Jangan Biarkan Sungai di Bandung Jadi Noda Peradaban

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Senin 19 Mei 2025, 21:06 WIB
Sungai Citarum jadi lautan sampah. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Sungai Citarum jadi lautan sampah. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Di banyak tempat, termasuk di Bandung, sungai adalah nadi kehidupan. Cikapundung, Citarum, dan puluhan anak sungainya bukan hanya aliran air, tapi juga aliran sejarah, budaya, dan spiritualitas.

Dalam kosmologi masyarakat Sunda, air adalah anugerah dan sungai adalah perpanjangan tangan para leluhur. Para leluhur kita meyakini sungai bukan sekadar tempat mandi atau mencuci, tapi juga ruang pertemuan sosial, sumber penghidupan, bahkan tempat berkontemplasi.

Namun, jejak sakral itu kiwari mulai terhapus. Betapa tidak. Dalam ingatan generasi modern, sungai cenderung identik dengan bau, kotoran, dan limbah berbahaya. 

Dan hal tersebut bukan sekadar terkait perubahan fisik, tapi juga terkait perubahan batin kolektif kita terhadap alam. Perubahan itu tak datang ujug-ujug dan seketika. Ia lahir dari logika pembangunan yang selama ini telah memarjinalkan peran air. 

Kota Bandung yang dulu dibangun dengan memperhatikan topografi dan aliran sungai, kini bisa dibilang berkembang serampangan. Bahkan, melupakan hukum air.

Sungai-sungai yang dulu menjadi nadi kehidupan, kini menjadi tempat sampah raksasa. Limbah domestik, limbah industri, dan aneka macam sampah mengalir tanpa ampun ke dalam tubuh air yang dulu diyakini suci. Nadi kehidupan itu kini tercemar. Dan perlahan, ia menjadi noda peradaban.

Citarum, salah satu sungai utama yang mengaliri bukan saja sebagian Bandung Raya, tetapi juga sebagian Jawa Barat, pernah dijuluki sebagai salah satu sungai terkotor di dunia. Ironisnya, ia adalah sumber air bagi jutaan warga.

Dalam tubuh Citarum, termuat ironi ekologis maupun sosial. Sungai yang seharusnya menumbu kehidupan justru melahirkan penyakit. Limbah dari pabrik-pabrik tekstil, limbah rumah tangga, dan peternakan membunuh biota air dan harapan warga.

Program Citarum Harum pun digulirkan, melibatkan tentara, relawan, dan pemerintah daerah. Tapi, problem dasarnya ternyata lebih dalam. Kita telah kehilangan relasi spiritual dengan sungai.

Padahal, relasi spiritual ini penting. Dalam budaya lokal, sungai bukan hanya bagian dari lanskap, tapi juga entitas hidup. Mengotori sungai sama dengan mencederai tubuh sendiri.

Sayangnya, kota modern tak lagi mengenal bahasa kesakralan. Dalam tata kota kita, sungai direken hanya drainase. Adapun dalam rencana pembangunan kita, sungai tak jarang hanya dianggap lahan kosong yang bisa ditutup, dijadikan jalan, bahkan ditimbun.

Baca Juga: Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua

Sementara itu, di banyak kota besar dunia, sungai direstorasi sebagai bagian dari ruang hidup bersama. Di Seoul, Korea Selatan, Sungai Cheonggye direvitalisasi, mengubah saluran air yang tertutup beton menjadi ruang publik yang hidup.

Sementara di Bandung dan sekitarnya, banyak anak sungai menghilang dari peta lantaran tertutup bangunan, diurug tanah, dan dilupakan dalam perencanaan pembangunan. Padahal, secara ekologis, sungai adalah pengatur suhu mikro. Ia penjaga kelembaban dan pengendali banjir alami. 

Maka, ketika kita menterlantarkan sungai, kita justru membuka pintu petaka. Banjir berulang yang mengepung sejumlah wilayah Bandung Raya bukan semata soal hujan yang turun deras, tapi soal sungai yang tak lagi bisa bernapas. Saluran sungai menyempit, alirannya terhambat, tubuhnya penuh luka.

Padahal, sungai juga mengandung memori kolektif. Banyak warga Bandung yang lahir dan tumbuh bersama aliran Cikapundung, misalnya, bermain di tepiannya, memancing ikan di pagi hari, bahkan jatuh cinta di dermaganya. Tapi, semua itu tinggal cerita indah kakek-buyut kita.

Ketika sungai berubah menjadi got besar, kita kehilangan bukan hanya fungsi ekologis, tapi juga identitas budaya. Sungai tak bisa dibersihkan hanya dengan dana APBD atau program berslogan indah. Ia butuh pula perubahan paradigma kita, yakni dari melihat air sebagai komoditas menjadi air sebagai entitas hidup.

Potret pipa tempat limbah wc mengalir dan berakhir di sungai Cikapundung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Perubahan paradigma ini harus dimulai dari sektor pendidikan. Sekolah-sekolah bisa menjadikan sungai sebagai laboratorium hidup, tempat belajar ekosistem, sejarah, bahkan sastra mupun seni musik.

Kampus dan perguruan tinggi juga dapat turut berperan. Kajian interdisipliner soal urbanisasi, ekologi, dan air bisa menghasilkan solusi berbasis lokal yang membumi.

Tapi yang lebih penting dari semua itu adalah kesadaran kolektif warga. Tanpa partisipasi publik, sungai akan terus terasing.

Kita bersyukur komunitas warga yang peduli pada sungai-sungai di Bandung kini mulai bermunculan. Mereka melakukan bersih-bersih sungai, menanam pohon di bantaran, dan membuat kegiatan seni di tepian sungai.

Inisiatif seperti ini perlu diperkuat, diperluas, dan dimasifkan. Karena peradaban sejati lahir bukan dari pencakar langit, tapi dari bagaimana kita memperlakukan sungai.

Kota yang sehat bukan hanya kota tanpa macet, tapi juga kota yang bisa mendengar suara air. Bandung punya peluang besar untuk memperbaiki relasi sungai dan warganya. 

Letaknya yang strategis, sejarahnya yang kaya, dan kreativitas warganya adalah modal sosial yang besar. Tapi, peluang itu akan sia-sia jika kota ini terus membangun dengan logika beton dan aspal, bukan dengan logika air dan kehidupan.

Baca Juga: Serunya Pacu Kuda di Tegallega

Revitalisasi sungai tidak harus mahal. Dapat dimulai dari membuka akses publik ke sungai, membuat jalur hijau, dan melibatkan warga sebagai pengelola.

Kearifan lokal Sunda bisa menjadi landasan. Konsep cai nu kudu dihormat adalah etika ekologis yang relevan di era krisis iklim kiwari.

Sungai bukan halaman belakang kota. Ia adalah wajah kota. Kota yang membelakangi sungai pada akhirnya membelakangi kehidupan itu sendiri.

Sungai-sungai di Bandung masih mengalir, meski tersengal. Mereka sedang menunggu kita kembali, bukan sebagai penakluk, tapi sebagai sahabat sejati.

Bandung sama sekali bukan kota mati. Tapi, ia bisa menjadi kota yang membunuh dirinya sendiri jika sungai-sungai di kota ini terus diperlakukan sebagai musuh. Oleh sebab itu, mari kita menata ulang relasi kita dengan sungai. 

Pada akhirnya, sungai adalah cermin. Jika ia kotor, kita pun sedang memandangi wajah kita sendiri yang kian tercemar. Maka, jangan biarkan cermin itu kotor dan menjadi noda peradaban. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 09 Jul 2025, 18:18 WIB

Merindu Masakan Mama yang Dibuat Warung Ngonah di Braga

Warung Ngonah adalah salah satu kuliner rumahan yang berada dibelakang gang tidak jauh dari hingar-bingar jalanan Braga.
Nasi Rames Warung Ngonah Braga (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 17:18 WIB

Dari Gerobak ke Legenda: Warisan Rasa di Balik Waroeng Sate Kardjan sejak 1925

Waroeng Sate Kardjan bukan sekadar tempat makan, kuliner legendaris ini saksi bisu perjalanan rasa, warisan keluarga, dan cinta tak berkesudahan pada budaya kuliner tanah Jawa.
Waroeng Sate Kardjan bukan sekadar tempat makan, kuliner legendaris ini saksi bisu perjalanan rasa, warisan keluarga, dan cinta tak berkesudahan pada budaya kuliner tanah Jawa. (Sumber: Ist)
Ayo Jelajah 09 Jul 2025, 16:58 WIB

Hikayat TPU Cikadut, Kuburan China Terluas di Bandung yang Penuh Cerita

Tak cuma makam etnis Tionghoa, TPU Cikadut juga punya kisah guru muslim, cinta beda budaya, dan kremasi simbolis.
TPU Cikadut (Sumber: bandung.go.id)
Ayo Netizen 09 Jul 2025, 15:50 WIB

Transportasi Umum dan Permasalahan Kota Bandung yang Tak Ada Habisnya

Kini, hiruk pikuk Kota Bandung sudah hampir menyaingi Ibu Kota Jakarta. Namun, di tengah penduduk yang terus meningkat, transportasi umum malah sebaliknya.
Bus Damri di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 09 Jul 2025, 14:11 WIB

Menanti PJ yang Komunikatif, Evaluasi Menjelang 2031

Keputusan MK soal Pilgub dan Pilkada tak hanya menarik dari sisi politik tapi juga komunikasi publik. Seperti apakah?
Mantan PJ Gubernur Jabar Bey Machmudin (Sumber: Unpar.ac.id | Foto: Unpar)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 13:36 WIB

Kupat Tahu 99 Padalarang: Tempat Sarapan Bersejarah yang Menggugah Selera

Setiap pagi, deretan warung sederhana di Desa Kertamulya, Kecamatan Padalarang, selalu ramai dikunjungi warga. Para pemburu sarapan memenuhi kursi-kursi di jongko-jongko penjaja kupat tahu yang sudah
Kupat Tahu 99 Padalarang (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 13:10 WIB

Membangun Brand dari Ikatan, Qistina dan Cerita di Balik FNF by Niion

Lewat Friends and Family (FNF) by Niion, Qistina Ghaisani merintis brand lokal bukan hanya sebagai produk gaya hidup, melainkan sebagai medium kedekatan emosional.
Lewat Friends and Family (FNF) by Niion, Qistina Ghaisani merintis brand lokal bukan hanya sebagai produk gaya hidup, melainkan sebagai medium kedekatan emosional. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 11:56 WIB

Dimsum HVH Buatan Teh Iim, Sehatnya Bikin Nagih

Siapa sangka, keresahan seorang ibu yang ingin anak dan orang tuanya makan sayur bisa melahirkan brand kuliner sehat yang digemari banyak orang.
Teh Iim, Owner Dimsum HVH. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 09 Jul 2025, 10:39 WIB

Salah Hari Ulang Tahun, Kota Bandung jadi Korban Prank Kolonial Terpanjang

Kota Bandung rayakan HUT tiap 1 April selama nyaris seaba. Baru sadar itu bukan tanggal lahir aslinya di 1997. Kok bisa?
Suasana di sekitar Sociëteit Concordia (Gedung Merdeka) tahun 1935. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 09 Jul 2025, 09:41 WIB

Kerja ASN Gak Santai-Santai Amat: Stres, Sunyi, dan Takut Ngomong

Di balik semangat reformasi birokrasi, ada tantangan tersembunyi: kesehatan mental ASN.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia)
Beranda 09 Jul 2025, 09:36 WIB

Kesejahteraan Satwa Jadi Sorotan di Tengah Transisi Kepengurusan Bandung Zoo

Transisi kepengurusan yang berlarut-larut, konflik internal, hingga dugaan penyalahgunaan wewenang menjadi rangkaian masalah struktural yang justru membuat satwa menjadi korban paling sunyi.
Pengunjung berwisata saat libur lebaran di Bandung Zoo, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis 11 April 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 17:51 WIB

Dari Gerobak ke Ikon Kuliner Kota Bandung, Perjalanan Inspiratif Abah Cireng Cipaganti

Sejak 1990, Cireng Cipaganti, si kudapan sederhana berbahan tepung tapioka ini telah menjelma menjadi sajian legendaris Kota Bandung.
Sejak 1990, Cireng Cipaganti, si kudapan sederhana berbahan tepung tapioka ini telah menjelma menjadi sajian legendaris Kota Bandung. (Sumber: Cireng Cipaganti)
Ayo Jelajah 08 Jul 2025, 17:22 WIB

Sejarah Masjid Cipaganti Bandung, Dibelit Kisah Ganjil Kemal Wolff Schoemaker

Masjid Cipaganti Bandung dibangun oleh Kemal Wolff Schoemaker, arsitek kolonial yang nyentrik, masuk Islam, lalu dimakamkan di kuburan Kristen.
Masjid Cipaganti Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Mayantara 08 Jul 2025, 15:58 WIB

Juliana, Media Sosial, dan ‘Netizenship’

Belakangan ini, tragedi Juliana Marins di Rinjani memenuhi linimasa media sosial dan segera menjadi trending topic, terutama di kalangan netizen Indonesia dan Brazil.
Juliana Marins (26) merupakan turis asal Brazil yang tewas di Rinjani. (Sumber: Instagram/juliana marins)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 15:29 WIB

Errin Ugaru, Dari Pencarian Gaya ke Manifesto Fesyen yang Merayakan Kekuatan Perempuan

Bagi Errin Ugaru, nama yang kini dikenal sebagai pelopor gaya edgy dalam busana muslim, proses membangun bisnis adalah perjalanan penuh eksplorasi.
Bagi Errin Ugaru, nama yang kini dikenal sebagai pelopor gaya edgy dalam busana muslim, proses membangun bisnis adalah perjalanan penuh eksplorasi. (Sumber: Errin Ugaru)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 13:26 WIB

Lotek Alkateri: Kuliner Legendaris di Bandung, Dijual Sejak 1980-an

Di tengah ramainya kawasan Alkateri, Bandung, aroma khas bumbu kacang selalu hadir menyapa para pejalan kaki. Di sanalah Oom meracik lotek legendaris yang telah menjadi bagian dari sejarah kuliner Kot
Lotek Alkateri (Foto: ist)
Ayo Netizen 08 Jul 2025, 13:02 WIB

Demokrasi Narsistik dan Kita yang Menyediakan Panggungnya

Seperti Jokowi, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau yang lebih dikenal dengan KDM, adalah contoh mutakhir dari pola ini.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau yang lebih dikenal dengan KDM. (Sumber: setda.bogorkab.go.id)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 12:20 WIB

Berkunjung ke Cikopi Mang Eko, Bisa Belajar Soal Kopi Sambil Ngopi Gratis

Di balik secangkir kopi yang harum, ada kisah perjuangan yang menggugah. Muchtar Koswara, yang akrab disapa Mang Eko, berhasil mendirikan workshop Cikopi Mang Eko.
Workshop Cikopi Mang Eko (Foto: Ist)
Ayo Jelajah 08 Jul 2025, 12:06 WIB

Kisah Sedih Teras Cihampelas, Warisan Ridwan Kamil yang Gagal Hidup Berulang Kali

Kisah sewindu lara Teras Cihampelas, proyek warisan Ridwan Kamil yang sempat digadang-gadang sebagai skywalk modern pertama di Indonesia.
Kondisi Teras Cihampelas terkini, lebih mirip lokasi syuting film horror zombie apokalip. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 08 Jul 2025, 10:18 WIB

Rawat Literasi, Hidupkan Imajinasi

Sejatinya Hari Pustakawan Nasional menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali peran pustakawan dalam meningkatkan ekosistem pengetahuan dan budaya baca.
Mahasiswa sedang asyik membaca di Perpustakaan UIN Bandung (Sumber: www.uinsgd.ac.id | Foto: Humas)