Insinerator Digencarkan, Tapi Bukan Solusi Tuntas Atasi Krisis Sampah di Kota Bandung

Gilang Fathu Romadhan
Ditulis oleh Gilang Fathu Romadhan diterbitkan Rabu 22 Okt 2025, 15:10 WIB
Salah satu insinerator di tempat pembuangan sampah di Kota Bandung. (Sumber: Pemkot Bandung)

Salah satu insinerator di tempat pembuangan sampah di Kota Bandung. (Sumber: Pemkot Bandung)

AYOBANDUNG.ID - Krisis sampah di Bandung Raya memuncak seiring menipisnya kapasitas TPA Sarimukti. Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil langkah cepat.

“Dalam rapat Pak Gubernur menyampaikan bahwa tidak bisa kita hanya mengandalkan Sarimukti karena terbatas. Jadi harus ada upaya progresif dari kabupaten kota di cekungan Bandung dan kita akan perjuangkan bersama-sama,” ujar Sekda Jabar, Herman Suryatman beberapa waktu lalu.

TPA Sarimukti kini hanya bertumpu pada Zona 3 yang tersisa sekitar 50.000 ton. Dengan timbunan sampah harian mencapai 1.200 ton, daya tampung itu diperkirakan hanya bertahan 41 hari. “Zona 3 Sarimukti tinggal 41 hari lagi. Tapi kami sudah antisipasi. Zona 5 sedang dalam tahap finishing dan ditargetkan operasional pertengahan Juni (2025),” kata Herman.

Namun pemerintah sadar, solusi jangka pendek tidak cukup. Pemdaprov Jabar bersama pemda di Bandung Raya menyiapkan strategi lebih besar: menghadirkan insinerator skala menengah berbasis teknologi Motah yang mampu mengolah 10 ton sampah per hari.

“Untuk mengurangi ketergantungan pada Sarimukti, kita butuh sekitar 84 insinerator tambahan. Proyeksinya senilai Rp117 miliar dan akan dibagi secara gotong royong antara provinsi dan kabupaten kota,” jelas Herman.

Kota Bandung menjadi penerima terbanyak, yakni 43 unit. Pemerintah juga meminta teknologi pengolahan lain seperti maggot dan composting dioptimalkan. “Pak Gubernur minta semua insinerator yang ada sekarang difungsikan maksimal,” ujar Herman. Upaya ini disambung dengan skema jangka panjang seperti proyek Legok Nangka.

Namun, di lapangan, insinerator bukan tanpa masalah. Kota Bandung sebelumnya pernah memasang insinerator kecil di tingkat RW untuk mengurangi sampah rumah tangga. Hasilnya belum signifikan, justru memunculkan persoalan baru terkait polusi udara dan keamanan lingkungan.

Aktivis lingkungan dari Nexus3 Foundation, Nindhita Proboretno, menilai kebijakan ini terlalu instan. "Ya jadi kita tuh akhir-akhir ini melihat pemerintah tuh untuk mengatasi permasalahan sampah malah membuat solusi, pengen membuat solusi instan gitu ya. Pengen sampah tuh sesegera mungkin hilang dari pandangan gitu ya,” ujarnya.

Ia mengkritisi bahwa penggunaan insinerator tidak boleh hanya soal teknis pembakaran. “Nah itu tapi yang harus kita kritisi, itu benar enggak alatnya aman dan sebagainya,” katanya. Menurutnya, teknologi seperti RDF dan pirolisis pun belum tentu menjadi jawaban karena tetap menghasilkan emisi berbahaya.

Lebih jauh, ia menyebut sebagian insinerator kecil di permukiman justru tak layak disebut insinerator. “Di setiap RW atau kelurahan tuh pasti ada gitu yang kecil-kecil insineratornya, itu bagi kami bukan insinerator, cuma pembakaran terbuka di dalam wadah aja," ujarnya.

Bahaya yang mengintai bukan hanya asap, tetapi senyawa kimia berbahaya seperti dioksin. “Jika insinerator tidak memenuhi beberapa hal yang harus diperhatikan tersebut, senyawa Dioksin yang berbahaya akan terbentuk dan dilepaskan ke lingkungan melalui udara dan abu hasil pembakaran," kata Nindhita. Ia menyebut dampak jangka panjang dioksin dapat menyebabkan kanker, gangguan hormon, reproduksi, hingga perkembangan anak dan janin.

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, pun mengakui bahwa penggunaan insinerator tak bisa serampangan.

“Insinerator boleh, tapi dengan syarat yang sangat ketat. Ada beberapa sertifikasi yang harus dilakukan, bahkan untuk beberapa hal perizinannya sudah sampai ke level AMDAL," tegasnya.

Ia juga menggarisbawahi bahwa insinerator bukan solusi utama. “Insinerator itu pilihan terakhir untuk pemusnahan. Kita harus betul-betul pemilahan yang benar, pengolahan yang benar, dan pemanfaatan yang benar.”

Pemkot Bandung bahkan memutuskan menghentikan sementara pengoperasian mesin insinerator kecil. Kepala DLH Kota Bandung, Darto, mengatakan kebijakan ini diambil karena sebagian alat belum memenuhi standar. “Yang kecil-kecil karena kita tidak bisa memastikan bahwa itu sudah ber-SNI, memiliki standar SNI, kemudian operatornya juga memiliki KBLI yang memadai,” ujarnya.

Ia juga menilai pengolahan sampah lebih baik dilakukan terpusat dalam unit minimal 10 ton per hari agar mudah diawasi. “Daripada kecil-kecil banyak, mending disatukan dalam bentuk yang minimal 10 ton sehari, supaya kita memantaunya, mengontrolnya gampang," ucapnya. Namun ia tak menampik bahwa teknologi thermal seperti insinerator tetap berpotensi mencemari udara. "Polusi itu harus dikendalikan sesuai dengan regulasi, harus sesuai Peraturan KLHK 2023 mesinnya," katanya.

Artinya, rencana pengadaan 84 insinerator bukan tanpa konsekuensi. Di satu sisi, pemerintah mengejar solusi cepat mengurangi volume sampah. Di sisi lain, risiko emisi beracun, abu berbahaya, dan polusi udara—terutama jika tidak dipantau ketat—masih menghantui. Krisis sampah mungkin berkurang di mata, tapi tak serta-merta hilang dari udara yang dihirup warga Bandung.

Tumpukan sampah di sekitar Pasar Cicadas, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)
Tumpukan sampah di sekitar Pasar Cicadas, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)

Insinerator Masih Menyisakan Banyak Masalah

Menurut fakta Trash Incineration (“Waste-to-Energy”) yang dirilis Energy Justice Network, selama ini insinerator sering dipromosikan sebagai cara modern mengolah sampah menjadi energi. Namun kenyataannya, teknologi ini justru paling mahal dan paling mencemari dibanding pilihan lain seperti daur ulang atau kompos.

Di Amerika Serikat, hanya sekitar 11 persen sampah yang dibakar. Sisanya lebih banyak dipilah, diolah, atau dibuang ke landfill. Agar terdengar lebih ramah, industri memakai istilah seperti waste-to-energy atau resource recovery, padahal secara hukum tetap dikategorikan sebagai insinerasi.

Banyak pihak mengira insinerator bisa menghasilkan listrik, tetapi sebenarnya lebih banyak energi yang hilang dibanding manfaatnya. Jika kertas, plastik, dan bahan organik didaur ulang atau dikomposkan, energi yang dihemat bisa tiga hingga lima kali lebih besar daripada energi yang dihasilkan dari membakar sampah tersebut. Sampah juga bukan sumber energi terbarukan karena berasal dari bahan yang diambil dari alam, seperti kayu dan minyak bumi. Dengan adanya insinerator, muncul kebutuhan pasokan sampah terus-menerus yang akhirnya menghambat upaya pengurangan dan daur ulang.

Masalah lain muncul dari sisi keadilan lingkungan. Banyak insinerator dibangun di daerah yang dihuni komunitas berpenghasilan rendah atau masyarakat berwarna. Artinya, kelompok yang sudah rentan justru paling banyak terkena dampak polusi dari fasilitas ini. Bahkan dalam beberapa kasus, faktor ras lebih menentukan dibanding tingkat ekonomi.

Dari sisi polusi udara, insinerator jauh lebih kotor dibanding pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Untuk menghasilkan energi dalam jumlah yang sama, insinerator menghasilkan 28 kali lebih banyak dioxin, enam kali lebih banyak timbal dan merkuri, serta emisi karbon dioksida hampir dua setengah kali lipat. Sampah yang dibakar tidak berubah menjadi uap air, tetapi menghasilkan racun seperti arsenik, klorin, logam berat, hingga dioxin dan furan.

Setelah dibakar, sampah tidak hilang begitu saja. Yang tersisa adalah abu sangat beracun yang tetap harus dibuang ke landfill. Abu ini lebih mudah terbawa angin dan lebih cepat mencemari air tanah dibanding sampah biasa. Jadi, insinerator tetap butuh landfill, hanya saja versinya lebih kecil tapi jauh lebih berbahaya.

Pengawasan emisi insinerator juga sangat minim. Kebanyakan hanya memantau tiga jenis polutan—karbon monoksida, nitrogen oksida, dan sulfur dioksida—secara rutin. Sementara zat beracun lainnya hanya diuji setahun sekali atau bahkan tidak diukur. Artinya, bisa jadi insinerator melepaskan polusi lebih tinggi ketika sedang tidak diawasi.

Dampaknya terhadap kesehatan pun sangat serius. Studi di sekitar lokasi insinerator menemukan peningkatan kelahiran bayi prematur, cacat lahir, dan berbagai jenis kanker seperti kanker paru, lambung, hati, hingga leukemia pada anak-anak. Para pekerja insinerator juga ditemukan memiliki kadar dioxin lebih tinggi dalam darah.

Selain berisiko bagi kesehatan, insinerator ternyata juga paling mahal secara biaya. Mereka membutuhkan modal pembangunan hingga sembilan kali lebih besar dibanding pembangkit listrik tenaga gas alam, dan biaya operasionalnya bisa mencapai 30 kali lebih mahal. Banyak pemerintah daerah akhirnya terjebak kontrak put-or-pay, yaitu tetap harus membayar walaupun sampah yang masuk tidak sesuai target. Beberapa kota di Amerika bahkan bangkrut karena beban biaya ini.

Dari sisi lapangan kerja, insinerator juga tidak menguntungkan. Untuk setiap 10.000 ton sampah, teknologi ini hanya menciptakan satu pekerjaan. Sebaliknya, industri daur ulang menciptakan sepuluh lapangan kerja, dan kegiatan guna ulang atau perbaikan barang bisa menghasilkan jauh lebih banyak kesempatan kerja.

Melihat seluruh fakta tersebut, insinerator bukan jalan keluar terbaik untuk masalah sampah. Alih-alih membakar, solusi masa depan lebih pada pengurangan sampah dari sumbernya, pemilahan, daur ulang, kompos, hingga desain ulang produk agar tidak menghasilkan limbah. Pendekatan zero waste menjadi lebih masuk akal: lebih murah, lebih sehat, dan lebih adil bagi masyarakat dan lingkungan.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 22 Okt 2025, 21:06 WIB

Setahun Pendidikan Bermakna, Menanam Peradaban Lewat Tindakan Nyata

Menyoroti langkah Kemendikdasmen dalam membangun peradaban melalui kebijakan yang berdampak nyata bagi generasi muda.
Foto mengajar di SD Tewang Kadamba, Kalteng. (Foto: Eka)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 20:30 WIB

Membangun Wisata yang Tak Merusak tapi Menghidupkan Alam dan Budaya Lokal

Di tengah tekanan kerja dan digitalisasi, banyak orang mencari pelarian ke alam. Tapi bukan sekadar alam liar, mereka menginginkan pula kenyamanan, estetika, dan pengalaman.
Di tengah gempuran wisata urban dan digital, LGE tetap mengusung semangat pelestarian budaya lokal Sunda, mulai dari nama tempat, makanan tradisional, hingga permainan rakyat. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 20:10 WIB

Enam Akar Asal-usul Agama

Jauh sebelum berdiri gereja, kuil, atau masjid, manusia telah lebih dulu menatap langit, gunung, petir, dan kematian dengan perasaan yang campur aduk.
The Histomap of Religion: The Story of Man’s Search for Spiritual Unity (John B. Sparks, 1952) (Sumber: UsefulCharts, https://www.youtube.com/watch?v=5EBVuToAaFI) | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 19:17 WIB

Gastrokolonialisme: Pelajaran Pangan dari Hawaii untuk Indonesia

Tanpa kita sadari justru kita masih dijajah secara halus lewat orientasi pangan lokal yang semakin tergantikan dengan kampanye makanan olahan
Mengutip dari Sebumi, sebab pada akhirnya  perjuangan melawan kelaparan bukan sekedar mengisi perut, melainkan mengembalikan martabak di meja makan kita sendiri (Sumber: Freepik)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 18:44 WIB

Pasar Syariah Belum Kompetitif? Begini Tantangan dan Solusi Investasi Islam di Indonesia

Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, potensi pengembangan instrumen keuangan yang sesuai prinsip syariah dinilai sangat besar.
Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, potensi pengembangan instrumen keuangan yang sesuai prinsip syariah dinilai sangat besar. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 17:04 WIB

Review Anime 'Chainsaw Man The Movie: Reze Arc', Romantisme dan Aksi dalam Visual Memukau

Film animasi produksi studio MAPPA yaitu "Chainsaw Man The Movie: Reze Arc" mengguncang layar lebar dengan cerita dan visual yang bagus.
Poster film Chainsaw Man The Movie: Reze Arc (Sumber: imdb.com)
Ayo Biz 22 Okt 2025, 16:31 WIB

Gowes Bukan Gaya-gayaan: Sepeda Bisa Jadi Solusi Urban Sustainability di Bandung

Tren bersepeda yang semula dianggap gaya-gayaan kini mulai menunjukkan potensi sebagai solusi urban sustainability yang nyata.
Tren bersepeda yang semula dianggap gaya-gayaan kini mulai menunjukkan potensi sebagai solusi urban sustainability yang nyata. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 15:31 WIB

Bandung dan Paradoks Kota Hijau: Potensi Besar yang Belum Tergarap

Bandung, kota kreatif dengan sejuta potensi, kini berhadapan dengan paradoks hijau.
Bandung, kota kreatif dengan sejuta potensi, kini berhadapan dengan paradoks hijau. (Sumber: Unsplash/Ikhsan Assidiqie)
Beranda 22 Okt 2025, 15:10 WIB

Insinerator Digencarkan, Tapi Bukan Solusi Tuntas Atasi Krisis Sampah di Kota Bandung

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, pun mengakui bahwa penggunaan insinerator tak bisa serampangan.
Salah satu insinerator di tempat pembuangan sampah di Kota Bandung. (Sumber: Pemkot Bandung)
Ayo Jelajah 22 Okt 2025, 13:38 WIB

Saat Hacker Bjorka Bikin Polisi Kelimpungan Tiga Kali

Bjorka bikin polisi kelimpungan tiga kali. Dari Cirebon sampai Minahasa, negara sibuk memburu bayangan di layar komputer.
Ilustrasi hacker Bjorka.
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 12:48 WIB

Film Rangga & Cinta: Mengenang Kembali Kisah Romansa Masa Remaja

Film Rangga & Cinta dikemas dengan nuansa awal 2000-an yang autentik.
 Salah satu adegan film Rangga & Cinta (Sumber: X/@habisnontonfilm)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 11:51 WIB

Mengokohkan Sistem Manajemen Kinerja: Pilar Penggerak Profesionalitas ASN

Penguatan sistem manajemen kinerja ASN bukan sekadar urusan teknis, tetapi langkah strategis membangun birokrasi berdampak.
Aparatur Negeri Sipil (ASN). (Sumber: Pemkot Magelang)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 10:10 WIB

Menakar Ulang Feodalisme Pesantren

Esai ini ditulis dalam rangka memperingati hari santri.
Ilustrasi santri yang sedang belajar di pesantren. (Sumber: Pexels/Mufid Majnun)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 09:12 WIB

Selusin 'Fun Fact' buat Kita yang Sering Salah Kaprah Menyama-nyamakan Setiap Agama

Masalahnya, cara pandang itu sering banget dipakai buat bikin dunia agama terlihat rapi dan gampang dipahami.
Buku Pengantar tentang Agama-Agama (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 22 Okt 2025, 05:21 WIB

Khalifah di Era Konsumerisme: Menemukan Keseimbangan dengan Menjaga Lingkungan

Modernitas telah membawa manusia hidup dalam era konsumerisme.
Tugas kita hari ini adalah menanam benih peradaban bumi yang hijau. Sekecil apapun itu karena menjaga bumi adalah bagian dari ibadah seorang Hamba kepada Pencipta-Nya. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 20:51 WIB

Menjaga Etika Jurnalistik

Trans7 telah mempertontonkan ketidaktahuannya akan sebuah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan tanpa ada yang protes. 
media harus bekerja keras lagi mencari strategi untuk mendapat respons positif dari masyarakat. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 21 Okt 2025, 20:12 WIB

Angkat Tema ‘Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, AMSI Gelar Indonesia Digital Conference (IDC) 2025

IDC mengangkat tema “Sovereign AI: Menuju Kemandirian Digital”, yang menyoroti pentingnya kedaulatan dan kemandirian industri media dalam menghadapi gelombang transformasi digital berbasis AI.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) kembali menyelenggarakan ajang tahunan Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 di The Hub Epicentrum, Jakarta Selatan. (Sumber: AMSI)
Ayo Biz 21 Okt 2025, 18:39 WIB

Industri Pariwisata Jawa Barat, Lokomotif Ekonomi yang Menanti Lompatan Strategis

Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari kontribusi berbagai komponen industri, terutama perhotelan dan restoran.
Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Barat tidak bisa dilepaskan dari kontribusi berbagai komponen industri, terutama perhotelan dan restoran. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 21 Okt 2025, 17:19 WIB

Rebel Ridge dan Beratnya Mengungkap Penyimpangan Aparat Penegak Hukum

Rebel Ridge menyingkap sisi gelap aparat penegak hukum dan menggambarkan beratnya perjuangan rakyat sipil melawan ketidakadilan.
Poster Rebel Ridge (Sumber: Foto: Netflix Media Center/Poster Rebel Ridge (2024))
Ayo Biz 21 Okt 2025, 16:55 WIB

Menanam Cuan Tanpa Riba: Jalan Panjang Investasi Syariah di Tengah Dinamika Pasar Modern

Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil.
Investasi telah menjadi strategi penting dalam mengelola pendapatan dan membangun masa depan finansial yang lebih stabil. (Sumber: Freepik)