Kisah mengiris hati datang dari seorang pemuda Indonesia asal Lubuk Linggau bernama Randika Alzataria Syahputra (28). Wajah Randika bukan pertama kali muncul di layar televisi. Dirinya sempat viral pada tahun 2023 karena menyerahkan diri kepada polisi dengan mengaku pernah mencuri motor. Namun dirinya tidak dipenjara karena tidak terbukti melakukan tindak kejahatan.
Di saat banyak oknum yang mengaku miskin dengan modus meminta-minta sumbangan di jalanan. Padahal hartanya jauh lebih cukup dari yang kita bayangkan sebagai masyarakat menengah. Di saat sejumlah pejabat kita mangkir dari panggilan kepolisian saat diduga melakukan korupsi. Sementara Randika justru memilih berbohong telah mencuri motor demi hidup nyaman dalam penjara.
Barangkali bagi Radika mendekam di balik jeruji besi adalah sebuah kemerdekaan bagi dirinya. Di saat dirinya kehilangan sosok sang Ayah-- dia mulai kehilangan arah hidup. Meski penjara tidak menunjukkan arah hidup baginya-- mungkin setidaknya penjara bisa memberikan makanan gratis dan aktivitas pekerjaan meski mungkin tidak mendapatkan bayaran.
Setahun kemudian di tahun 2024 Randika kembali viral saat ditemukan terlantar di Sukoharjo Jawa Tengah karena kehabisan ongkos juga dalam kondisi yang sama yaitu kelaparan.
Banyak narasi dan komentar dari netizen kenapa Randika tidak mencari pekerjaan atau meminta uang untuk sekedar makan?
Miris, sejumlah 19 juta lapangan pekerjaan yang dijanjikan pun bahkan hingga detik ini belum nampak batang hidungnya. Lalu bagaimana dengan Randika yang melalui surat wasiatnya dia merantau dari Sumatera Selatan ke kota lain semenjak 2019 hingga ditemukan tidak bernyawa pada 2025 karena kelaparan.
Perlu kita ketahui bahwa tidak semua orang punya mental "Pengemis" sekalipun kondisinya lebih menyiratkan dari itu. Ada seseorang yang punya harga diri yang tinggi, bukan karena dia sombong tapi justru dia tidak mau menghinakan dirinya dengan meminta-minta. Ada orang yang punya harga diri tinggi yang tidak bisa menerima bantuan orang bukan karena angkuh. Tapi dia lebih suka mendapatkan segala sesuatu karena usahanya bukan karena rasa kasihan dari orang lain.
Barangkali mungkin Randika adalah orang seperti itu. Meski hidupnya berada di bawah garis kemiskinan tapi hati dan pikirannya tetap kaya. Orang seperti ini memang sangat sulit ditemukan, mungkin bak jarum dan tumpukan jerami. Mungkin bukan karena Randika tidak memiliki garis keberuntungan. Bukan pula karena Randika telah dikalahkan oleh takdir.
Justru barangkali Randika terlahir ke dunia ini karena sebuah misi mulia. Benar, sebuah misi yang mungkin kita anggap biasa saja tapi maknanya teramat dalam. Kematian Randika menjadi pengingat bagi kita, meski hidup dalam garis kemiskinan tapi kita harus memiliki jiwa pejuang dan nilai harga diri yang kaya. Kematian Randika menjadi pengingat bagi kita untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitar.
Banyak dari kita yang terkenal dermawan bagi mereka nan jauh di sana. Tapi kita sering lupa bahwa tak jarang-- beberapa dari kita bisa berpotensi menjadi pembunuh bagi orang terdekat kita, salah satunya Randika. Seperti pepatah mengatakan "Gajah di pelupuk mata tak nampak" sementara Semut di ujung lautan nampak.
Membunuh memang tidak selamanya melukai tubuh seseorang dengan senjata. Tapi hilangnya empati dan simpati dalam diri kita justru bisa membunuh tanpa harus menyentuh.
Saya meyakini di negeri para bedebah ini masih banyak Randika lainnya yang berjibaku dengan masalah ekonomi dan isi perut. Di saat program MBG yang seringnya tidak tepat sasaran itu dan memangkas dana pendidikan justru lebih banyak mudharatnya (sia-sia). Selain beberapa kasus telah membuat sejumlah anak keracunan juga makanan sisa terbuang begitu saja menjadi penyumbang limbah bagi bumi. Sementara dibelahan lain ada Randika yang justru lebih layak mendapatkan program ini.
Di tengah krisis kepercayaan publik saya sadar banyak masyarakat yang kehilangan rasa empatinya karena modus dari beberapa oknum tidak bertanggung jawab. Termasuk saya pribadi karena beberapa kali mencoba menolong tapi pada akhirnya sering tertipu karena Tuhan menunjukkan kebenarannya, terlepas setelah kejadian atau beberapa waktu berlalu.
Namun dari pengalaman itu saya belajar untuk mengasah intuisi agar empati saya bisa mendarat pada orang yang tepat, orang-orang yang memang layak mendapatkan bantuan kita. Selain itu kita harus belajar mengasah daya nalar untuk kritis, sehingga kita bisa meminimalisir penipuan atau modus yang digunakan oleh para oknum.
Dilansir dari Bangkapos.com, Randika ditemukan tewas di teras rumah seorang warga di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah pada Jumat(17/10/2025). Semoga Randika pulang dengan penuh kedamaian dan semoga Di sisi Tuhan-Nya ia diberikan kelimpahan. Di negeri para bedebah ini Randika menjadi bukti dan cerminan bahwa apa yang selalu digaungkan dalam Pancasila pada hari senin di setiap sekolah atau beberapa kantor masih sangat jauh terefleksikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Kemanusiaan yang adil dan beradab serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Begitu seharusnya pesan yang telah kita sepakati bersama--sejak dulu kala.
