Jain dan Sunda di Restoran 'Hijau' Bandung

Arfi Pandu Dinata
Ditulis oleh Arfi Pandu Dinata diterbitkan Minggu 05 Okt 2025, 15:01 WIB
Salah Satu Sudut di Restoran "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Salah Satu Sudut di Restoran "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Di Kota Bandung, ada restoran bernama Kehidupan Tidak Pernah Berakhir yang unik. Semua makanannya ramah lingkungan. Dari sayuran organik sampai piring daur ulang, restoran ini sengaja mengajak pengunjung peduli pada bumi.

Penelitian menunjukkan bahwa citra restoran sebagai tempat yang “hijau” dan nilai produknya yang ramah lingkungan bisa membuat orang lebih percaya dan puas saat makan di sana (Yoningsih dan Hidayat, “Pengaruh Green Brand Image dan Green Perceived Value Terhadap Green Trust untuk Meningkatkan Green Satisfaction (Studi Pada Restoran Vegetarian Kehidupan Tidak Pernah Berakhir Kota Bandung)”, Jurnal Bisnis dan Manajemen West Science, 2023).

Ternyata, banyak orang yang masih belum begitu mengenal restoran ini. Menariknya, bukan pengetahuan mereka yang paling menentukan, tapi cara restoran menampilkan diri dengan label “hijau” itu. Gabungan pengetahuan dan citra merek cuma memengaruhi sekitar seperempat keputusan beli, sisanya masih bergantung pada banyak hal lain yang membuat orang penasaran mencoba makanan ramah lingkungan (Oktaviani dan Yusiana, “Pengaruh Green Brand Knowledge dan Green Brand Positioning terhadap Green Purchase Intention di Restoran Kehidupan Tidak Pernah Berakhir Kota Bandung Tahun 2019”, e-Proceeding of Applied Science, 2019).

Tren makanan hijau di Indonesia kini semakin mengarah ke pola makan vegetarian dan vegan, yang bukan hanya soal rasa, tapi juga pertimbangan etika dan kesehatan. Pola makan masyarakat cepat berubah, dipengaruhi kesadaran akan kesehatan pribadi sekaligus gaya hidup berkelanjutan (Viviana Arwanto, dkk “The State of Plant-Based Food Development and Its Prospects in The Indonesia Market”, Heliyon, 2022).

Kesadaran etis dalam memilih makanan sebetulnya bukan fenomena baru di dunia. Berbagai budaya dan tradisi keagamaan sejak lama menekankan pentingnya menghormati kehidupan makhluk lain, baik sebagai bentuk spiritualitas maupun pedoman moral.

Dalam konteks modern, perhatian terhadap kesehatan, lingkungan, dan kesejahteraan hewan membuat nilai-nilai etis ini kembali relevan, sekaligus memberikan dasar filosofis bagi orang yang memilih pola makan vegetarian atau vegan. Dengan begitu, tren makanan hijau tidak hanya mengikuti gaya hidup kontemporer, tetapi juga mencerminkan nilai moral yang mendalam, yang sejatinya sudah menjadi bagian dari kekayaan dunia kita.

Aturan Makan yang “Ketat”

Jeffery D. Long dalam “Jainism: An Introduction” (2009) menyoroti Jain sebagai komunitas religius kecil yang perannya berpengaruh secara signifikan. Meski ideal asketik hanya dicapai oleh sebagian kecil penganut, ajaran mereka terutama prinsip ahimsa atau penghindaran kekerasan, membentuk praktik sehari-hari yang menghormati semua makhluk bahkan hingga tingkat mikroskopik.

Pendekatan ini tentunya menghasilkan etika lingkungan yang kuat dan relevan dengan gaya hidup modern, termasuk kesadaran akan makanan ramah lingkungan.

Penganut Jain menghindari daging, ikan, telur, madu, bahkan sebagian menolak susu dan produk turunannya. Umbi-umbian seperti kentang, wortel, bawang, atau jahe juga tidak dimakan karena mencabut akar yang dianggap membunuh tanaman dan mikroorganisme tanah.

Mereka juga pantang makan setelah matahari terbenam, demi mencegah tanpa sengaja membunuh serangga kecil. Selain itu, makanan fermentasi seperti alkohol, cuka, dan tape dilarang karena melibatkan mikroba, bahkan sebagian buah berbiji banyak dihindari karena dianggap mengandung potensi kehidupan baru.

Larangan dan disiplin ini jelas bukan semata aturan diet, melainkan pancaran dari sebuah filsafat religius yang sudah berakar dalam sejarah panjang India. Untuk memahami kedalaman prinsip Jain, kita perlu melihat cara mereka menafsirkan kehidupan, jiwa, dan tujuan akhir manusia. Dari sinilah tampak bahwa praktik makanan hanyalah salah satu bentuk konkret dari perjalanan batin yang lebih luas.

Ahimsa

Sejak lama, manusia menatap cakrawala dan menelusuri sunyi, mencari Kebenaran yang abadi, yang berdenyut di dalam nadi, di setiap hembus angin pagi, dan di pelupuk mata sendiri.

Dari tanah India yang subur, lahirlah banyak ajaran yang berusaha menjawab kegelisahan itu. Jain Dharma menorehkan cahayanya, menyingkap tabir batin yang tersembunyi. Parveen Jain dalam “An Introduction to Jain Philosophy” (2019) menjelaskan bahwa dalam pandangan Jain, Kebenaran Tertinggi menyinari banyak sudut, menunggu manusia yang mampu melihat dunia tanpa bias.

Dharma dipahami sebagai perjalanan menuju kesucian, di mana jiwa menjadi lentera abadi dan kebahagiaan lahir dari cahaya batin, bukan dari kenikmatan inderawi.

Yang Mulia Mahavira, tirthankara ke-24 yang hidup pada abad ke-6 SM di Bihar, menegaskan bahwa setiap pikiran, kata, dan perbuatan yang menyakiti makhluk lain akan menutupi cahaya jiwa. Dharma, melalui pengetahuan yang benar dan perilaku yang baik, menuntun manusia mengendalikan diri dan hidup selaras dengan semua makhluk.

Ajaran ini dirumuskan dalam lima anuvrata yakni ahimsa (non-kekerasan), satya (kebenaran), asteya (tidak mencuri), aparigraha (tidak serakah), dan brahmacarya (pengendalian diri), dilengkapi praktik meditasi, penghormatan kepada para tirthankara, serta diet vegetarian yang ketat.

Tradisi ahimsa klasik memang menekankan penarikan diri dari dunia, tetapi dalam praktik modern generasi baru Jain memandangnya secara lebih aktif. Lana E. Sims dalam “Jainism and Nonviolence: From Mahavira to Modern Times” (The Downtown Review, 2015) mencatat keterlibatan mereka dalam pelayanan sosial, perlindungan hewan, dan aktivisme lingkungan. Di tengah diaspora, terutama di Amerika Serikat, Jain juga menjadi lebih inklusif terhadap perempuan dan generasi muda, sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip utamanya.

Ahimsa Jain pun menjelma sebagai inspirasi bagi tokoh dan gerakan non-kekerasan dunia, dari Thoreau, Gandhi, hingga Martin Luther King Jr., serta memberi warna pada gerakan lingkungan di Barat. Dari asketisme ekstrem hingga praktik aktif yang berorientasi pada pelayanan, Jain berkembang menjadi jalan spiritual yang menekankan cinta, perlindungan, dan penghormatan terhadap semua makhluk.

Selalu Kembali Pulang pada Pangkuan Ibu Kita

Keberadaan restoran Kehidupan Tidak Pernah Berakhir di Bandung seperti sebuah tanda kecil yang mengingatkan kita bahwa makanan bisa menjadi jembatan antara manusia dan semesta. Menu nabati, piring daur ulang, dan pesan ramah lingkungan yang mereka suguhkan bukan hanya soal selera modern, melainkan undangan untuk melihat makan sebagai tindakan etis.

Lalapan Khas Sunda (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Lalapan Khas Sunda (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)

Dalam skala yang lebih luas, kesadaran ini menemukan gema dalam praktik religius Jain. Bagi penganutnya, ahimsa adalah nafas kehidupan. Di sana, makan bukan sekadar mengenyangkan perut, melainkan cara untuk berjalan lebih ringan di atas kemelut dunia.

Menariknya, jika kita menoleh ke pangkuan ibu kita sendiri, Sunda, nilai-nilai serupa sesungguhnya juga sudah lama hadir dalam budaya makan tradisional. Lalab yang diambil dari kebun atau pekarangan tanpa banyak olahan, kisah Nyi Pohaci yang menekankan kesakralan padi, atau tradisi ngabotram di atas daun pisang yang minim limbah. Semuanya adalah bentuk penghormatan pada kehidupan.

Yumna Alifa dan kawan-kawan dalam “Peran Salapan Cinyusu dalam Pelestarian Budaya Pangan Nabati Sunda dan Dampaknya terhadap Gastro-Tourism” (ETNOREFLIKA, 2024) menunjukkan bahwa praktik ini tidak hanya soal kuliner, melainkan juga cermin hubungan harmonis manusia dengan alam. Ada kesadaran halus bahwa tumbuhan bukan sekadar objek konsumsi, tetapi bagian dari kosmos yang mesti dirawat.

Dari sinilah, kita bisa melihat sebuah benang merah, baik Jain, restoran di Bandung, maupun tradisi pangan Sunda sama-sama menempatkan makanan sebagai jalan etika.

Satu sama lain mengajarkan bahwa pilihan yang sederhana dapat menjadi bentuk kasih, penghormatan, dan tanggung jawab.

Di tengah arus modernisasi, pertemuan nilai ini membuka ruang refleks bahwa makan ramah lingkungan bukan sekadar tren gaya hidup, melainkan cara kita menjaga keseimbangan dengan dunia. Dari piring sederhana di restoran kota kita telah belajar, dan kini setiap suapan adalah janji untuk tidak menyakiti kehidupan. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Arfi Pandu Dinata
Menulis tentang agama, budaya, dan kehidupan orang Sunda
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 06 Okt 2025, 20:33 WIB

Bandros Bandung, Wisata Kota yang Menghidupkan Cerita dan Ekonomi Lokal

Bandros bukan hanya kendaraan, tapi juga simbol kreativitas dan keramahan Bandung sebagai kota wisata.
Bandros, bus wisata keliling kota yang sejak pertama kali hadir, selalu membawa cerita dan keceriaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 19:18 WIB

Bandung, Futsal, dan Masa Depan Sport Tourism Nasional

Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru.
Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 18:36 WIB

Pasar Properti Bandung 2025: Celah Investasi di Tengah Lonjakan Permintaan

Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian.
Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban dari kota-kota sekitar menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian. (Sumber: dok. Summarecon)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 18:18 WIB

Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Partisipasi publik adalah ruh demokrasi.
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 17:02 WIB

10 Netizen Terpilih September 2025: Karya Berkualitas tentang Bandung

Hari ini Ayobandung.id merilis daftar 10 penulis terpilih yang memberikan kontribusi luar biasa di kanal AYO NETIZEN selama September 2025.
AYO NETIZEN merupakan kanal yang menampung tulisan para pembaca Ayobandung.id. (Sumber: Lisa from Pexels)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 15:42 WIB

12 Agama yang Membentuk Hidup Kita

Agama membantu kita untuk berpikir ulang tentang eksistensi.
Menerima Kitab Yang Empat Konghucu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Kawan Penulis)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 14:18 WIB

Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Iklan seorang pedagang Belanda tahun 1920 melahirkan julukan “Parijs van Java”. Kini, Bandung dikenal sebagai kota fesyen dan kreatif.
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 13:15 WIB

Hikayat Urban Legend Rumah Gurita Bandung, Geger Disebut Tempat Pemujaan Setan?

Urban legend Rumah Gurita bukan hanya cerita horor, tapi cermin budaya urban Bandung yang kaya imajinasi dan sejarah arsitektur kreatif.
Potret Rumah Gurita di kawasan Sukajadi, Kota Bandung.
Beranda 06 Okt 2025, 10:50 WIB

Jejak Panjang Harry Suliztiarto Merintis Panjat Tebing Indonesia

Sebagai seorang perupa, ia terbiasa menciptakan sesuatu dari keterbatasan. Maka ketika belum ada peralatan panjat di Indonesia, Harry membuat semuanya sendiri.
Harry Suliztiarto orang yang pertama kali memperkenalkan olah raga panjat
tebing ke Indonesia. (Sumber: IG sultan_tanah_tinggi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 10:12 WIB

Pangsi, Iket, dan Ki Sunda

Inilah salah satu cara kita untuk ngamumule budaya Sunda. Jika bukan kita yang melakukannya, lalu siapa lagi?
Pesilat dari Paguron Gajah Putih Baleendah menampilkan gerakan pencak silat pada gelaran Bandung Lautan Pangsi, Selasa 11 Juli 2023. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 07:51 WIB

Pelukan Metodologi Pembelajaran yang tidak Bersentuhan dengan Realitas

Fakta pendidikan di Indonesia, salah satunya metodologi pembelajaran yang tidak dekat dengan realitas.
Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Eko Prasetyo Milik Perpustakaan Salman ITB (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 20:20 WIB

Suara Pembebasan dan Agama-Agama yang Jarang Diceritakan

Di balik agama-agama mapan, banyak tradisi yang lahir dari keresahan sosial dan keberanian menantang ketidakadilan.
Toko Bernama "Religion" (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 15:01 WIB

Jain dan Sunda di Restoran 'Hijau' Bandung

Di Kota Bandung, ada restoran bernama Kehidupan Tidak Pernah Berakhir yang unik.
Salah Satu Sudut di Restoran "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 13:26 WIB

Mitigasi Gempa Bumi bila Patahan Baribis Bergoyang

Memahami pentingnya mitigasi dalam segala hal, bukan sekedar apel kesiagaan.
Singkapan patahan di Desa Cibuluh, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 12:00 WIB

HAM Omong Kosong di Kota Kreatif: Kasus Bandung Zoo dan Hak Masyarakat atas Ruang Publik

Bandung Zoo bukan hanya tempat rekreasi murah meriah. Ia adalah ruang edukasi lingkungan bagi sekolah, mahasiswa, dan keluarga.
Suasana Kebun Seni saat ini yang satu amparan dengan Kebun Binatang (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 11:10 WIB

Shinto, Sunda, dan Saikeirei: Sejarah Agama dan Kekuasaan

Saikeirei selama pendudukan Rezim Militer Jepang menyingkap benturan antara iman, kekuasaan, dan identitas lokal.
Sketsa Saikeirei (Sumber: Gambar Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 10:03 WIB

Berkelana sembari Membangun Rumah Belajar bersama Bookstagram Alwi

Perjalanan seorang pegiat literasi bernama Alwi Johan Yogatama.
Perjalanan Alwijo Nebeng ke NTT untuk Bangun Rumah Belajar (Sumber: Instagram | alwijo)
Ayo Jelajah 05 Okt 2025, 08:05 WIB

Sejarah Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, Wariskan Beban Gunungan Utang ke China

Jepang bawa Shinkansen, Tiongkok bawa pinjaman. Sejarah proyek kereta cepat Jakarta–Bandung sarat persaingan dan beban utang.
Proses pembangunan jalur Kereta Cepat Whoosh yang juga berdampak terhadap sejumlah lahan warga. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 17:34 WIB

Bisnis Sport Tourism di Bandung Makin Bergairah Berkat Tren Padel

Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 15:37 WIB

Harga Tiket Masuk dan Wahana di Skyward Project: Wisata Tematik Baru di Bandung

Berlokasi di kawasan Pasir Kaliki, Skyward Project bukan sekadar tempat bermain tapi juga ruang belajar, eksplorasi, dan nostalgia yang dirancang untuk semua kalangan.
Mengusung konsep edutainment, Skyward Project membangun narasi dari sejarah lokal yang nyaris terlupakan. (Sumber: dok. Skyward Project)