Bandung dan Krisis Nurani Ekologis

Abah Omtris
Ditulis oleh Abah Omtris diterbitkan Senin 03 Nov 2025, 15:41 WIB
Sungai Cikapundung Kampung Cibarani Kota Bandung (Foto: Dokumen River Clean up)

Sungai Cikapundung Kampung Cibarani Kota Bandung (Foto: Dokumen River Clean up)

Pemerintah kota Bandung tampak lebih sibuk memoles citra daripada memelihara kehidupan. Dari masalah sampah hingga kisruh Kebun Binatang Bandung, keputusan yang diambil justru menunjukkan betapa pendekatan kekuasaan terhadap alam dan kehidupan sosial kini lebih berpihak pada logika bisnis ketimbang empati.

Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) menyebut bahwa cara pandang Pemkot Bandung terhadap persoalan lingkungan dan konservasi sudah menyimpang dari semangat pengabdian. Soal penyelesaian sampah, misalnya, pemerintah lebih memilih jalur insinerator—teknologi yang diklaim “modern”, tetapi menyimpan jebakan ekologis dan finansial.

Proyek ini akan membebani masyarakat lewat tipping fee, membuka peluang korupsi dan nepotisme, serta berpotensi merusak kualitas udara kota.

Alih-alih menyelesaikan krisis sampah, kebijakan itu malah berpotensi menciptakan krisis baru: krisis kepercayaan publik dan krisis lingkungan yang lebih dalam.

Situasi ini menjadi semakin problematik karena kota Bandung sedang disorot akibat kasus hukum yang menjerat wakil wali kota dan beberapa pihak swasta. Ketika moral penguasa terguncang, sulit berharap kebijakan publik lahir dari hati nurani. Itulah sebabnya, rencana penggunaan sedikitnya sepuluh insinerator dan konflik berkepanjangan di Kebun Binatang Bandung seakan mencerminkan satu hal: kekuasaan sedang buta arah dan kehilangan kesadaran ekologis.

Kisruh Bandung Zoo adalah cermin yang paling telanjang. Selama berbulan-bulan, konflik pengelolaan antara dua yayasan tidak juga diselesaikan, sementara Pemkot Bandung justru terlihat “ikut bermain” dalam lingkaran konflik itu. Tindakan penyegelan area kebun binatang yang dilakukan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap satwa, pekerja kecil, dan ruang-ruang seni, menunjukkan betapa birokrasi telah kehilangan empatinya. Ratusan satwa—yang sejatinya titipan negara—dibiarkan dalam ketidakpastian.

Para keeper tetap bekerja, bukan karena upah, tetapi karena hati. Para seniman kehilangan ruang berekspresi, dan masyarakat kehilangan tempat edukasi serta ruang hijau yang berharga.

Padahal, kebun binatang bukan sekadar tempat wisata. Ia adalah ruang konservasi, sejarah, dan pendidikan ekologis. Menutupnya tanpa solusi adalah tindakan gegabah dan kekanak-kanakan. Jika alasan pemerintah adalah menjaga “kondusifitas”, seharusnya koordinasi dengan aparat keamanan sudah cukup—bukan malah menghentikan denyut kehidupan di dalamnya.

Proses pengerukan sedimentasi Sungai Cikapundung oleh petugas menggunakan alat berat di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Proses pengerukan sedimentasi Sungai Cikapundung oleh petugas menggunakan alat berat di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

FK3I menyebut, jika Pemkot merasa sebagai pemilik lahan, maka sebaiknya meniadakan sewa dan menyerahkan pengelolaan sementara kepada para pekerja dan kementerian yang membidangi konservasi, sampai persoalan hukum antar-yayasan selesai.

Masalahnya kini bukan sekadar teknis, tetapi menyentuh akar moral: mengapa urusan hidup dan mati satwa serta warga kecil harus ditentukan oleh kepentingan bisnis dan politik?

Mengapa ruang publik seni dan konservasi dibiarkan menjadi korban tarik-menarik kekuasaan?

Pertanyaan ini membawa kita pada inti persoalan: krisis nurani ekologis.

Kita hidup di masa ketika keputusan lingkungan diambil bukan dengan rasa hormat terhadap kehidupan, melainkan berdasarkan kalkulasi keuntungan dan relasi kuasa. Pemerintah seolah lupa bahwa keberadaan ruang hijau dan satwa adalah bentuk ibadah manusia terhadap alam.

FK3I dan Walhi Jawa Barat menegaskan akan melakukan konsolidasi lintas aktivis untuk mendesak pemerintah segera sadar akan tugas pelestarian dan kesejahteraan—bukan hanya bagi manusia, tapi juga bagi makhluk lain yang berbagi hidup di bumi ini.

Lebih jauh, Aliansi Bandung Melawan berencana melaporkan dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pengelolaan Kebun Binatang Bandung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini menjadi bentuk perlawanan moral terhadap kekuasaan yang semakin mengabaikan nilai kemanusiaan dan keadilan ekologis.

Bandung yang kita cintai tidak akan bertahan hanya dengan festival dan slogan. Ia butuh keberanian untuk melihat kebenaran yang pahit: bahwa kota ini sedang kehilangan arah moralnya. Ketika hati nurani dikesampingkan, kota berubah menjadi panggung komersial yang menindas warganya sendiri.

Kita mesti kembali pada nilai dasar: bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan kehidupan. Menghormati satwa berarti menghormati kemanusiaan kita sendiri. Karena itu, penyelamatan kebun binatang dan penolakan terhadap proyek insinerator bukan sekadar isu teknis lingkungan—melainkan perjuangan menjaga nurani kota dari pembusukan moral kekuasaan.

Sebagaimana diungkapkan seorang rimbawan sejati, “Tanah air dan udara tidak butuh penguasa, mereka hanya butuh manusia yang tahu berterima kasih.”

Dan mungkin inilah saatnya Bandung mengingat kembali makna itu. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Abah Omtris
Tentang Abah Omtris
Musisi balada juga aktif di berbagai komunitas lainnya
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 19 Des 2025, 21:14 WIB

Sate Murah di Tikungan Jalan Manisi, Favorit Mahasiswa Cibiru

Sate dengan harga yang murah meriah dan rasa yang enak serta memiliki tempat yang strategis di sekitar wilayah Cibiru.
Dengan harga Rp20.000, pembeli sudah mendapatkan satu porsi berisi 10 tusuk sate lengkap dengan nasi. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 20:24 WIB

Hidup Selaras dengan Alam, Solusi Mencegah Terjadinya Banjir di Musim Penghujan

Banjir menjadi salah satu masalah ketika musim hujan telah tiba, termasuk di Kota Bandung.
Salah satu dampak dari penurunan permukaan tanah adalah banjir seperti banjir cileuncang di Jalan Citarip Barat, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Rabu 28 Februari 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Jelajah 19 Des 2025, 19:15 WIB

Sejarah Jatinangor, Perkebunan Kolonial yang jadi Pabrik Sarjana di Timur Bandung

Jatinangor pernah hidup dari teh dan karet sebelum menjelma kawasan pendidikan terbesar di timur Bandung.
Jatinangor. (Sumber: sumedangkab.go.id)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 18:09 WIB

Abah, Buku Bekas, dan Denyut Intelektual

Mahasiswa lintas angkatan mengenalnya cukup dengan satu panggilan Abah. Bukan dosen, staf, bukan pula pustakawan kampus.
Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan Tsunami 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ‘Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng “Mas Iput”? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya “Mas Iput”. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig Café Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)