Jejak Sejarah Cimahi jadi Pusat Tentara Hindia Belanda Sejak 1896

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 09 Okt 2025, 17:18 WIB
Garinsun KNIL di Cimahi tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)

Garinsun KNIL di Cimahi tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Cimahi kiwari dikenal sebagai kota tentara. Tapi jauh sebelum baret hijau dan loreng TNI menguasai jalannya, serdadu berkulit pucat dengan seragam KNIL lebih dulu berbaris di sana. Sejarahnya jauh lebih tua dari berdirinya Republik. Di akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda memilih daerah berhutan di barat Bandung itu sebagai pusat militer Hindia Belanda. Letaknya strategis, dikelilingi bukit dan lembah, serta dekat jalur kereta ke Batavia. Sejak itu, Cimahi tumbuh bukan dari pasar atau pelabuhan, melainkan dari derap sepatu tentara.

Peneliti di Balai Arkeologi Bandung Iwan Hermawan dalam risalahnya Bandung Sebagai Ibukota Hindia Belanda mengurai kisah ini bermula pada tahun 1896. Pemerintah kolonial Belanda kala itu tengah sibuk memikirkan strategi pertahanan baru. Pengalaman pahit pada 1811, ketika Inggris dengan mudah merebut Batavia dari laut, membuat mereka sadar: kota pelabuhan terlalu rawan untuk dijadikan pusat kekuasaan. Serangan laut cepat, perubahan arah angin, dan wabah penyakit tropis di pesisir menjadi alasan kuat untuk mencari lokasi baru di pedalaman yang lebih aman.

Pandangan itu sudah muncul sejak masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada awal abad ke-19. Saat membangun Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), Daendels sudah melihat Bandung yang kala itu masih berupa hutan dan rawa sebagai tempat ideal untuk pusat pemerintahan baru. Udara sejuk, tanah luas, dan letak di tengah Pulau Jawa menjadikannya pilihan menarik. Namun, Bandung belum cukup siap secara infrastruktur dan logistik.

Baca Juga: Sejarah Bandung Jadi Ibu Kota Hindia Belanda, Sebelum Jatuh ke Tangan Jepang

Karena itu, puluhan tahun kemudian, Belanda memilih kawasan di sebelah barat Bandung itu sebagai lokasi militer yang strategis. Kota ini berada di jalur persimpangan dua rute penting antara Bandung dan Batavia: jalur kereta api dan Jalan Raya Pos. Dengan demikian, pasokan logistik dan pergerakan pasukan bisa dilakukan dengan cepat. Selain itu, Cimahi dikelilingi oleh bentang alam berupa perbukitan dan lembah yang menjadi benteng alami.

Sebelum 1896, Cimahi hanyalah daerah berhutan dengan beberapa kampung kecil dan pos peristirahatan kuda. Tapi begitu pemerintah kolonial menetapkannya sebagai garnisun resmi, kawasan ini langsung berubah wajah. Barak-barak besar, gudang amunisi, rumah komandan, dan lapangan latihan bermunculan.

Pada September 1896, Cimahi resmi diresmikan sebagai pusat militer Hindia Belanda. Mayor Infanteri C.A. van Loenen ditunjuk sebagai komandan pertama, dengan Letnan J.A. Kohler sebagai ajudan. Sejak saat itu, derap langkah tentara mulai menggema setiap hari di tanah yang sebelumnya sepi itu.

Cimahi bukan hanya menjadi tempat pelatihan tentara, tapi juga jantung koordinasi pasukan di Priangan Barat. Letaknya yang dekat dengan Bandung membuatnya ideal sebagai benteng pelindung bagi kota utama yang tengah tumbuh. Pembangunan pabrik senjata di Bandung, sebagaimana dicatat oleh Kunto (1984), semakin memperkuat posisi Cimahi sebagai pusat militer utama di Jawa Barat.

Dari Cimahi, rel kereta menghubungkan langsung ke pelabuhan aman di Cilacap di pantai selatan, sebuah jalur logistik vital jika perang besar benar-benar pecah. Dengan sistem transportasi yang efisien, Belanda merasa lebih siap menghadapi kemungkinan invasi musuh dari laut utara.

Kota ini berkembang pesat. Rumah-rumah komandan dibangun bergaya Indis di sekitar barak, sementara jalan-jalan baru dibuka untuk menghubungkan pusat latihan dengan stasiun kereta. Dalam dua dekade saja, Cimahi berubah dari hutan sunyi menjadi kota garnisun modern yang lengkap dengan tata ruang militer.

Di masa itu, militer Hindia Belanda (KNIL) tidak hanya berfungsi sebagai kekuatan tempur, tapi juga penegak hukum dan ketertiban. Sejak 1927, kebijakan resmi pertahanan Belanda menekankan peran KNIL sebagai penjaga “rust en orde” atau ketenangan dan ketertiban dalam negeri. Cimahi menjadi panggungnya: dari sinilah pasukan dikirim untuk memadamkan perlawanan di daerah-daerah dan mengamankan kepentingan kolonial.

Rumah Sakit militer di Cimahi. (Sumber: KITLV)
Rumah Sakit militer di Cimahi. (Sumber: KITLV)

Baca Juga: Sejarah Pemekaran Cimahi, Kota Tentara yang Lepas dari Bayangan Bandung

Tapi, di luar ketertiban yang diciptakan, Cimahi juga menyimpan paradoks. Ia dibangun untuk mempertahankan kekuasaan yang pada akhirnya justru runtuh di hadapannya sendiri.

Jantung Pertahanan yang Runtuh di Tangan Jepang

Jelang akhir 1930-an, Eropa dan Asia mulai panas. Perang Dunia II di ambang pintu, dan Jepang perlahan menancapkan kukunya di Pasifik. Belanda, yang masih memegang kendali atas Hindia Belanda, mulai panik. Mereka meninjau ulang kebijakan pertahanan yang terlalu bergantung pada perlindungan sekutu Inggris dan Amerika.

Bandung yang sudah punya Lapangan Terbang Andir (sekarang Lanud Husein Sastranegara), segera dipersenjatai ulang. Lapangan itu awalnya untuk penerbangan sipil, tapi sejak 1939 diubah menjadi pangkalan militer udara. Cimahi, sebagai garnisun darat, kembali sibuk. Barak diperluas, gudang senjata diperbanyak, dan latihan militer digencarkan.

Tapi semua itu tak cukup menahan kekuatan Jepang. Pada awal Maret 1942, pasukan Dai Nippon menyerbu Jawa dengan kecepatan yang mengejutkan. Batavia jatuh, dan para pejabat tinggi kolonial melarikan diri ke Bandung, yang sempat menjadi ibu kota de facto Hindia Belanda.

Di saat genting itu, Cimahi yang selama puluhan tahun menjadi benteng pertahanan, tak berdaya menghadapi invasi besar-besaran. Pasukan Jepang menembus garis pertahanan barat dan timur. Benteng-benteng di Sumedang—Gunung Palasari, Gunung Kunci, dan Gunung Gadung—yang dibangun antara 1914 hingga 1918, tak mampu menahan laju musuh.

Bangunan pertahanan itu, yang berdiri kokoh dengan beton bertulang setebal satu meter, kini hanya menjadi saksi bisu. Letnan Jenderal H.W. van Mook dan Mayor S.H. Spoor melarikan diri ke Australia menggunakan pesawat Dakota yang lepas landas darurat dari Jalan Buahbatu, karena Lapangan Terbang Andir sudah hancur akibat serangan udara Jepang.

Pada 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Subang—hanya beberapa puluh kilometer dari Cimahi, markas militernya sendiri. Ironis, kota yang dibangun untuk bertahan justru menjadi saksi kejatuhan kekuasaan kolonial.

Baca Juga: Jejak Sejarah Kabupaten Bandung, Lahir 1641 karena Pemberontakan Dipati Ukur

Setelah Jepang berkuasa, barak-barak Cimahi diambil alih oleh tentara Dai Nippon. Seusai perang, fasilitas itu diwarisi oleh Tentara Nasional Indonesia. Maka, meski kolonialisme telah berakhir, napas militer tetap hidup di Cimahi. Dari sinilah julukan “kota tentara” itu bermula.

Kini, bangunan-bangunan kolonial di Cimahi masih berdiri: bekas rumah perwira dengan jendela besar dan serambi luas, gudang senjata yang berubah fungsi jadi kantor, hingga barak tua yang kini dihuni taruna. Semua menjadi artefak bisu dari masa ketika kota ini menjadi jantung pertahanan Hindia Belanda.

Situasi di Cimahi telah berganti zaman, tapi denyut militernya tetap abadi. Setiap langkah prajurit yang berbaris di lapangan latihan hari ini sejatinya menggemakan sejarah yang dimulai lebih dari seratus tahun lalu: ketika sebuah kota kecil di dataran Priangan disulap menjadi markas besar pasukan kolonial.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 10 Okt 2025, 10:12 WIB

Jamet Tetaplah Menyala!

Lebay, tapi manusiawi. Eksplorasi dunia rakyat pinggiran sebagai ekspresi identitas dan kreativitas.
Pemandangan Rumah Rakyat dari Balik Jendela Kereta Lokal Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 10 Okt 2025, 09:26 WIB

Buku dan Segala Kebermanfaatannya

Membaca adalah jendela dunia, Menulis adalah jalan untuk mengubahnya.
Membaca adalah Jendela Dunia, Menulis adalah jalan untuk mengubahnya. Dan Bangsa yang rendah dalam literasi akan selalu rendah dalam peradaban. Pramoedya Ananta Toer (Sumber: Freepik)
Beranda 10 Okt 2025, 08:17 WIB

Gerakan Warga Kota Bandung Mengubah Kebiasaan Buang Jelantah Sembarangan

Minyak yang telah berubah warna menjadi pekat itu dikenal sebagai jelantah. Banyak orang membuangnya begitu saja, tanpa menyadari dampaknya bagi tanah dan air.
Warga membuang minyak goreng bekas atau jelantah ke dalam tabung UCOllet di Gereja Katolik Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria, Buahbatu, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Biz 09 Okt 2025, 18:55 WIB

Menjaga Napas Bisnis Wisata Alam Lewat Inovasi dan Strategi Berkelanjutan

Ketika industri pariwisata bergerak cepat mengikuti selera pasar, bisnis wisata alam menghadapi tantangan tak kalah kompleks untuk tetap relevan tanpa kehilangan esensi.
Ketika industri pariwisata bergerak cepat mengikuti selera pasar, bisnis wisata alam menghadapi tantangan tak kalah kompleks untuk tetap relevan tanpa kehilangan esensi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 18:31 WIB

Belajar dari Nurhayati & Subakat, Bisnis bukan Tentang Viral tapi Sustainable

Bisnis bukan sekedar viral. Apalagi jika tidak memedulikan aspek keamanan pada konsumen demi kapitalisme semata.
Belajar Bisnis dari Nurhayati & Subakat (Sumber: Screenshoot | Youtube Wardah)
Ayo Biz 09 Okt 2025, 17:19 WIB

UMKM Bangkit, Ekonomi Bergerak: Festival sebagai Motor Perubahan

Bukan sekadar penggerak sektor informal, UMKM dan pelaku ekonomi kreatif adalah pionir inovasi, penjaga warisan budaya, dan pencipta lapangan kerja yang adaptif.
Bukan sekadar penggerak sektor informal, UMKM dan pelaku ekonomi kreatif adalah pionir inovasi, penjaga warisan budaya, dan pencipta lapangan kerja yang adaptif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 09 Okt 2025, 17:18 WIB

Jejak Sejarah Cimahi jadi Pusat Tentara Hindia Belanda Sejak 1896

Cimahi dikenal sebagai kota tentara sejak masa kolonial Belanda. Sejak 1896, kota ini jadi pusat militer Hindia Belanda yang strategis.
Garinsun KNIL di Cimahi tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 15:50 WIB

Betulkah Gunung Sunda Terlihat dari Pesisir Koromandel India?

Tentang Gunung Sunda yang ditutupi salju abadi dan terlihat dari Koromandel, India. Apa iya? 
Keadaan ronabumi seperti inilah yang dilihat oleh masyarakat, bukan Gunung Sunda yang menjulang  tinggi. (Sumber: Istimewa)
Ayo Biz 09 Okt 2025, 14:45 WIB

Bobotoh Unyu-unyu, Komunitas Perempuan yang Menyimpan Peluang Ekonomi di Dunia Suporter

Jadi warna lain yang menyapa di laga Persib, Bobotoh Unyu-unyu bukan sekadar pendukung tapi wajah baru dalam dinamika suporter sepak bola Indonesia.
Jadi warna lain yang menyapa di laga Persib, Bobotoh Unyu-unyu bukan sekadar pendukung tapi wajah baru dalam dinamika suporter sepak bola Indonesia. (Sumber: dok. Bobotoh Unyu-unyu)
Ayo Jelajah 09 Okt 2025, 13:40 WIB

Gaduh Kisah Vina Garut, Skandal Video Syur yang Bikin Geger

Kasus Vina Garut bukan sekadar skandal video mesum. Ia adalah kisah kelam tentang eksploitasi, kemiskinan, dan nafsu yang dijadikan komoditas.
Ilustrasi (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 13:32 WIB

Orang-Orang yang Beragama tapi Menyebalkan

Melihat praktik menjalankan agama di jalan yang merugikan orang lain.
Bayangan Orang-Orang Nongkrong di Kafe (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 11:58 WIB

MAMPUS (Malam Minggu Puisi)

Puisi bukan hanya menciptakan kata-kata untuk bisa dibaca, namun ia bisa menjadi deskripsi, lagu, bahkan bisa masuk ke ranah yang lebih universal.
MAMPUS (Malam Minggu Puisi) (Foto: Ayu Maimun)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 09:55 WIB

'Nebeng Hotspot' saat Pembayaran Digital

Nebeng hotspot saat kondisi darurat memang tidak masalah. Namun jika kamu melakukan secara terus-menerus, ya jadi ribet.
Nebeng hotspot disaat kondisi darurat memang tidak masalah. Namun jika kamu melakukan secara terus-menerus dengan berharap orang lain memaklumi dan terus membantu kamu itu namanya tidak tahu diri. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 09 Okt 2025, 08:43 WIB

Dialog Lintas Iman, Dialog Rakyat

Ia berpihak pada mereka yang selama ini dipinggirkan oleh negara dan institusi agama formal, pada mereka yang beragama tanpa nama.
Petani di Kebun (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 20:03 WIB

Kolaborasi Widyaiswara, Praktisi, dan Teknologi sebagai Resep Jitu Mencetak Birokrasi Kelas Dunia

Sinergi ini mengubah pelatihan konvensional menjadi ekosistem belajar dinamis menuju birokrasi kelas dunia
Pelantikan Jabatan Fungsional Widyaiswara Ahli Pertama. (Sumber: setneg.go.id)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 18:33 WIB

Belajar Mengenal Obat Anti Nyeri yang Aman untuk Ibu Hamil

Ibu hamil adalah kelompok yang tidak boleh sembarang dalam memilih obat ketika terdapat keluhan.
Dalam beberapa kondisi, ibu hamil juga sering mengeluhkan sakit kepala, sakit gigi atau demam. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 16:15 WIB

Studi Agama di Dunia Sunda

Sunda terbuka dan plural, tempat berbagai agama hidup berdampingan.
Pojok Barang-Barang Antik di Pasar Cikapundung, Kota Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 15:03 WIB

Oleh-Oleh dari Bengkel Rancage 'Ngarang Carita Pondok'

Acara ini merupakan rangkaian atau kelanjutan dari Pasanggiri Ngarang Carpon 2025 (Sayembara Menulis Cerpen 2025).
Pasanggiri Ngarang Carpon 2025. (Sumber: Youtube/SundaDigi)
Ayo Netizen 08 Okt 2025, 13:27 WIB

Memberikan Bantuan Cuma-Cuma malah Membentuk Mental 'Effortless'

Memberikan bantuan cuma-cuma akan membentuk mental effortless pada masyarakat.
Masyarakat mengunjungi KDM untuk meminta bantuan dan menyampaikan keluhan. (Sumber: Tiktok | Kang Dedi Mulyadi)
Ayo Jelajah 08 Okt 2025, 12:42 WIB

Sejarah Bandung Jadi Ibu Kota Hindia Belanda, Sebelum Jatuh ke Tangan Jepang

Di awal Maret 1942, Bandung berubah jadi ibu kota darurat Hindia Belanda. Tapi hanya empat hari, sebelum Jepang menutup kisah kolonial itu selamanya.
Jalan Raya Pos di Bandung tahun 1938 (Sumber: KITLV)