'Lintas Agama' ala Sunda

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Selasa 07 Okt 2025, 10:28 WIB
Lukisan Tembok di Joglo Keadilan, YSK, Bogor (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Lukisan Tembok di Joglo Keadilan, YSK, Bogor (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Sejak 2017, saya menapaki perjalanan panjang di dunia agama-agama, belajar di kelas hingga turun langsung ke lapangan. Di Bandung dan Jawa Barat, saya banyak berjumpa dengan orang-orang dari berbagai latar, bercanda bersama mereka, sekaligus mengikuti isu-isu terkait.

Dalam perjumpaan itu, saya menemukan banyak konsep dan istilah baru yang kadang terasa asing, menantang batas pemahaman saya tentang ritual, iman, etika, dan spiritualitas. Apalagi ketika saya kembali pulang ke kampung, ketika harus menjelaskan ide-ide ini dengan warga akar rumput.

Seiring waktu, saya menyadari bahwa bahasa bukan sekadar sarana komunikasi, tetapi juga wadah budaya, cara memandang dunia, dan medium untuk menangkap makna terdalam.

Di situlah saya mencoba membumikan kata-kata itu dalam alam pikir Sunda, berdialog dengan orang-orangnya, mencari petuah, membaca literatur, dan memperhatikan kehidupan publik Sunda. Usaha ini bukan sekadar menerjemahkan kata, tetapi juga untuk berusaha menangkap kekayaan budaya, filosofi, dan estetika yang melekat di dalamnya.

Dengan cara ini, saya mencoba menghadirkan ide global ke dalam konteks lokal. Ataupun malah sebaliknya, mendokumentasikan pengetahuan rakyat Sunda. Inilah sebuah refleksi bebas sekaligus eksperimen kreatif lewat bahasa.

Patali-Igama (Interreligious)

Sepintas lalu artinya tampak jelas hubungan antaragama (interreligious). Istilah ini terinspirasi dari patalimarga, yang dalam bahasa Sunda berarti hubungan antarmanusia, antara manusia dan Tuhan, serta antarkota, negara, atau bangsa. Sedangkan igama merupakan kata lain untuk agama, yang berasal dari bahasa Sanskerta dan telah diadaptasi ke dalam bahasa Sunda.

Saya membayangkan patali-igama, sebagai padanan yang pas untuk istilah-istilah populer seperti lintas agama, lintas iman, interfaith, dan sejenisnya. Di sini igama juga merangkul semua ekspresi religius dan yang disekitarnya, termasuk pada kategori yang disebut faith (keyakinan).

Sebagai catatan, bagi saya sangat jelas bahwa patali-igama hanyalah sebuah penegasan spesifik dari apa yang sesungguhnya sudah dikenal oleh orang Sunda melalui konsep patalimarga.

Kaluginaan Pangageman (Kebebasan Beragama)

Frasa ini terdiri dari dua unsur, lugina dan ageman. Lugina mengacu pada rasa senang dan lega karena telah menyelesaikan semua kewajiban, atau merasa bebas dan merdeka. Sedangkan ageman berarti cecekelan (pegangan) yang baik, segala sesuatu yang dipegang atau dijalankan.

Kata pangageman mendapat imbuhan pa- dan -an, kita melihatnya pada contoh pangajaran (pengajaran) atau pagawéan (pekerjaan). Dari sana saya melihatnya sebagai segala hal, suasana, atau cara kita menjalankan agama. Jadi, kaluginaan pangaageman dapat dipahami sebagai kondisi kelegaan dan kemerdekaan bagi kita untuk menganut ‘pegangan’ tertentu.

Istilah ini boleh saja baru dibentuk sekarang, tetapi maknanya saya yakin sudah lama hidup dalam keseharian Sunda.

“Merdéka wé urang mah,” (Kita itu merdeka) ujar seorang sesepuh penghayat di Lembang, kalimat yang selalu terngiang dalam ingatan saya.

Begitu pula ungkapan-ungkapan yang sering saya dengar dari mulut orang Sunda di berbagai tempat, seperti “nu penting mah teu ngarugikeun batur,” (Asal tidak merugikan orang lain) atau “Keun antep, hirup-hirup manéhna ieuh,” (Biarkan itu hak dia). Kata-kata itu mencerminkan pandangan hidup yang menekankan nilai kebebasan beragama yang secara alami tumbuh dalam interaksi sosial kita.

Silih (Toleransi)

Dalam tradisi Sunda, nilai toleransi tercermin melalui berbagai ungkapan seperti silih hurmat (saling menghormati), silih ajénan (saling menghargai), silih béla (saling membela), atau silih simbeuh (saling menolong). Semua konsep ini berakar kuat pada adagium silih asah, silih asih, silih asuh yang hadir meluas di seluruh Tanah Sunda.

Meski tidak ada istilah tunggal yang merangkum seluruh khazanah tersebut, maka dibutuhkan kepekaan kita dalam memilih istilah yang sesuai konteks. Asalkan maknanya tetap jelas sebagai rasa hormat dan penghargaan terhadap keragaman, yang menuntut sikap aktif untuk hidup bersama secara damai, bukan sekadar pembiaran pasif atau bahkan konsesi.

Hiasan Dinding di Ecocamp, Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Hiasan Dinding di Ecocamp, Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Di masyarakat Sunda, prinsip ini mudah dipahami secara intuitif, tercermin dalam ungkapan sehari-hari seperti “Ieuh, urang mah hirup kudu silih nya, saling wé,” (Hei, hidup kita itu harus saling ya). Orang Sunda akan otomatis menangkap makna positif dari kata silih tanpa harus menjabarkannya satu per satu.

Satu hal yang menarik, konsep silih- juga menekankan dimensi timbal balik yang bersifat vertikal, di mana setiap individu didorong untuk aktif berbuat baik kepada sesama.

Paguneman (Dialog)

Paguneman sering kita temui dalam buku dan LKS mata pelajaran bahasa Sunda di sekolah. Kata ini biasanya digunakan sebagai judul untuk percakapan atau teks drama. Memang, dialog adalah padanan langsung dari paguneman ini.

Namun di balik itu ada banyak istilah lain yang mengacu pada hal serupa, misalnya gunem catur, sedangkan istilah  seperti ngawangkong (ngobrol), badami atau barempung (tukar pikiran, rapat), sawala (debat, diskusi), dan maduan (adu argumentasi) memperkaya makna sosialnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita akrab dengan ungkapan seperti, “Ngobrol atuh da wawuh,” (Ngobrol dong kan kenal) atau “ngopikeun ah,” yang menunjukkan sifat paguneman yang ringan dan akrab.

Suasananya selalu menekankan pentingnya ungkapan lisan, tetapi paguneman tidak hanya sebatas itu. Ia juga mencakup perjumpaan, tukar cerita, saling bantah, saling menyimak, bercanda, curhat, dan berbagai bentuk interaksi sosial yang mempererat hubungan masyarakat Sunda.

Pasalia (Konflik) dan Kakasaran (Kekerasan)

Dalam bahasa Sunda, istilah pasalia (yang berasal dari kata salia atau sulaya) menggambarkan keadaan berlainan, bertolak belakang, atau berselisih. Istilah ini cocok dengan makna konflik, yang muncul dari perbedaan pandangan, kepentingan, atau nilai tertentu.

Tentu hal tersebut jauh berbeda dengan kekerasan, yang merujuk pada sifat atau keadaan yang agresif, menyakiti, atau menindas. Dalam bahasa Sunda, kita mengenalnya dengan kata kasar. Ia menampilkan keadaan yang tidak lembut, tidak halus, tidak sopan, bahkan kurang nyeni. Sinonim lainnya ialah abrag, perilaku atau sifat yang menonjol dan kasar.

Kekerasan hadir dalam berbagai bentuk, kakasaran teges, ngawaruga (langsung fisik), sugal (verbal), kakasaran pinisti (struktural), kakasaran budaya (kultural), dan kakasaran pangaweruh (epistemik).

Ada banyak diksi, ada banyak cerita yang menunggu untuk kita gali. Dari rampak seja (doa bersama), pasamoan (titik temu), buméla (advokasi), amengku (inklusi), papak (setara), malinding sanak atau pilih kasih (diskriminasi), karageman (pluralitas), hingga répéh-rapih atau runtut-raut (damai) dan layeut (harmoni), sedikit demi sedikit merangkai jejak perjalanan lintas agama saya.

Kata-kata ini tentu menjadi jendela untuk melihat nilai, pengalaman, dan makna hidup yang saling bertaut. Ia membangun jembatan antara gagasan global dan kearifan lokal Sunda. Dan saya senang ada di dalamnya. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 07 Okt 2025, 12:21 WIB

Program MBG, antara Harapan dan Kenyataan

Makanan Bergizi Gratis pada pelaksanaanya masih mengandung banyak kendala yang dihadapi.
Program makan bergizi gratis (MBG). (Sumber: kebumenkab.go.id)
Ayo Jelajah 07 Okt 2025, 11:48 WIB

Drama Pelarian Macan Tutul Lembang, dari Desa di Kuningan ke Hotel Sukasari

Macan tutul kabur dari Lembang Park and Zoo bikin geger Bandung. Dari pelarian misterius hingga penangkapan dramatis di hotel Sukasari.
Macan tutul di Hotel Sukasari Bandung yang diduga merupakan satwa kabur dari Lembang Park & Zoo.
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 10:28 WIB

'Lintas Agama' ala Sunda

Kata-kata ini membangun jembatan antara gagasan global dan kearifan lokal.
Lukisan Tembok di Joglo Keadilan, YSK, Bogor (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 07 Okt 2025, 08:20 WIB

Simbol Perlawanan, Kebebasan, serta Kritik Sosial dari Buku Perempuan di Titik NOL

Perempuan di Titik Nol adalah karya Nawal El-Sadawi seorang dokter dari negara Mesir.
Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El-Sadawi | 176 Halaman (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 20:33 WIB

Bandros Bandung, Wisata Kota yang Menghidupkan Cerita dan Ekonomi Lokal

Bandros bukan hanya kendaraan, tapi juga simbol kreativitas dan keramahan Bandung sebagai kota wisata.
Bandros, bus wisata keliling kota yang sejak pertama kali hadir, selalu membawa cerita dan keceriaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 19:18 WIB

Bandung, Futsal, dan Masa Depan Sport Tourism Nasional

Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru.
Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 18:36 WIB

Pasar Properti Bandung 2025: Celah Investasi di Tengah Lonjakan Permintaan

Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian.
Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban dari kota-kota sekitar menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian. (Sumber: dok. Summarecon)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 18:18 WIB

Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Partisipasi publik adalah ruh demokrasi.
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 17:02 WIB

10 Netizen Terpilih September 2025: Karya Berkualitas tentang Bandung

Hari ini Ayobandung.id merilis daftar 10 penulis terpilih yang memberikan kontribusi luar biasa di kanal AYO NETIZEN selama September 2025.
AYO NETIZEN merupakan kanal yang menampung tulisan para pembaca Ayobandung.id. (Sumber: Lisa from Pexels)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 15:42 WIB

12 Agama yang Membentuk Hidup Kita

Agama membantu kita untuk berpikir ulang tentang eksistensi.
Menerima Kitab Yang Empat Konghucu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Kawan Penulis)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 14:18 WIB

Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Iklan seorang pedagang Belanda tahun 1920 melahirkan julukan “Parijs van Java”. Kini, Bandung dikenal sebagai kota fesyen dan kreatif.
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 13:15 WIB

Hikayat Urban Legend Rumah Gurita Bandung, Geger Disebut Tempat Pemujaan Setan?

Urban legend Rumah Gurita bukan hanya cerita horor, tapi cermin budaya urban Bandung yang kaya imajinasi dan sejarah arsitektur kreatif.
Potret Rumah Gurita di kawasan Sukajadi, Kota Bandung.
Beranda 06 Okt 2025, 10:50 WIB

Jejak Panjang Harry Suliztiarto Merintis Panjat Tebing Indonesia

Sebagai seorang perupa, ia terbiasa menciptakan sesuatu dari keterbatasan. Maka ketika belum ada peralatan panjat di Indonesia, Harry membuat semuanya sendiri.
Harry Suliztiarto orang yang pertama kali memperkenalkan olah raga panjat
tebing ke Indonesia. (Sumber: IG sultan_tanah_tinggi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 10:12 WIB

Pangsi, Iket, dan Ki Sunda

Inilah salah satu cara kita untuk ngamumule budaya Sunda. Jika bukan kita yang melakukannya, lalu siapa lagi?
Pesilat dari Paguron Gajah Putih Baleendah menampilkan gerakan pencak silat pada gelaran Bandung Lautan Pangsi, Selasa 11 Juli 2023. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 07:51 WIB

Pelukan Metodologi Pembelajaran yang tidak Bersentuhan dengan Realitas

Fakta pendidikan di Indonesia, salah satunya metodologi pembelajaran yang tidak dekat dengan realitas.
Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Eko Prasetyo Milik Perpustakaan Salman ITB (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 20:20 WIB

Suara Pembebasan dan Agama-Agama yang Jarang Diceritakan

Di balik agama-agama mapan, banyak tradisi yang lahir dari keresahan sosial dan keberanian menantang ketidakadilan.
Toko Bernama "Religion" (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 15:01 WIB

Jain dan Sunda di Restoran 'Hijau' Bandung

Di Kota Bandung, ada restoran bernama Kehidupan Tidak Pernah Berakhir yang unik.
Salah Satu Sudut di Restoran "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 13:26 WIB

Mitigasi Gempa Bumi bila Patahan Baribis Bergoyang

Memahami pentingnya mitigasi dalam segala hal, bukan sekedar apel kesiagaan.
Singkapan patahan di Desa Cibuluh, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 12:00 WIB

HAM Omong Kosong di Kota Kreatif: Kasus Bandung Zoo dan Hak Masyarakat atas Ruang Publik

Bandung Zoo bukan hanya tempat rekreasi murah meriah. Ia adalah ruang edukasi lingkungan bagi sekolah, mahasiswa, dan keluarga.
Suasana Kebun Seni saat ini yang satu amparan dengan Kebun Binatang (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 11:10 WIB

Shinto, Sunda, dan Saikeirei: Sejarah Agama dan Kekuasaan

Saikeirei selama pendudukan Rezim Militer Jepang menyingkap benturan antara iman, kekuasaan, dan identitas lokal.
Sketsa Saikeirei (Sumber: Gambar Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)