Tahu? Nomor Resmi Layanan Aduan 112

Nomor resmi aduan warga Bandung adalah 112. Layanan ini solusi cepat dan tepat hadapi situasi darurat.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 07:15 WIB

Akhir Tahun di Bandung: Saat Emas bagi Industri Resort dan Pariwisata Kreatif

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2026, lonjakan kunjungan ke Kota Bandung serta tren wisata tematik di resort membuat akhir tahun menjadi momentum emas bagi pertumbuhan industri resort dan pariwisata.
Salah satu faktor yang memperkuat posisi Bandung sebagai destinasi akhir tahun adalah kemunculan resort-resort dengan konsep menarik (Sumber: Instagram @chanaya.bandung)
Beranda 18 Des 2025, 07:09 WIB

Rumah Seni Ropiah: Bukan Hanya Tempat Memamerkan Karya Seni, tapi Ruang Hidup Nilai, Budaya, dan Sejarah Keluarga

Galeri seni lukis yang berlokasi di Jalan Braga, Kota Bandung ini menampilkan karya-karya seni yang seluruhnya merupakan hasil ciptaan keluarga besar Rumah Seni Ropih sendiri.
Puluhan lukisan yang dipamerkan dan untuk dijual di Rumah Seni Ropih di Jalan Braga, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 17 Des 2025, 21:48 WIB

Dari Bunderan Cibiru hingga Cileunyi Macet Parah, Solusi Selalu Menguap di Udara

Kemacetan di Bunderan Cibiru harus segera ditangani oleh Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan.
Pengendara Mengalami Kemacetan di Bunderan Cibiru, Kota Bandung, (1/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Sufia Putrani)