Bandung adalah kota terbesar ke-3 di Indonesia berdasarkan kepadatan penduduk, di tengah padatnya pemukiman penulis menemukan kebobrokan dalam penataan master plan Kota Bandung.
Bisa dilihat bahwasanya tidak adanya penataan yang serius dilakukan oleh pemerintahan Kota Bandung untuk membenahi penataan aliran sungai dan pemukiman penduduk.
Pada 2025 TomTom Traffic Index merilis data kota termacet di Indonesia dan menempatkan Bandung di urutan pertama. Ada banyak alasan mengapa Bandung menjadi kota termacet salah satunya adalah dikarenakan kerumitan pada jalan yang kecil dan berliku.
Pada 11 Desember 2015 Bandung resmi menjadi kota desain oleh UNESCO, satu dekade telah berlalu gelar tersebut kini hanyalah kenangan. Minimnya inovasi dan perhatian dari pemerintah kota membuat master plan kota ini seperti tidak terarah dengan baik sebagaimana mestinya.
Sejak dilantik pada 20 Februari lalu, penulis tidak melihat adanya terobosan besar yang dilakukan oleh Wali Kota Farhan. Program yang dilakukan justru terkesan ceremony dan tidak berkelanjutan seperti contoh pembersihan TPS, mungkin akan bersih tapi tentu akan penuh kembali.
Minimnya ruang terbuka hijau, padatnya pemukiman, minimnya transportasi publik dan minimnya penataan antar zona memperparah kondisi Kota Bandung. Buruknya master plan Kota Bandung seakan menjadi bom waktu dikarenakan sulitnya untuk mengevakuasi dan penanggulangan semisal ada bencana dikarenakan minimnya akses.
Bukankah penataan master plan yang baik membantu perekonomian dan kenyamanan Masyarakat? Pemerintahan Farhan harus serius berbenah. Tidak perlu langsung melaksanakan semua program secara bersamaan mengingat anggaran yang terbatas, setidaknya wali kota bisa memprioritaskan hal yang urgent terlebih dahulu.
Seharusnya wali kota lebih aware terhadap bobroknya penataan Kota Bandung yang sangat buruk seperti minimnya transportasi dan padatnya penduduk. Wali kota harus memulai program pembebasan lahan terutama menindak dengan tegas terhadap bangunan-bangunan ilegal yang memperburuk wajah kota baik dari darat maupun satelit.
Wali kota harus tegas dan berpegang teguh terhadap apa yang menjadi kepentingan bersama demi mengurangi dan mulai membenahi master plan Kota Bandung. Berani bertindak untuk menggusur lahan lahan ilegal terutama di bantaran sungai untuk melindungi dan mempercantik kawasan sungai.
M. Farhan juga harus memperbaiki kawasan pemukiman padat demi alasan estetika dan kelancaran arus transportasi di kota Bandung. Bisa dimulai dari membuat rusun terintegrasi dengan pasar dan lapangan terbuka hijau untuk akses dan fasilitas bersama.
Baca Juga: Derita, Citra, dan Cinta
Pemerintah dibawah komando Farhan harus membuka banyak ruang terbuka publik seperti lapangan dan taman untuk memenuhi kebutuhan warga. Tak lupa juga disertai dengan penghijauan kawasan, wali kota bisa membuat program wajib satu rumah satu tanaman.
M. Farhan harus mengkaji dengan serius untuk penataan jalan di Kota bandung untuk meminimalisir kemacetan dan tata kelola kota. Tak lupa juga untuk memperbaiki dan membuat trotoar agar masyarakat umum bisa mengakses dan tidak ketergantungan dengan kendaraan.
Orang nomor satu Bandung harus memprioritaskan sistem transportasi yang efisien dan terintegrasi seperti di Kota Jakarta untuk menangani kemacetan yang terjadi. Terakhir penulis berpesan agar pemerintahan M. Farhan bisa bekerja dengan tegas dan mengkaji lebih dalam mengenai masukan masukan dari warga. (*)
