Domestikasi Teknologi: Kita yang Menjinakkan atau Kita yang Dijinakkan?

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah, M.Hum diterbitkan Rabu 16 Jul 2025, 11:23 WIB
Konsep domestikasi teknologi membantu kita melihat bahwa hubungan manusia dan teknologi jauh lebih rumit. (Sumber: Pexels/Ila Bappa Ibrahim)

Konsep domestikasi teknologi membantu kita melihat bahwa hubungan manusia dan teknologi jauh lebih rumit. (Sumber: Pexels/Ila Bappa Ibrahim)

Saya lahir di masa ketika satu-satunya notifikasi adalah suara telepon rumah yang berdering keras. Hari-hari saya diisi oleh permainan di halaman, majalah remaja, dan internet yang hanya bisa diakses dari warnet.

Tapi saya juga tumbuh bersama transisi besar: dari SMS 160 karakter ke WhatsApp yang tak terbatas, dari Friendster sederhana ke Instagram dengan fitur canggih, dari blog pribadi ke algoritma For You Page yang seolah tahu isi kepala kita.

Sebagai milenial, saya merasa berdiri di persimpangan dua zaman, dulu ketika dunia belum sepenuhnya terhubung digital, dan kini ketika layar menjadi jendela untuk bekerja, bersenang-senang, bahkan untuk mencari dan membentuk identitas diri.

Dunia terasa begitu berbeda, di mana online presence sering kali dianggap lebih penting daripada kehadiran fisik, dan validasi berupa likes serta views menjadi semacam mata uang sosial yang menentukan harga diri.

Digitalisasi telah mengubah banyak hal. Tidak hanya cara kita bekerja atau berkomunikasi, tapi juga bagaimana kita mengawali hari, menjalani rutinitas, dan membangun hubungan dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.

Sebelum sempat menyapa keluarga, sebagian besar dari kita lebih dulu menyentuh layar. Notifikasi, pesan, unggahan, dan konten langsung menyambut bahkan sebelum mata benar-benar terbuka.

Disadari atau tidak, teknologi digital telah menyusup ke ruang-ruang paling intim dalam kehidupan: kamar tidur, ruang keluarga, atau meja makan. Ia tidak lagi dipandang sekadar alat bantu, melainkan telah menjadi bagian dari keseharian, melekat, akrab, dan sulit dilepaskan.

Transisi ini bukan sekadar teknis, tapi juga kultural. Untuk memahami bagaimana perubahan ini berlangsung, kita bisa melihatnya lewat konsep yang ditawarkan oleh Roger Silverstone: Domestikasi Teknologi.

Memahami Domestikasi Teknologi

Roger Silverstone (1992), salah satu pemikir penting dalam kajian media, memperkenalkan konsep domestikasi teknologi untuk menggambarkan bagaimana teknologi, yang pada awalnya bersifat asing, teknis, dan netral, berubah menjadi sesuatu yang dekat, akrab, dan tak terpisahkan dari kehidupan personal dan sosial.

Ia melihat bahwa teknologi tidak serta-merta menjadi bagian dari hidup kita begitu saja. Ada proses budaya yang berlangsung secara perlahan namun pasti, ketika sebuah benda asing, entah itu ponsel, laptop, televisi, atau bahkan internet, diambil dari ruang publik dan kemudian dijinakkan dalam ruang privat.

Roger Silverstone membagi proses domestikasi teknologi menjadi empat tahap utama: appropriation, objectification, incorporation, dan conversion.

Empat tahap ini menjelaskan bagaimana teknologi yang awalnya asing bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bahkan membentuk identitas sosial.

Mari kita lihat contoh paling nyata dari domestikasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu smartphone.

Kehadirannya dimulai sejak seseorang memutuskan untuk membeli, bukan semata-mata  karena kebutuhan teknis, tapi karena pertimbangan gaya hidup, citra diri, bahkan tekanan sosial. Ini adalah tahap appropriation. Merek apa yang dipilih? Kamera seberapa canggih? Apakah teman-teman juga memakainya? Semua pertanyaan itu bukan soal fungsi, tapi soal tempat sosial.

Setelah dibeli, ponsel kemudian diberi tempat. Ia tak dibiarkan sembarangan. Ada yang meletakkannya rapi di meja kerja, ada yang menatanya di samping tempat tidur. Tak jarang, ia dilengkapi casing warna pastel, gantungan lucu, atau pelindung layar mahal. Inilah objectification, ketika benda itu bukan sekadar alat, tapi punya posisi simbolik dalam rumah dan hidup penggunanya.

Lalu, ponsel mulai menyatu dalam keseharian. Ia menjadi jam weker, pengingat jadwal, tempat bekerja, mendengar musik, bermain, bahkan menenangkan diri saat lelah. Ini adalah tahap incorporation: saat teknologi tidak lagi terasa seperti barang luar, tapi bagian dari ritme hidup itu sendiri.

Dan akhirnya, ponsel menjadi cermin digital dari siapa diri kita. Apa yang kita unggah, bagaimana kita berbicara di media sosial, aplikasi apa yang kita pakai, semua adalah bagian dari tahap conversion. Teknologi menjadi alat untuk menampilkan diri, untuk menunjukkan posisi kita di tengah masyarakat, baik secara personal maupun profesional.

Teknologi, dalam proses ini, tidak hanya membantu kita. Ia ikut membentuk cara kita melihat dunia, dan bahkan cara kita dilihat oleh dunia.

Ketika Domestikasi Gagal

Konsep domestikasi teknologi membantu kita melihat bahwa hubungan manusia dan teknologi jauh lebih rumit. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Konsep domestikasi teknologi membantu kita melihat bahwa hubungan manusia dan teknologi jauh lebih rumit. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)

Namun, tidak semua proses domestikasi berjalan mulus. Dalam banyak kasus, kehadiran teknologi justru menimbulkan ketegangan, penolakan, atau bahkan konflik terbuka. Ini terjadi ketika nilai-nilai sosial dan budaya yang ada tidak sejalan dengan cara kerja atau dampak teknologi tersebut.

Salah satu contohnya adalah kecanduan digital pada anak-anak dan remaja. Ketika perangkat seperti ponsel dan tablet digunakan berlebihan untuk bermain game atau menonton konten hiburan, rutinitas harian terganggu, aktivitas belajar terbengkalai, waktu tidur berkurang, dan interaksi sosial menjadi minim.

Dalam situasi ini, teknologi gagal menyatu secara sehat dalam kehidupan domestik.

Di sisi lain, ada juga bentuk resistensi dari kalangan orang dewasa dan lansia, terutama terhadap teknologi finansial seperti e-wallet atau aplikasi layanan publik.

Banyak yang merasa asing, takut kehilangan uang, atau bingung dengan antarmuka digital yang dianggap rumit. Penolakan ini menunjukkan bahwa tidak semua orang merasa teknologi sesuai dengan kebutuhannya.

Dalam dunia pendidikan, para guru dan pendidik pun mengalami kesulitan adaptasi, terutama saat pandemi mendorong percepatan pembelajaran daring. Keterbatasan infrastruktur, keterampilan digital, dan kelelahan mental membuat teknologi malah menjadi beban, bukan solusi.

Bahkan dalam ruang yang lebih personal seperti grup WhatsApp keluarga, ketegangan bisa muncul karena penyebaran informasi yang tidak akurat.

Hoaks, pesan berantai, dan opini ekstrem sering kali menimbulkan salah paham antaranggota keluarga, memperlihatkan bahwa teknologi bisa memperkuat jarak sosial jika tidak dikelola dengan bijak.

Kondisi-kondisi ini menunjukkan bahwa domestikasi teknologi bukanlah proses otomatis atau netral.

Ia adalah hasil dari negosiasi, antara generasi, antara ekspektasi dan ketakutan, antara kenyamanan lama dan tantangan baru. Ketika negosiasi ini gagal terjadi, teknologi tidak berfungsi sebagai pemersatu, melainkan sebagai sumber kegelisahan kolektif.

Siapa Menjinakkan Siapa?

Dalam kehidupan digital saat ini, pertanyaan seperti siapa mengendalikan siapa menjadi semakin relevan. Apakah kita yang membentuk teknologi agar sesuai dengan hidup kita, atau justru teknologi yang perlahan mengatur cara kita hidup?

Konsep domestikasi teknologi membantu kita melihat bahwa hubungan manusia dan teknologi jauh lebih rumit.

Kita tidak sekadar menerima kehadiran teknologi, tetapi juga menyesuaikan kebiasaan, nilai, bahkan cara kita melihat diri sendiri agar sesuai dengan teknologi itu. Rutinitas berubah, interaksi sosial bergeser, dan ruang hidup didesain ulang mengikuti ritme digital.

Kita merasa punya kontrol (memilih aplikasi, mengatur waktu, menentukan interaksi), tapi kenyataannya, banyak keputusan kita dipengaruhi oleh sistem yang bekerja di balik layar. Teknologi perlahan mengarahkan perhatian kita, membentuk emosi, dan membiasakan pola pikir tertentu.

Roger Silverstone menyebut proses ini sebagai cermin dari relasi sosial. Teknologi tidak hadir secara netral. Cara kita menggunakannya mencerminkan budaya, nilai, dan posisi sosial kita. Apa yang kita pilih, bagaimana kita menggunakannya, dan kapan kita terhubung, semua itu tidak lepas dari konteks sosial yang kita hidupi.

Teknologi datang bukan sebagai benda kosong. Ia kita terima, kita beri tempat, dan kita maknai. Tapi di saat yang sama, ia juga membentuk ulang hidup kita, sedikit demi sedikit.

Inilah titik di mana domestikasi terjadi sepenuhnya: ketika kita merasa sedang mengatur teknologi, padahal tanpa sadar, kita sedang dibentuk olehnya. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Beranda 13 Des 2025, 20:36 WIB

Arif Budianto dari Ayobandung.id Raih Juara 1 Nasional AJP 2025, Bukti Kualitas Jurnalisme Lokal

Arif Budianto, jurnalis dari Ayobandung.id, tampil gemilang dengan meraih Juara 1 Nasional Kategori Tulis Bisnis sekaligus Juara 1 Regional Jawa Bagian Barat dalam AJP 2025.
Arif Budianto, jurnalis dari Ayobandung.id, tampil gemilang dengan meraih Juara 1 Nasional Kategori Tulis Bisnis sekaligus Juara 1 Regional Jawa Bagian Barat dalam AJP 2025. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 13 Des 2025, 17:34 WIB

Jawa Barat Siapkan Distribusi BBM dan LPG Hadapi Lonjakan Libur Nataru

Mobilitas tinggi, arus mudik, serta destinasi wisata yang ramai menjadi faktor utama meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Ilustrasi. Mobilitas tinggi, arus mudik, serta destinasi wisata yang ramai menjadi faktor utama meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 13 Des 2025, 14:22 WIB

Di Balik Gemerlap Belanja Akhir Tahun, Seberapa Siap Mall Bandung Hadapi Bencana?

Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya.
Lonjakan pengunjung di akhir tahun membuat mall menjadi ruang publik yang paling rentan, baik terhadap kebakaran, kepadatan, maupun risiko teknis lainnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 21:18 WIB

Menjaga Martabat Kebudayaan di Tengah Krisis Moral

Kebudayaan Bandung harus kembali menjadi ruang etika publik--bukan pelengkap seremonial kekuasaan.
Kegiatan rampak gitar akustik Revolution Is..di Taman Cikapayang
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:31 WIB

Krisis Tempat Parkir di Kota Bandung Memicu Maraknya Parkir Liar

Krisis parkir Kota Bandung makin parah, banyak kendaraan parkir liar hingga sebabkan macet.
Rambu dilarang parkir jelas terpampang, tapi kendaraan masih berhenti seenaknya. Parkir liar bukan hanya melanggar aturan, tapi merampas hak pengguna jalan, Rabu (3/12/25) Alun-Alun Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ishanna Nagi)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 19:20 WIB

Gelaran Pasar Kreatif Jawa Barat dan Tantangan Layanan Publik Kota Bandung

Pasar Kreatif Jawa Barat menjadi pengingat bahwa Bandung memiliki potensi luar biasa, namun masih membutuhkan peningkatan kualitas layanan publik.
Sejumlah pengunjung memadati area Pasar Kreatif Jawa Barat di Jalan Pahlawan No.70 Kota Bandung, Rabu (03/12/2025). (Foto: Rangga Dwi Rizky)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 19:08 WIB

Hikayat Paseh Bandung, Jejak Priangan Lama yang Diam-diam Punya Sejarah Panjang

Sejarah Paseh sejak masa kolonial, desa-desa tua, catatan wisata kolonial, hingga transformasinya menjadi kawasan industri tekstil.
Desa Drawati di Kecamatan Paseh. (Sumber: YouTube Desa Drawati)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 18:57 WIB

Kota untuk Siapa: Gemerlap Bandung dan Sunyi Warga Tanpa Rumah

Bandung sibuk mempercantik wajah kota, tapi lupa menata nasib warganya yang tidur di trotoar.
Seorang tunawisma menyusuri lorong Pasar pada malam hari (29/10/25) dengan memanggul karung besar di Jln. ABC, Braga, Sumur Bandung, Kota Bandung. (Foto: Rajwaa Munggarana)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 17:53 WIB

Hubungan Diam-Diam antara Matematika dan Menulis

Penjelasan akan matematika dan penulisan memiliki hubungan yang menarik.
Matematika pun memerlukan penulisan sebagai jawaban formal di perkuliahan. (Sumber: Dok. Penulis | Foto: Caroline Jessie Winata)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:44 WIB

Banjir Orderan Cucian Tarif Murah, Omzet Tembus Jutaan Sehari

Laundrypedia di Kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, tumbuh cepat dengan layanan antar-jemput tepat waktu dan omzet harian lebih dari Rp3 juta.
Laundrypedia hadir diperumahan padat menjadi andalan mahasiswa, di kampung Sukabirus, Kabupaten Bandung, Kamis 06 November 2025. (Sumber: Fadya Rahma Syifa | Foto: Fadya Rahma Syifa)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 16:29 WIB

Kedai Kekinian yang Menjadi Tempat Favorit Anak Sekolah dan Mahasiswa Telkom University

MirukiWay, UMKM kuliner Bandung sejak 2019, tumbuh lewat inovasi dan kedekatan dengan konsumen muda.
Suasana depan toko MirukiWay di Jl. Sukapura No.14 Desa Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Selasa, (28/10/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nasywa Hanifah Alya' Al-Muchlisin)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:53 WIB

Bandung Kehilangan Arah Kepemimpinan yang Progresif

Bandung kehilangan kepemimpinan yang progresif yang dapat mengarahkan dan secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang kompleks.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, meninjau lokasi banjir di kawasan Rancanumpang. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 15:31 WIB

Tren Olahraga Padel Memicu Pembangunan Cepat Tanpa Menperhitungkan Aspek Keselamatan Jangka Panjang?

Fenomena maraknya pembangunan lapangan padel yang tumbuh dengan cepat di berbagai kota khususnya Bandung.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Beranda 12 Des 2025, 13:56 WIB

Tekanan Biological Clock dan Ancaman Sosial bagi Generasi Mendatang

Istilah biological clock ini digunakan untuk menggambarkan tekanan waktu yang dialami individu, berkaitan dengan usia dan kemampuan biologis tubuh.
Perempuan seringkali dituntut untuk mengambil keputusan berdasarkan pada tekanan sosial yang ada di masyarakat. (Sumber: Unsplash | Foto: Alex Jones)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 13:39 WIB

Jalan Kota yang Redup, Area Gelap Bandung Dibiarkan sampai Kapan?

Gelapnya beberapa jalan di Kota Bandung kembali menjadi perhatian pengendara yang berkendara di malam hari.
Kurangnya Pencahayaan di Jalan Terusan Buah Batu, Kota Bandung, pada Senin, 1 Desember 2025 (Sumber: Dok. Penulis| Foto: Zaki)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 12:56 WIB

Kegiatan Literasi Kok Bisa Jadi Petualangan, Apa yang Terjadi?

Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum.
Kegiatan literasi berubah menjadi petualangan tak terduga, mulai dari seminar di Perpusda hingga jelajah museum. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 10:28 WIB

Bandung Punya Banyak Panti Asuhan, Mulailah Berbagi dari yang Terdekat

Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga.
Bandung memiliki banyak panti asuhan yang dapat menjadi ruang berbagi bagi warga. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:20 WIB

Menikmati Bandung Malam Bersama Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse

Seporsi Rib-Eye Meltique di Justus Steakhouse Bandung menghadirkan kehangatan, aroma, dan rasa yang merayakan Bandung.
Ribeye Meltique, salah satu menu favorit di Justus Steakhouse. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Ayo Netizen 12 Des 2025, 09:12 WIB

Seboeah Tjinta: Surga Coquette di Bandung

Jelajahi Seboeah Tjinta, kafe hidden gem di Cihapit yang viral karena estetika coquette yang manis, spot instagramable hingga dessert yang comforting.
Suasana Seboeah Tjinta Cafe yang identik dengan gaya coquette yang manis. (Foto: Nabella Putri Sanrissa)
Ayo Jelajah 12 Des 2025, 07:14 WIB

Hikayat Situ Cileunca, Danau Buatan yang Bikin Wisatawan Eropa Terpesona

Kisah Situ Cileunca, danau buatan yang dibangun Belanda pada 1920-an, berperan penting bagi PLTA, dan kini menjadi ikon wisata Pangalengan.
Potret zaman baheula Situ Cileunca, Pangalengan, Kabupaten Bandung. (Sumber: KITLV)