Paylater dan Gaya Hidup Budaya Digital

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah, M.Hum diterbitkan Selasa 12 Agu 2025, 20:38 WIB
Tanpa punya rupiah di dompet, kehadiran paylater menambah lapisan “keajaiban” baru, kita bisa membeli hari ini dan membayarnya nanti. (Sumber: Pexels/Defrino Maasy)

Tanpa punya rupiah di dompet, kehadiran paylater menambah lapisan “keajaiban” baru, kita bisa membeli hari ini dan membayarnya nanti. (Sumber: Pexels/Defrino Maasy)

Beberapa tahun lalu, belanja adalah ritual sosial sekaligus kegiatan fisik. Kita pergi ke pasar atau toko, melihat barang langsung, menawar harga, dan yang tak kalah penting, menghitung isi dompet sebelum memutuskan “beli atau tidak”.

Ada jarak antara keinginan dan kepemilikan, jarak yang sering menjadi ruang bagi pertimbangan, apakah ini benar-benar kebutuhan, atau hanya keinginan sesaat?

Kini, jarak itu nyaris menghilang. Satu kali geser layar, klik “beli sekarang”, dan barang yang diinginkan segera meluncur dari gudang jauh menuju rumah. Waktu tunggu semakin singkat, kadang hanya hitungan jam. Kehadiran paylater menambah lapisan “keajaiban” baru, kita bisa membeli hari ini tanpa uang di tangan, lalu membayarnya nanti.

Dalam dunia yang dibangun oleh kecepatan dan konektivitas tanpa batas, paylater menjadi tiket instan untuk ikut serta dalam arus konsumsi yang tak pernah berhenti.

Namun di balik kemudahan itu, paylater adalah cermin dari budaya digital yang sedang kita jalani hari ini, budaya yang ditandai oleh kecepatan, instan, dan kepadatan tanda. Dalam budaya digital, nilai utama bukan lagi sekadar kepemilikan barang, tetapi bagaimana barang itu dapat diakses secepat mungkin dan diintegrasikan ke dalam aliran simbol di media sosial.

Kecepatan transaksi (one click away) menjadi selaras dengan kecepatan arus informasi, di mana waktu tunggu dianggap sebagai hambatan dan keterlambatan bisa berarti ketinggalan tren.

Sifat instan dari paylater mencerminkan logika digital yang menghapus jeda antara keinginan dan pemenuhan. Seperti video yang bisa diputar kapan saja atau berita yang bisa diakses real-time, barang pun kini dapat “dimiliki” tanpa harus melewati proses menabung atau menunggu gajian. Ini adalah bagian dari on-demand culture, di mana segala sesuatu diharapkan tersedia segera begitu diinginkan.

Sementara itu, “sarat tanda” merujuk pada gagasan Jean Baudrillard bahwa dalam masyarakat konsumsi, barang tidak hanya dibeli karena fungsi, tetapi karena makna simbolik yang dibawanya.

Paylater memfasilitasi konsumsi tanda ini, kita bisa segera membeli smartphone terbaru untuk menegaskan identitas digital, atau pakaian tertentu untuk tampil sesuai estetika tren TikTok, tanpa hambatan finansial di awal.

Dengan kata lain, paylater bukan hanya alat keuangan, melainkan mekanisme yang mengintegrasikan logika budaya digital ke dalam perilaku konsumsi kita (cepat dalam akses, instan dalam pemenuhan, dan penuh dengan makna simbolik yang dipertukarkan di ruang digital).

Budaya Digital dan Normalisasi Konsumsi Instan

Budaya digital dibangun di atas logika percepatan. Informasi menyebar dalam hitungan detik, pesan harus dibalas segera, dan tren berganti dalam hitungan minggu. Kecepatan ini bukan sekadar sifat teknologi, tetapi menjadi norma sosial.

Dalam ekosistem seperti ini, paylater terasa “alami”, tidak punya uang sekarang? Tak masalah. Tren baru sudah datang minggu depan? Jangan ketinggalan.

Normalisasi konsumsi instan diperkuat oleh algoritma media sosial. Kita terus-menerus diguyur konten unboxing, haul, dan review yang memicu rasa ingin memiliki. Barang yang awalnya tak terpikirkan menjadi terasa mendesak, hanya karena muncul berulang kali di linimasa. Batas antara kebutuhan dan keinginan menjadi kabur.

Jean Baudrillard (1998) menyebut bahwa di masyarakat konsumsi, orang membeli bukan semata karena fungsi barang, tetapi karena tanda dan simbol yang melekat padanya.

Tas bermerek bukan hanya tas, ia adalah tanda status, selera, dan identitas. Paylater mempercepat perburuan tanda ini: alasan “belum punya uang” kehilangan relevansinya dalam logika budaya digital.

Dari Kartu Kredit ke Dompet Digital: Pergeseran Mentalitas Konsumen

Tanpa punya rupiah di dompet, kehadiran paylater menambah lapisan “keajaiban” baru, kita bisa membeli hari ini dan membayarnya nanti. (Sumber: Pexels/Nataliya Vaitkevich)
Tanpa punya rupiah di dompet, kehadiran paylater menambah lapisan “keajaiban” baru, kita bisa membeli hari ini dan membayarnya nanti. (Sumber: Pexels/Nataliya Vaitkevich)

Paylater bukan sekadar inovasi finansial, ia adalah transformasi mentalitas. Jika dulu utang identik dengan komitmen jangka Panjang, KPR, kredit kendaraan, kini utang hadir dalam skala mikro dan jangka pendek, membiayai pembelian baju, tiket konser, atau gadget terbaru.

Zygmunt Bauman (2000) dalam Liquid Modernity menyebut masyarakat kita semakin cair,  bergerak dari pola hidup berbasis akumulasi ke pola hidup berbasis konsumsi cepat. Barang dibeli, dinikmati sebentar, lalu diganti demi versi terbaru.

Paylater memperlancar siklus ini, membuat kepemilikan barang tak lagi membutuhkan proses panjang, melainkan hanya dorongan sesaat.

Dalam budaya digital, eksistensi kerap dibangun melalui citra yang kita tampilkan secara daring. Foto OOTD, video unboxing, atau unggahan tiket konser bukan hanya berbagi pengalaman, ia adalah praktik self-branding. Sherry Turkle (2011) dalam Alone Together menunjukkan bahwa media digital mendorong kita mengkurasi diri, menciptakan versi ideal yang mungkin berbeda dari realitas.

Paylater memfasilitasi proses ini, kita bisa “memperbarui” citra digital tanpa menunggu kemampuan finansial menyusul. Konsumsi bukan lagi hanya soal barang, tetapi juga soal validasi sosial. Dalam hal ini, paylater menjadi alat untuk mempertahankan narasi diri yang kita bangun di dunia maya.

FOMO: Psikologi di Balik Klik Paylater

Di balik dorongan membeli lewat paylater, ada fenomena psikologis khas era digital: Fear of Missing Out (FOMO). Andrew Przybylski dkk. (2013) mendefinisikannya sebagai rasa cemas bahwa orang lain sedang menikmati pengalaman yang lebih berharga tanpa kita.

Media sosial adalah mesin penghasil FOMO yang efektif. Foto liburan teman, unggahan haul influencer, atau promosi flash sale dengan hitungan mundur membentuk tekanan sosial yang halus tapi kuat. Paylater menjadi “jembatan instan” untuk menghilangkan kecemasan: barang atau pengalaman bisa langsung dimiliki tanpa menunggu kemampuan finansial.

FOMO juga menguatkan logika “sekarang atau tidak sama sekali” yang mengakar di budaya digital. Dalam pandangan Manuel Castells (2009) tentang network society, teknologi jaringan menciptakan timeless time, batas waktu tradisional lenyap, keputusan diambil dalam ritme terus-menerus. Paylater selaras dengan logika ini: tak perlu menabung berbulan-bulan, cukup klik dan bergabung dalam momen yang sedang viral.

Namun, kepuasan ini singkat. Setelah tren berganti, barang yang dibeli kehilangan nilai simboliknya, sementara tagihan tetap datang. Inilah paradoks budaya digital: teknologi membuat kita “selalu terhubung” dan “tidak tertinggal”, tapi sering dengan mengorbankan stabilitas finansial.

Pada akhirnya, paylater hanyalah salah satu wajah dari budaya digital kita, sebuah budaya yang mengajarkan segalanya bisa diraih dengan sekali klik, namun sering lupa bahwa setiap klik membawa konsekuensi. Ia memberi kita kebebasan memilih, tetapi juga menguji kesabaran dan kedewasaan kita dalam mengelola keinginan.

Di dunia yang serba instan, mungkin tantangan terbesarnya bukan sekadar mampu membayar tagihan tepat waktu, tapi juga mampu menunda hasrat demi masa depan yang lebih tenang. (*)

Referensi

  • Bauman, Z. (2000). Liquid Modernity. Polity Press.
  • Baudrillard, J. (1998). The Consumer Society: Myths and Structures. Sage.
  • Castells, M. (2009). Communication Power. Oxford University Press.
  • Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Computers in Human Behavior, 29(4), 1841–1848.
  • Turkle, S. (2011). Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other. Basic Books.

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Mencari Tuhan di Layar Ponsel

Mayantara 20 Jul 2025, 11:57 WIB
Mencari Tuhan di Layar Ponsel

News Update

Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:02 WIB

Mewujudkan Kota Bandung yang Ramah bagi Wisata Pedestrian

Trotoar-trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan, khususnya roda dua.
Pengerjaan revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Lombok Kota Bandung pada Jumat, 26 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:43 WIB

Sanghyang Kenit: Surga Wisata Alam Bandung Barat, Tawarkan Banyak Wahana dalam Satu Destinasi

Salah satu destinasi yang semakin populer adalah Sanghyang Kenit, sebuah kawasan wisata alam yang terletak di Cisameng, Kecamatan Cipatat.
tebing batu unik di Sanghyang Kenit yang dialiri arus sungai deras, menciptakan pemandangan alam yang khas dan menarik perhatian pengunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Nada Ratu Nazzala)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:07 WIB

Curug Pelangi Punya Keindahan Ikonik seperti di Luar Negeri

Wisata alam Bandung memiliki banyak keunikan, Curug Pelangi punya ikon baru dengan pemandangan pelangi alami.
Pelangi asli terlihat jelas di wisata air terjun Curug Pelangi, Kabupaten Bandung Barat (2/11/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tazkiya Hasna Putri S)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 16:55 WIB

Wayang Golek Sindu Parwata Gaungkan Pelestarian Budaya Sunda di Manjahlega

Pagelaran Wayang Golek Sindu Parwata di Manjahlega gaungkan pelestarian budaya Sunda dan dorong generasi muda untuk mencintai budaya lokal sunda.
Suasana pagelaran Wayang Golek di Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Jumat (5/9/2025), di halaman Karang Taruna Caturdasa RW 14. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Ayu Amanda Gabriela)