Selusin 'Fun Fact' buat Kita yang Sering Salah Kaprah Menyama-nyamakan Setiap Agama

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Rabu 22 Okt 2025, 09:12 WIB
Buku Pengantar tentang Agama-Agama (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Buku Pengantar tentang Agama-Agama (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Kalau dengar kata “agama” yang kebayang di kepala kebanyakan orang sudah semacam template default yang tidak pernah diubah dari zaman SD. Agama itu harus ada Tuhan, harus punya kitab suci, ada pendiri atau nabi, ada tempat ibadah, ada hari raya, dan pastinya ada umatnya. Seolah-olah kalau tidak punya salah satu dari itu, langsung dianggap bukan agama.

Masalahnya, cara pandang itu sering banget dipakai buat bikin dunia agama terlihat rapi dan gampang dipahami. Katanya biar enggak bingung, biar gampang diajarin, eh ujung-ujungnya biar rukun juga. Tapi justru di situ letak masalahnya. Karena begitu kita malah maksa menyeragamkan semua agama, yang akhirnya kita kehilangan sisi paling hidup dari agama itu sendiri. Ialah keunikan, identitas, keragaman, dan kedalaman maknanya.

Padahal kalau saja kita mau beranjak sedikit, membongkar kejumudan pikiran, kita bisa terperangah. Ternyata dunia agama itu jauh lebih mempesona dan tidak bisa dipaksa pakai standar tertentu. Coba bayangkan ada agama tidak dikenali tanpa nama, ada yang tidak punya pendiri, bahkan ada yang tidak punya Tuhan. Dan semuanya betulan hadir, hidup di dunia kita, dipraktikkan, dan membentuk sistem religi bagi jutaan orang sampai sekarang.

Mencicip Keberagaman

Misalnya Buddha dan Jain. Dua-duanya tidak percaya sama konsep Tuhan personal. Aneh kan? Tapi mereka tetap layak disebut agama. Yang mereka kejar bukan sosok Sang Pencipta, tapi solusi supaya kita bisa keluar dari penderitaan. Fokusnya bukan menyembah, tapi melatih diri sendiri. Kalau kita bandingkan sama konsep agama mainstream yang penuh doa dan pengharapan pada Tuhan, agama ini kayak kebalikannya. Namun justru di situ menariknya, bahwa agama tidak melulu vertikal, bisa menekankan potensi diri.

Terus lihat Hindu, kasusnya juga “nyentrik”. Biasanya kita pikir bahwa setiap agama itu dimulai dari titik satu orang hebat, lalu pecah jadi macam-macam aliran. Tapi Hindu awalnya justru keragaman aliran, variasi bentuk pemujaan, sebuah klaster religi, baru lama-lama dianggap satu agama. Kayak band indie yang banyak gaya, terus orang-orang di luar sana menyebutnya “Oh ini ternyata satu genre”. Agama Hindu jadi bukti, agama yang sama tidak  harus seragam.

Ada pun Konghucu. Banyak yang mengira bahwa Konfusianisme itu bukan agama, katanya cuma filsafat. Memang karakter agama ini khas banget. Dia tidak tertarik buat bahas panjang lebar soal surga dan neraka, ajarannya lebih berfokus pada cara kita jadi manusia yang beneran manusiawi. Punya rasa malu, hormat, sopan, tanggung jawab, dan peran sosial. Agama ini menekankan moral dan pendidikan. Kita tidak disuruh meninggalkan dunia, tapi justru diajarkan caranya bikin dunia ini lebih beres.

Di sisi lain, ada Sikh. Agama ini tentunya tidak kalah uniknya. Dalam pandangan Sikh, yang jadi “nabi” itu justru kitabnya sendiri, Guru Granth Sahib. Kitabnya dianggap hidup, bukan sebatas teks mati. Ia dibacakan, dijaga, diperlakukan kayak manusia suci. Jadi penerus pemungkas Guru Nanak, Sang Pendiri.

Kini kita beralih pada Baha’í, agama yang berhasrat menyatukan semua manusia di dunia. Dia tidak punya rumah ibadah khusus dan tidak memiliki aliran. Prinsipnya simple bahwa semua agama dipandang sebagai satu rantai panjang menuju kebenaran. Setiap nabi kayak episode dalam satu seri besar yang belum kelar. Kita bayangkan saja kayak multiverse tapi versi relius. Baha’i adalah agama yang tidak memiliki pemuka agama tunggal, kepemimpinan dijalankan secara kolektif.

Yahudi, ini lebih rumit lagi, karena dia merupakan agama sekaligus identitas kebangsaan. Penganutnya tidak hanya percaya dan melakukan ritual bersama, tapi juga “terlahir” dari sumber yang sama. Kayak agama dan etnisitas yang bersatu. Spiritualitasnya tidak bisa dipisah dari sejarah dan politik. Hidup sebagai bangsa Yahudi sudah bagian dari religiusitas. Yahudi adalah agama lokal yang mengglobal.

Umat Hindu yang Sedang Berdoa di Sebuah Pura di Bandung Raya. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Umat Hindu yang Sedang Berdoa di Sebuah Pura di Bandung Raya. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Sementara Shinto malah tampak lebih santai. Banyak orang Jepang sendiri bilang kalau mereka tidak beragama, tapi “lucunya” masih rajin datang ke kuil dan mengucap terima kasih ke Kami. Mereka bisa buddhis sekaligus shinto-an, meski kadang di data ditulis sebagai ateis juga. Hal ini jadi bukti kalau agama tidak harus jadi label dan identitas. Kadang, yang paling religius itu justru yang tidak merasa beragama.

Agama Tao, itu sudah level lain. Tao dipahami sebagai jalan, prinsip, kebenaran, struktur dasar dari realitas semesta, tapi sekaligus juga bukan semuanya itu. Agama ini mengajarkan bahwa yang tidak bisa dijelaskan justru yang paling hakiki. Inilah pusat beragamanya. Tao ibarat udara. Kita tidak lihat, tapi kita hirup tiap hari.

Lanjut ke Zoroaster, agama tua dari Persia, yang memberi ide tentang pertarungan abadi antara terang dan gelap. Konsep setan yang kita kenal sekarang pada asalnya dari sini. Dalam agamanya, dunia dilihat seperti arena tarik-menarik dua energi kosmik, dan manusia disuruh pilih mau di sisi mana. Unik lagi ya kan? Zoroaster menunjukkan bahwa agama itu tidak harus monoteistik atau politeistik, ia bisa berpijak pada keyakinan pada dua kekuatan Maha Dahsyat.

Begitu juga Islam. Banyak yang pikir Islam itu kaku karena fokusnya ke hukum dan politik. Padahal hal tersebut cuma salah satu sisinya. Di dalamnya, agama ini bicara tentang keseimbangan, iman diterjemahkan jadi tindakan sosial, jadi keadilan. Kalau kita lihat dari situ, Islam justru salah satu agama yang praktis di dunia. Bukan cuma soal akhirat, tapi tentang hidup yang sekarang juga. Makanan halal dan bank syariah berakar dari pemahaman ini.

Lalu ada Kristen. Banyak yang kira gereja itu bangunannya, padahal inti Kekristenan justru persekutuannya. Bagi agama ini religiusitas tidak bisa diekspresikan sendirian, seorang kristiani mesti hidup dalam komunitas. Demikianlah makna sejati dari gereja, dari identitas sejatinya orang-orang Kristen. Agama selalu menuntut kebersamaan.

Catatan Penutup

Jadi, begitulah sedikit fun fact tentang dunia agama-agama. Mereka semua hidup dengan caranya sendiri. Ada yang mistis, ada yang etis, ada yang kolektif, ada yang personal banget. Masing-masing tumbuh dari konteksnya sendiri, dengan logika dan keindahan yang tidak bisa diseragamkan.

Buat besok-besok yang masih bilang “semua agama kan intinya sama”, boleh dong kita pikir ulang. Jangan lagi tergesa-gesa ya, apalagi sampai salah kaprah. Memukul rata atas nama kerukunan malah bikin kita kehilangan kesempatan buat benar-benar mengenal setiap agama. Kalau semua dianggap sama, ya kapan kita belajar menghargai bedanya? Justru dengan berani melihat keunikan tiap agama, kita bisa merayakan keberagaman dengan cara yang lebih jujur dan mendalam. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 22 Okt 2025, 21:06 WIB

Setahun Pendidikan Bermakna, Menanam Peradaban Lewat Tindakan Nyata

Menyoroti langkah Kemendikdasmen dalam membangun peradaban melalui kebijakan yang berdampak nyata bagi generasi muda.
Foto mengajar di SD Tewang Kadamba, Kalteng. (Foto: Eka)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 20:30 WIB

Membangun Wisata yang Tak Merusak tapi Menghidupkan Alam dan Budaya Lokal

Di tengah tekanan kerja dan digitalisasi, banyak orang mencari pelarian ke alam. Tapi bukan sekadar alam liar, mereka menginginkan pula kenyamanan, estetika, dan pengalaman.
Di tengah gempuran wisata urban dan digital, LGE tetap mengusung semangat pelestarian budaya lokal Sunda, mulai dari nama tempat, makanan tradisional, hingga permainan rakyat. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 20:10 WIB

Enam Akar Asal-usul Agama

Jauh sebelum berdiri gereja, kuil, atau masjid, manusia telah lebih dulu menatap langit, gunung, petir, dan kematian dengan perasaan yang campur aduk.
The Histomap of Religion: The Story of Man’s Search for Spiritual Unity (John B. Sparks, 1952) (Sumber: UsefulCharts, https://www.youtube.com/watch?v=5EBVuToAaFI) | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 19:17 WIB

Gastrokolonialisme: Pelajaran Pangan dari Hawaii untuk Indonesia

Tanpa kita sadari justru kita masih dijajah secara halus lewat orientasi pangan lokal yang semakin tergantikan dengan kampanye makanan olahan
Mengutip dari Sebumi, sebab pada akhirnya  perjuangan melawan kelaparan bukan sekedar mengisi perut, melainkan mengembalikan martabak di meja makan kita sendiri (Sumber: Freepik)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 18:44 WIB

Pasar Syariah Belum Kompetitif? Begini Tantangan dan Solusi Investasi Islam di Indonesia

Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, potensi pengembangan instrumen keuangan yang sesuai prinsip syariah dinilai sangat besar.
Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, potensi pengembangan instrumen keuangan yang sesuai prinsip syariah dinilai sangat besar. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 17:04 WIB

Review Anime 'Chainsaw Man The Movie: Reze Arc', Romantisme dan Aksi dalam Visual Memukau

Film animasi produksi studio MAPPA yaitu "Chainsaw Man The Movie: Reze Arc" mengguncang layar lebar dengan cerita dan visual yang bagus.
Poster film Chainsaw Man The Movie: Reze Arc (Sumber: imdb.com)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 16:31 WIB

Gowes Bukan Gaya-gayaan: Sepeda Bisa Jadi Solusi Urban Sustainability di Bandung

Tren bersepeda yang semula dianggap gaya-gayaan kini mulai menunjukkan potensi sebagai solusi urban sustainability yang nyata.
Tren bersepeda yang semula dianggap gaya-gayaan kini mulai menunjukkan potensi sebagai solusi urban sustainability yang nyata. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 15:31 WIB

Bandung dan Paradoks Kota Hijau: Potensi Besar yang Belum Tergarap

Bandung, kota kreatif dengan sejuta potensi, kini berhadapan dengan paradoks hijau.
Bandung, kota kreatif dengan sejuta potensi, kini berhadapan dengan paradoks hijau. (Sumber: Unsplash/Ikhsan Assidiqie)
Beranda 22 Okt 2025, 15:10 WIB

Insinerator Digencarkan, Tapi Bukan Solusi Tuntas Atasi Krisis Sampah di Kota Bandung

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, pun mengakui bahwa penggunaan insinerator tak bisa serampangan.
Salah satu insinerator di tempat pembuangan sampah di Kota Bandung. (Sumber: Pemkot Bandung)
Ayo Jelajah 22 Okt 2025, 13:38 WIB

Saat Hacker Bjorka Bikin Polisi Kelimpungan Tiga Kali

Bjorka bikin polisi kelimpungan tiga kali. Dari Cirebon sampai Minahasa, negara sibuk memburu bayangan di layar komputer.
Ilustrasi hacker Bjorka.
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 12:48 WIB

Film Rangga & Cinta: Mengenang Kembali Kisah Romansa Masa Remaja

Film Rangga & Cinta dikemas dengan nuansa awal 2000-an yang autentik.
 Salah satu adegan film Rangga & Cinta (Sumber: X/@habisnontonfilm)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 11:51 WIB

Mengokohkan Sistem Manajemen Kinerja: Pilar Penggerak Profesionalitas ASN

Penguatan sistem manajemen kinerja ASN bukan sekadar urusan teknis, tetapi langkah strategis membangun birokrasi berdampak.
Aparatur Negeri Sipil (ASN). (Sumber: Pemkot Magelang)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 10:10 WIB

Menakar Ulang Feodalisme Pesantren

Esai ini ditulis dalam rangka memperingati hari santri.
Ilustrasi santri yang sedang belajar di pesantren. (Sumber: Pexels/Mufid Majnun)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 09:12 WIB

Selusin 'Fun Fact' buat Kita yang Sering Salah Kaprah Menyama-nyamakan Setiap Agama

Masalahnya, cara pandang itu sering banget dipakai buat bikin dunia agama terlihat rapi dan gampang dipahami.
Buku Pengantar tentang Agama-Agama (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 05:21 WIB

Khalifah di Era Konsumerisme: Menemukan Keseimbangan dengan Menjaga Lingkungan

Modernitas telah membawa manusia hidup dalam era konsumerisme.
Tugas kita hari ini adalah menanam benih peradaban bumi yang hijau. Sekecil apapun itu karena menjaga bumi adalah bagian dari ibadah seorang Hamba kepada Pencipta-Nya. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 20:51 WIB

Menjaga Etika Jurnalistik

Trans7 telah mempertontonkan ketidaktahuannya akan sebuah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan tanpa ada yang protes. 
media harus bekerja keras lagi mencari strategi untuk mendapat respons positif dari masyarakat. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 21 Okt 2025, 20:12 WIB

Angkat Tema ‘Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, AMSI Gelar Indonesia Digital Conference (IDC) 2025

IDC mengangkat tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, yang menyoroti pentingnya kedaulatan dan kemandirian industri media dalam menghadapi gelombang transformasi digital berbasis AI.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) kembali menyelenggarakan ajang tahunan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 di The Hub Epicentrum, Jakarta Selatan. (Sumber: AMSI)
Ayo Biz 21 Okt 2025, 18:39 WIB

Industri Pariwisata Jawa Barat, Lokomotif Ekonomi yang Menanti Lompatan Strategis

Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari kontribusi berbagai komponen industri, terutama perhotelan dan restoran.
Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari kontribusi berbagai komponen industri, terutama perhotelan dan restoran. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 17:19 WIB

Rebel Ridge dan Beratnya Mengungkap Penyimpangan Aparat Penegak Hukum

Rebel Ridge menyingkap sisi gelap aparat penegak hukum dan menggambarkan beratnya perjuangan rakyat sipil melawan ketidakadilan.
Poster Rebel Ridge (Sumber: Foto: Netflix Media Center/Poster Rebel Ridge (2024))
Ayo Biz 21 Okt 2025, 16:55 WIB

Menanam Cuan Tanpa Riba: Jalan Panjang Investasi Syariah di Tengah Dinamika Pasar Modern

Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil.
Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil. (Sumber: Freepik)