Krisis Sampah Bandung Raya di Tengah Sarimukti yang Sekarat

Selasa 29 Apr 2025, 15:12 WIB
Warga melintas di depan tumpukan sampah di TPS Pasar Ciwastra, Kota Bandung, Selasa 22 April 2025. Penumpukan tejadi diakibatkan pembatasan pembuangan sampah ke TPA Sarimukti. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Warga melintas di depan tumpukan sampah di TPS Pasar Ciwastra, Kota Bandung, Selasa 22 April 2025. Penumpukan tejadi diakibatkan pembatasan pembuangan sampah ke TPA Sarimukti. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Pekan terakhir April 2025, udara panas Kota Cimahi bercampur bau menyengat yang menyelimuti sejumlah kawasan padat. Tumpukan kantong plastik, sayuran membusuk, dan limbah rumah tangga lainnya menyergap area-area tempat pembuangan sementara (TPS).

Suasana semakin genting, ketika truk-truk sampah tak kunjung tiba. Keluhan pun membanjiri media sosial dan aduan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Masalahnya bukan pada kemalasan petugas. Mereka justru dikerahkan penuh sejak 21 April, saat status darurat sampah resmi diberlakukan oleh Wali Kota Cimahi, Ngatiyana.

Keputusan Wali Kota Nomor 660/Kep.1792-DLH/2025 menandai babak baru dalam kisruh pengelolaan sampah di Bandung Raya. Selama tujuh hari, hingga 27 April, pelayanan pengangkutan sampah dari rumah-rumah warga dihentikan. Seluruh sumber daya dikerahkan untuk menanggulangi penumpukan di TPS-TPS yang kolaps usai Lebaran Idul Fitri.

Permasalah utama yang mencuat adalah pembatasan kuota pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Kota Cimahi hanya diperbolehkan mengirim 17 ritase truk atau sekitar 95 ton sampah per hari. Padahal produksi sampah harian kota ini mencapai lebih dari 200 ton. Artinya, lebih dari setengah volume sampah tidak tertangani setiap hari. Pemkot Cimahi mengajukan penambahan 10 ritase per hari agar penumpukan sampah bisa diurai.

"Kita sudah mengajukan surat ke gubernur, tapi belum dijawab sampai hari ini. Kalau seandainya dikasih kuota sampai 10 ritase berarti ada 27 rit per hari, insyaAllah selesai," kata Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira, Sabtu, 26 April 2025.

Pemkot juga menyiapkan strategi lain bila pengajuan ritase tambahan tak digubris. Adhitia menjelaskan bahwa upaya darurat telah disiapkan, termasuk kemungkinan kerjasama dengan pengelola swasta di Bogor. "Kalau seandainya enggak, kita akan buang sampah ini ke Citeureup, Bogor. Hanya memang ada tarif yang diberlakukan. Tarifnya kalau tidak salah Rp 378 ribu per ton, belum dengan transportasi," katanya. Solusi ini bersifat temporer dan mahal.

Langkah lain yang langsung diterapkan adalah pengetatan sistem pembuangan. Usai masa darurat, TPS akan memberlakukan jadwal harian berdasarkan jenis sampah. Senin, Rabu, Sabtu untuk organik; Selasa dan Kamis untuk anorganik; Jumat dan Minggu khusus untuk clean-up. Konsekuensinya, masyarakat harus memilah sampah sejak dari rumah.

Jika berhasil, pemilahan sampah organik secara taat asas ini diyakini bisa mengurangi beban hingga 40%. Namun, realisasi di lapangan sering kali tak semudah perencanaan. Minimnya kesadaran warga dan belum optimalnya infrastruktur daur ulang membuat pemilahan menjadi tantangan tersendiri.

Kisah buruk rupa gunungan sampah ini tak cuma jadi milik Cimahi. Berselang beberapa hari dari pengumuman darurat sampah Cimahi, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan bersama Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi, turun langsung ke Pasar Gedebage pada 28 April.

Gunungan sampah setinggi dada orang dewasa memenuhi sisi pasar. Totalnya mencapai 1.120 meter kubik, dengan penambahan sekitar 20 ton per hari. Diperkirakan butuh waktu 2 sampai 3 hari untuk mengangkut semua sampah, dengan kapasitas angkut 40 ritase per hari.

"Wayahna urang Bandung hampura. Kita berkorban dulu selama tiga hari untuk penanganan sampah di Gedebage," Farhan minta maaf.

Tumpukan sampah di Pasar Gedebage. (Sumber: Ayobandung | Foto: Muslim Yanuar Putra)

Tumpukan itu sudah berada di area belakang pasar entah berapa lama. Saking lamanya tak tersentuh, barang yang semula padat tersebut perlahan mencair di beberapa bagian, mengeluarkan liur berwarna hitam pekat.

"Hati-hati ngangkutnya, takutnya di bawah udah ada rendaman metan, khawatir meledak," kata Farhan mengingatkan petugas yang akan mengangkut sampah.

Rupanya, aroma sampah yang menyengat ini bukan satu-satunya masalah. Tercium bau busuk lain: adanya dugaan korupsi dalam rupa pungutan liar. Saban hari, pedagang dimintai iuran sampah Rp5.000 per kios. Jumlah kios di pasar ada sekitar 700-an unit. Dari jumlah tersebut, diperkirakan aksi pungli ini bisa meraup cuan haram sekitar Rp3,5 juta per hari.

Sayangnya, uang yang dipungut dari pedagang itu tidak berbanding lurus dengan kondisi pasar. Mesin pencacah rusak, biodigester mati, air macet, pengangkutan tidak rutin. Kerugian akibat masalah ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah sejak Desember 2024.

TPA Sarimukti Sekarat

TPA Sarimukti yang telah menjadi tumpuan utama sampah Bandung Raya kini tengah sekarat. Sarimukti selama ini sudah menjadi penyangga utama bagi sampah dari empat wilayah: Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan KBB sendiri.

Saat normal, Pemprov Jabar mencatat volume pengiriman sampah dari empat daerah di Bandung Raya sebelumnya mencapai 1.750 ton per hari dengan 267 ritase. Sementara pengamatan lapangan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar pada Juni 2024 setiap harinya tempat ini menerima 300 hingga 320 ritase truk atau sekitar 2.500 ton sampah.

Dari jumlah itu, 70% adalah sampah organik. Sebagian besar sampah yang masuk ke TPA Sarimukti belum melalui proses pemilahan. Hal ini mempercepat proses penumpukan dan menurunkan efisiensi pengelolaan.

Sebagai respons, Pemprov Jabar mulai membatasi ritase dari setiap kota/kabupaten. Targetnya, dari sebelumnya 1.750 ton menjadi hanya 1.250 ton per hari. Kota Bandung misalnya, diminta memangkas pengiriman dari 170 rit menjadi 140 rit, Cimahi dari 37 rit ke 17, Kabupaten Bandung dari 70 ke 40, dan KBB dari 20 ke 17.

Kondisi TPA Sarimukti di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)

Langkah pembatasan ritase oleh pemprov ini menyulut protes. Setiap kepala daerah merasa jatah yang diberikan tidak mencukupi untuk menangani volume sampah yang mereka hasilkan. Semua berteriak. Tapi kalau tidak dibatasi, Sarimukti akan kolaps bahkan sebelum 2026.

Sebagai solusi jangka panjang, Pemprov Jabar sedang membangun TPA Legoknangka. Harapannya, fasilitas ini dapat mulai beroperasi pada 2028. Namun sampai saat itu tiba, Sarimukti harus dipaksa hidup lebih lama melalui pengetatan kuota dan optimalisasi manajemen.

Solusi Temporer dan Gimmick Program

Tak jauh dari Pasar Gedebage, Pemkot Bandung saat ini sedang membangun Tempat Pembuangan Sampah Semenatra (TPST) Gedebage. Tempat yang akan menjadi solusi penampungan sampah temporer ini dibangun sejak November 2024 dan direncanakan rampung akhir 2025.

TPST Gedebage dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 1,7 hektare ini dibangun dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) dan diproyeksikan mampu mengolah 390 ton per hari, atau lebih dari 25% produksi sampah harian Kota Bandung sekitar 1.796,51 ton per hari pada 2024 berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).

Pembangunan TPST bukan satu-satunya cara yang ditempuh pemerintah sebagai solusi temporer bom waktu penumpukan sampah. Sebelumnya, Bandung sempat menempuh siasat serupa dengan Cimahi: mencari lahan sampah kota tetangga yang mau menampung. Pemkot mengalihkan pembuangan sampah ke TPA Pasir Bajing di Garut, melalui perjanjian kerja sama (PKS) yang ditandatangani 14 Desember 2024.

Sayangnya, kerjasama ini terhenti mendadak pada 29 Januari 2025 setelah menerima protes warga Garut. Warga sekitar TPA memprotes bau tak sedap dan dampak kesehatan. Pemerintah Garut pun menghentikan kerja sama, menyisakan Kota Bandung kembali bergantung pada Sarimukti. Selama beroperasi, 200 ton sampah per hari masuk ke Pasir Bajing. Dengan tipping fee Rp75.000 per ton, Pemkab Garut menerima sekitar Rp15 juta per hari.

Pemkot Bandung sebagai produsen sampah utama di Bandung Raya dalam beberapa tahun terakhir juga telah menggulirkan berbagai program pengelolaan sampah berbasis partisipasi warga. Ada banyak program. Saking banyaknya, program-program dengan gimmick menggoda ini malah menyerupai gundukan sampah yang menumpuk di mana-mana.

Jika sampah bisa dibasmi dengan akronim dan slogan, mungkin Bandung sudah bersih mengkilap sejak lama. Sayangnya, yang menumpuk bukan cuma sampah, tapi juga jargon. Setiap tahun, ada saja program baru yang seolah lahir dari lokakarya branding ketimbang riset lapangan.

Salah satu yang paling populer adalah program Kang Pisman, akronim dari Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan. Kang Pisman diluncurkan pada tahun 2018 sebagai gerakan perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah sejak dari rumah. Program ini mendorong warga untuk mengurangi timbulan sampah, memilah antara sampah organik dan anorganik, serta memanfaatkannya kembali menjadi barang bernilai guna seperti kompos atau kerajinan.

Tak cukup punya Kang Pisman, pemkot mengeluarkan akang-akang lainnya, yakni Kang Empos, akronim dari Karung Ember Pengomposan atau dikenal dengan Kang Empos. Program ini mendorong warga mengolah sampah organik di rumah menggunakan ember tertutup untuk proses pengomposan anaerob.

Program Kang Pisman digulirkan Pemkot Bandung sejak 2018. (Sumber: Humas Pemkot Bandung)

Untuk disebut, beberapa slogan dan program persampahan Kota Bandung lainnya antara lain Kawasan Bebas Sampah (KBS), Tidak Dipilah Tidak Diangkut, dan Sampah Hari Ini Habis Hari Ini. Dari setumpuk program tersebut, belum ada dampak signifikan yang dirasakan.

Upaya mengubah kebiasaan warga bukanlah perkara gampang. Wali Kota Farhan mengakui, sistem pemilahan sampah organik dan anorganik di Kota Bandung masih jadi praktik minor.

“Saat ini baru kurang dari 30% wilayah Bandung yang sudah menerapkan kawasan bebas sampah,” katanya.

Selain itu, sampah rumah tangga bukanlah produsen utama sampah organik di Kota Kembang. Catatan Walhi Jabar yang mengutip data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar tahun 2022, wilayah Cekungan Bandung atau Bandung Raya menghasilkan sekitar 2.327 ton sampah organik setiap hari.

Kota Bandung tercatat sebagai penyumbang terbesar sampah organik di wilayah tersebut. Dari total produksi sampah organik Kota Bandung, sebanyak 874 ton per hari berasal dari kawasan komersial—seperti pasar, hotel, restoran, kafe, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan (mall)—yang biasanya menghasilkan sampah dalam jumlah besar dan relatif homogen. Sementara itu, sekitar 515 ton per hari berasal dari rumah tangga, yaitu dari aktivitas domestik warga.

Intinya, sumber utama sampah organik di Kota Bandung bukanlah rumah tangga, melainkan kawasan komersial yang aktivitasnya menghasilkan sisa makanan dan limbah organik dalam volume besar.

Reporter
Redaksi
Editor

News Update

Ayo Netizen 03 Mei 2025, 22:24 WIB

Kalimat Aktif dan Pasif Tidak Asal, Penekanan untuk 'Pelaku' atau 'Korban'

Angle berita dimulai dari cara menulismu yang akan memakai kalimat aktif atau pasif.
Angle berita dimulai dari cara menulismu yang akan memakai kalimat aktif atau pasif. (Sumber: Pexels | Foto: Suzy Hazelwood)
Ayo Netizen 03 Mei 2025, 18:07 WIB

Tak Perlu AI, 4 Alat Ulik Bahasa agar Kamu Jago Menulis

Ketimbang AI, kamu justru dapat mengandalkan empat alat ulik bahasa berikut ini, agar makin jago menulis.
Ketimbang AI, kamu justru dapat mengandalkan empat alat ulik bahasa berikut ini, agar makin jago menulis. (Sumber: Pexels | Foto: Lukas)
Ayo Biz 03 Mei 2025, 15:35 WIB

Bolu Bakar Tunggal, Oleh-oleh Khas Bandung yang Tak Tertandingi Kelegitannya

Bolu Bakar Tunggal merupakan salah satu oleh-oleh favorit khas Bandung. Bahkan banyak pelancong yang sengaja datang ke kota kembang hanya untuk membeli produk kuliner ini.
Bolu Bakar Tunggal varian rasa Durian Montong Lokal (Foto: Ist)
Ayo Biz 03 Mei 2025, 08:24 WIB

Pasang Surut Cibaduyut, dari Wilayah yang Ditumbuhi Obat Flu sampai Jadi Sentra Industri Sepatu

Seperti halnya sentra industri lain. Cibaduyut juga mengalami pasang surut dalam mempertahankan eksistensinya. Sempat Berjaya di tahun 90-an, industri sepatu Cibaduyut melempem memasukin era 2000-an.
Pengrajin sepatu Cibaduyut. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Alfaritsi)
Ayo Netizen 02 Mei 2025, 19:08 WIB

Hal yang Wajib Kamu Hindari Saat Mengirim Tulisan ke Ayobandung.id

Ada beberapa hal yang sebaiknya kamu hindari saat mengirim tulisan ke Ayobandung.id.
Ada beberapa hal yang sebaiknya kamu hindari saat mengirim tulisan ke Ayobandung.id. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Algifari Tohaga Abdillah)
Ayo Netizen 02 Mei 2025, 15:16 WIB

Ceritakan Komunitasmu di Ayobandung.id biar Terkenal se-Bandung Raya

Yuk, menulis di Ayobandung.id lewat kanal AYO NETIZEN.
Komunitas Bike to Work Lakukan Kampanye 'bike to school'. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 02 Mei 2025, 14:11 WIB

Curhat Buruh Digital Perempuan Bandung, Jam Kerja Fleksibel jadi Tameng Eksploitasi Terselubung

Fleksibilitas kerja digital menyamarkan selubung eksploitasi. Kisah dua buruh digital perempuan di Bandung ungkap sisi lain dunia kerja masa kini.
Ilustrasi pekerja kreatif yang sering bekerja lembur tak kenal waktu. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 02 Mei 2025, 13:54 WIB

Suara yang Tertinggal dari Pasar Banjaran

Di balik cat tembok dan kios-kios baru, ada suara-suara yang pelan-pelan menghilang.
Pekerja membongkar bangunan Tempat Penjual Berjualan Sementara (TPBS) pedagang Pasar Banjaran di Alun-alun Banjaran, Jalan Banjaran, Kabupaten Bandung, Minggu 5 Januari 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 02 Mei 2025, 13:34 WIB

Ayobandung.id Ajak Mahasiswa se-Bandung Raya Menulis di AYO NETIZEN

Di Ayobandung.id tulisan mahasiswa adalah karya kriya, yang kaya akan cita rasa nuansa.
Di Ayobandung.id tulisan mahasiswa adalah karya kriya, yang kaya akan cita rasa nuansa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Magang Foto/Habib Riyadhi A.S)
Ayo Jelajah 02 Mei 2025, 13:28 WIB

Paradoks Pembangunan PLTA Upper Cisokan: Energi Terbarukan, Ruang Hidup Terabaikan

Dari ganti rugi yang tak layak hingga hilangnya air dan lahan, proyek PLTA Upper Cisokan menyisakan banyak problem sosial.
Lokasi tambang andesit di Gunung Karang, Desa Karangsari, Kecamatan Cipongkor. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 02 Mei 2025, 12:31 WIB

Ekonomi Lagi Susah, Apakah Buka Usaha Sendiri Masih Jadi Pilihan Tepat untuk Menyelamatkan Diri?

Banyak masyarakat menganggur akhirnya terpaksa berdagang dengan dalih membuka usaha baru untuk bertahan hidup. Pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ari Tjahjawandita menilai kondisi
Ilustrasi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 02 Mei 2025, 10:48 WIB

Damakara, Brand Fashion Ramah Lingkungan Asal Bandung yang Curi Perhatian Dunia

Namun brand fashion asal Bandung, Damakara berhasil menembus ajang tersebut dan menampilkan produknya yang ramah lingkungan. Dengan mengusung konsep sustainability, Damakara tampil memukau memamerkan
Nurdini Prastiti memperlihatkan Produk Damakara di storenya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 02 Mei 2025, 09:00 WIB

Setengah Abad Hidup di Atas Rel Mati: Warga Maleer Pasrah Jika Rumah Mereka Harus Digusur

Di beberapa titik, rel telah tertutup oleh bangunan—mulai dari rumah, gudang, kontrakan, hingga kandang ayam.
Warga beraktifitas di rel kereta api rute Cikudapateuh-Ciwidey yang sudah tidak aktif, Jalan Ciparay, Kelurahan Kujangsari, Kec. Bandung Kidul, Kota Bandung, Senin 28 April 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 01 Mei 2025, 20:59 WIB

Cara Pelaku UMKM Bertahan di Tengah Kerasnya Benturan Ekonomi Era Prabowo

Benturan ekonomi yang luar biasa dahsyat ini pun dirasakan oleh para pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Bahkan, banyak di antara mereka yang mengaku pusing tujuh keliling menghadapi ujian
Warga berbelanja di stand Roeang Kita Festival UMKM peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Alfaritsi)
Ayo Biz 01 Mei 2025, 14:23 WIB

Rahasia Batagor Riri Masuk Jajaran Kuliner Terlezat Dunia, Kunci Sukses dari 1985

Bahkan Batagor Riri berhasil mengantarkan Kota Bandung masuk dalam 10 besar kota dengan makanan tradisional terlezat di dunia pada 2020 berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan TasteAtlas.
Kuliner khas Bandung, Batagor Riri (Foto: Google Business Batagor Riri)
Ayo Jelajah 01 Mei 2025, 14:15 WIB

Menggenggam Gaji, Melepas Pelukan: Dilema Ibu Harus Memilih antara Pabrik dan Anak

Tak sedikit perempuan yang akhirnya memilih mundur—bukan karena lelah semata, melainkan karena cinta yang begitu besar pada anak-anak mereka.
Sejumlah buruh perempuan di salah satu pabrik tekstil, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 01 Mei 2025, 08:51 WIB

Ultimate Drink, Minuman Herbal Asal Bandung Barat yang Menyehatkan dan Menyegarkan

Pretty Aprian Sari Dewi berhasil menangkap peluang bisnis tersebut. Ia dan suami berhasil mengembangkan bisnis minuman herbal dengan jenama Ultimate Drink di bawah CV Salwa Production di Jalan Bewak
Pretty bersama karyawan Ultimate Drink (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Arif Budianto)
Ayo Jelajah 01 Mei 2025, 06:33 WIB

Asal Usul Hari Buruh 1 Mei: Dari Tragedi Haymarket hingga Jadi Hari Libur di Indonesia

Setelah jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, reformasi membuka ruang bagi kebebasan berserikat dan menyuarakan hak-hak buruh.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Buruh Bandung Raya melakukan aksi unjukrasa dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Rabu 1 Mei 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 30 Apr 2025, 21:29 WIB

Jalan Sunyi Buruh Perempuan Lansia, jadi Tulang Punggung Keluarga di Usia Senja

Di usia yang mestinya tenang, ribuan buruh perempuan tetap bekerja tanpa jaminan. Mereka adalah female breadwinners lansia yang terus mencari nafkah, meski tubuh sudah renta.
Pedagang sayuran, Sariah (70), berjualan di Pasar Kosambi, Jalan Jendral Ahmad Yani, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 30 Apr 2025, 21:08 WIB

Buruh dalam Bahasa Sunda

Sejak kapan istilah buruh dikenal oleh masyarakat Sunda, dan bagaimana maknanya berkembang seiring waktu?
Sejak kapan istilah buruh dikenal oleh masyarakat Sunda, dan bagaimana maknanya berkembang seiring waktu? (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)