Pendidikan bukan hanya ruang belajar dan kurikulum. Ia adalah nadi peradaban yang menyalurkan nilai, moral, dan arah kehidupan bangsa. Sejak awal berdirinya republik, pendidikan ditempatkan sebagai amanat konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam konteks itu, capaian pendidikan bukan sekadar statistik, melainkan cermin sejauh mana negara menjalankan janji ideologisnya terhadap rakyat.
Dalam satu tahun terakhir, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menunjukkan langkah nyata untuk mewujudkan cita-cita itu. Dengan anggaran Rp181,72 triliun yang dialokasikan untuk enam program prioritas, pemerintah berupaya menghadirkan layanan pendidikan yang lebih merata, inklusif, dan bermutu bagi seluruh anak Indonesia (Kemendikdasmen, 2025). Program ini bukan hanya soal angka di laporan, melainkan bukti bahwa negara terus bekerja memastikan pendidikan menjadi hak, bukan privilese.
Konteks global memperkuat urgensi ini. Dunia saat ini berada di tengah percepatan perubahan teknologi dan sosial yang sangat dinamis. Ketimpangan pendidikan bukan lagi masalah lokal, tetapi isu peradaban. Negara yang gagal menyiapkan generasi berpengetahuan akan tertinggal dalam kompetisi global. Karena itu, komitmen Kemendikdasmen untuk memastikan setiap anak Indonesia memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas adalah langkah strategis yang tidak hanya berdampak pada masa kini, tetapi juga menentukan masa depan bangsa.
Pendidikan, dalam pandangan filosofis Ki Hajar Dewantara, adalah âdaya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anakâ (Dewantara, 1938). Makna ini menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar pengajaran, tetapi juga proses pembentukan manusia seutuhnya. Karena itu, arah kebijakan pendidikan nasional harus selalu berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Kemendikdasmen memahami pendidikan sebagai investasi peradaban. Setiap program diarahkan bukan hanya untuk memperbaiki fasilitas, tetapi membangun nilai dan sistem yang berkeadilan. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 tentang percepatan digitalisasi pendidikan, misalnya, menjadi simbol adaptasi ideologis bangsa terhadap era baru pembelajaran. Melalui digitalisasi, lebih dari 285.000 sekolah dari PAUD hingga SKB kini dapat mengakses sumber belajar secara merata (Kemendikdasmen, 2025).
Langkah ini sekaligus menegaskan kemandirian bangsa dalam penguasaan ilmu pengetahuan. Pendidikan digital yang terbuka dan inklusif adalah wujud konkret pelaksanaan sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada saat yang sama, digitalisasi pendidikan memperkuat daya saing nasional dan memperluas kesempatan bagi peserta didik di daerah untuk belajar tanpa batas ruang. Ketika setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, di situlah pendidikan menjadi alat pembebasan yang sejati.
Tujuh Capaian Nyata, Tujuh Pilar Kemajuan
Selama periode Oktober 2024 hingga Oktober 2025, Kemendikdasmen berhasil melaksanakan tujuh program strategis yang berdampak luas bagi sistem pendidikan nasional.
Pertama, program revitalisasi satuan pendidikan dengan anggaran Rp16,97 triliun yang melampaui target awal: dari 10.440 menjadi 15.523 sekolah yang direvitalisasi. Revitalisasi ini tidak hanya memperbaiki ruang kelas, tapi juga menghidupkan kembali semangat belajar dan ekonomi lokal melalui sistem swakelola masyarakat (Perdirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen, 2025).
Kedua, digitalisasi pendidikan yang membuka akses bagi siswa di seluruh daerah untuk belajar dari sumber yang sama. Langkah ini menjadi fondasi transformasi pendidikan modern dan menekan kesenjangan digital antardaerah (Inpres No.7/2025).
Ketiga, peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru dengan anggaran Rp13,2 triliun. Program ini mencakup tunjangan profesi bagi 785 ribu guru non-ASN, BSU bagi 253 ribu guru PAUD nonformal, serta sertifikasi PPG bagi 804 ribu guru (Kemendikdasmen, 2025). Guru yang sejahtera akan lebih fokus mengajar dan berinovasi di kelas, karena guru sejatinya adalah jantung pendidikan bangsa.
Keempat, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) yang menjangkau 18,5 juta siswa dan 4.679 pelajar dari daerah 3T. Program ini memperkecil kesenjangan sosial dan ekonomi serta menurunkan risiko putus sekolah (Bappenas, 2024).
Kelima, Program Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan tunjangan guru ASN dengan total Rp129,3 triliun menjamin kegiatan belajar mengajar tetap berjalan tanpa hambatan. Ini adalah langkah krusial menjaga stabilitas pendidikan nasional.
Keenam, program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, yang menanamkan disiplin, kebersihan, dan gaya hidup sehat sejak dini. Pendidikan karakter ini menjadi penyeimbang antara aspek kognitif dan moral.
Ketujuh, reformasi sistem Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang dinilai 88% orang tua lebih baik dibanding PPDB sebelumnya (Katadata Insight Center, 2025; DetikEdu, 2025). Sistem baru ini memperkuat kepercayaan publik dan membuktikan bahwa kebijakan pendidikan kini makin berkeadilan.
Ketujuh capaian tersebut menunjukkan bahwa arah kebijakan Kemendikdasmen bukan semata administratif, tetapi strategis dan berdampak langsung. Setiap program bersinggungan dengan dimensi ideologi, sosial, ekonomi, hingga kesehatan masyarakat. Dengan pendekatan lintas sektor ini, pendidikan tidak lagi berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Baca Juga: Enam Akar Asal-usul Agama

Capaian ini menandai babak baru hubungan antara negara dan rakyat dalam bidang pendidikan. Secara ekonomi, revitalisasi sekolah berbasis swakelola membuka lapangan kerja baru dan menggerakkan ekonomi lokal. Secara sosial, pemerataan pendidikan mengikis jurang antara kota dan desa. Dan secara politik, capaian ini memperkuat legitimasi pemerintah sebagai pelaksana amanat konstitusi di bidang pendidikan (Jurnal Edukatif, 2023).
Namun yang lebih penting adalah dampak ideologisnya. Pendidikan bermutu memperkuat daya tahan bangsa terhadap disrupsi global. Ia menumbuhkan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual. Dengan begitu, pembangunan manusia menjadi pondasi bagi kedaulatan negara.
Lebih jauh, capaian pendidikan selama satu tahun terakhir juga menjadi ruang pembuktian bahwa kolaborasi antar elemen bangsa dapat berjalan harmonis. Pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat kini mulai memiliki kesadaran yang sama: bahwa pendidikan bukan hanya urusan anggaran, melainkan proses membangun keadaban kolektif. Ketika masyarakat mulai merasakan manfaat langsung dari kebijakan, maka pendidikan tidak lagi menjadi slogan, melainkan gerakan bersama menuju bangsa yang tercerahkan.
Pendidikan yang berdampak juga memperkuat identitas bangsa di tengah derasnya arus globalisasi nilai. Di tengah dunia yang makin kompetitif dan individualistik, sistem pendidikan Indonesia harus tetap berakar pada karakter kebangsaan yang menghormati keberagaman. Di sinilah pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan keteguhan nilai-nilai luhur.
Capaian satu tahun terakhir adalah bukti bahwa arah pendidikan nasional sudah menuju jalur yang benar. Namun pekerjaan besar belum selesai. Tantangannya kini adalah memastikan keberlanjutan, transparansi, dan kolaborasi lintas sektor agar semua program tetap berdampak.
Pertama, tata kelola pendidikan perlu diperkuat agar setiap rupiah dari APBN tersalurkan dengan efektif dan transparan. Kedua, sistem evaluasi berbasis data harus terus dikembangkan agar kebijakan tidak berhenti di pelaporan, tetapi terukur dampaknya. Ketiga, kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sipil perlu diperluas, karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama (Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 2022).
Kemendikdasmen juga perlu memperkuat ekosistem data pendidikan nasional yang terintegrasi serta memperluas kerja sama lintas kementerian untuk menyelaraskan pendidikan dengan pembangunan ekonomi lokal. Program revitalisasi sekolah, misalnya, bisa menjadi model sinergi antara pendidikan, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat (Kemendikdasmen, 2025). Selain itu, peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru sebagai pemimpin pembelajaran perlu terus didorong agar sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga pusat tumbuhnya karakter, moral, dan nilai-nilai kebangsaan.
Sebagaimana diungkapkan Ki Hajar Dewantara, âBangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pendidikannya.â Capaian Kemendikdasmen selama satu tahun terakhir adalah pondasi penting menuju Indonesia Emas 2045. Namun pondasi itu hanya akan kokoh bila api pendidikan terus dijaga, dengan semangat, kejujuran, dan cinta terhadap ilmu pengetahuan. (*)