AYOBANDUNG.ID -- Kota Bandung terus bergerak sebagai pusat gaya hidup dan belanja di Jawa Barat. Namun, perubahan perilaku konsumen dan dominasi platform digital memaksa pusat perbelanjaan untuk beradaptasi secara radikal. Mal-mal yang dulunya menjadi destinasi utama kini harus bersaing dengan kenyamanan belanja daring dan tuntutan pengalaman yang lebih personal.
Festlink, nama baru dari Festival Citylink, menjadi salah satu contoh bagaimana pusat perbelanjaan mencoba membangun kembali relevansi. Perayaan ulang tahun ke-15 yang bertajuk “15timewa” bukan hanya selebrasi, tetapi juga peluncuran identitas baru yang lebih segar dan terhubung dengan komunitas.
“Transformasi dari logo Festival Citylink jadi Festlink itu, selain kita membiasakan atau menyederhanakan sebutan, juga sebagai tanda bahwa Festlink akan bertransformasi menjadi mal yang lebih upgrade karena ada banyak proyek yang akan kita hasilkan,” ujar Head of Building and Operational Division Festlink Mall, Rizki Riza Muttaqin.
Dengan tagline “Festive Way to Happiness,” Festlink menegaskan komitmennya untuk menjadi ruang yang menghadirkan kebahagiaan, koneksi, dan pengalaman bermakna bagi pengunjung. Pendekatan ini mencerminkan pergeseran strategi dari sekadar transaksi menuju interaksi dan keterlibatan emosional.
Head of Marketing Communication Dept Festlink Mall, Clarissa Leimena menjelaskan bahwa perubahan ini juga didorong oleh kebutuhan membangun brand yang lebih kuat dan relevan. “Kita mau bangun brand yang baru yaitu Festlink dengan semangat yang tetap sama dan bahkan lebih seru lagi,” ujarnya.
Transformasi ini terjadi di tengah lanskap ritel yang penuh tantangan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat menunjukkan bahwa kontribusi sektor perdagangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandung mengalami stagnasi dalam lima tahun terakhir. Pada 2024, sektor perdagangan hanya tumbuh 4,2 persen, jauh di bawah sektor informasi dan komunikasi yang tumbuh 7,8 persen.
Kementerian Perdagangan RI juga mencatat bahwa tingkat okupansi pusat perbelanjaan di Indonesia menurun dari 88 persen pada 2003 menjadi 80 persen pada 2024. Penurunan ini menjadi sinyal bahwa pusat perbelanjaan harus berinovasi atau menghadapi risiko ditinggalkan.
Bandung sebagai kota kreatif memiliki potensi besar untuk menghidupkan kembali sektor ritel melalui pendekatan berbasis komunitas. Festlink, misalnya, menghadirkan olahraga padel dalam mal dan pertama di Bandung sebagai daya tarik baru. “Belum ada padel di dalam mal. Salah satunya itu udah contoh konkretnya,” kata Rizki.

Selain itu, Festlink memperkuat posisinya sebagai mal keluarga dengan menghadirkan tenant-tenant baru yang beragam. “Hari ini kita udah banyak tenant-tenant baru dan upcoming akan ada banyak banget tenant baru lainnya,” jelas Clarissa.
Dengan hampir 150 tenant aktif, Festlink menjadi salah satu penyedia lapangan kerja tidak langsung bagi ribuan warga Bandung. Menurut BPS, sektor perdagangan dan jasa akomodasi menyumbang lebih dari 18 persen tenaga kerja di Kota Bandung pada 2024.
Namun, tantangan tetap ada. Persaingan dengan e-commerce, perubahan preferensi generasi muda, serta biaya operasional yang tinggi menjadi hambatan yang harus dihadapi. Oleh karena itu, kolaborasi antara pengelola mal, tenant, dan komunitas lokal menjadi kunci keberhasilan.
Kementerian Perdagangan melalui Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) menekankan pentingnya digitalisasi dan penciptaan nilai tambah melalui pengalaman berbelanja yang unik. Mal tidak lagi cukup hanya menyediakan produk, tetapi harus menciptakan atmosfer yang mengundang keterlibatan.
Festlink menjawab tantangan ini dengan menghadirkan program-program interaktif seperti siaran langsung radio, pertunjukan musik, dan kompetisi olahraga padel selama 18 hari rangkaian acara.
“Total hampir semua slotnya full ya, dari jam 10 pagi sampe jam 10 malam itu semua full booked untuk nyoba padel di dalam mal,” ungkap Clarissa
Transformasi mal juga berdampak pada penciptaan identitas kota. Mal yang mampu menjadi ruang publik yang inklusif dan dinamis akan memperkuat citra Bandung sebagai kota yang ramah, kreatif, dan progresif.
Dengan pendekatan yang adaptif, kolaboratif, dan berbasis pengalaman, pusat perbelanjaan di Bandung memiliki peluang besar untuk membentuk ulang peran mereka dalam kehidupan kota.
“Semoga ini juga menjadi keistimewaan dan spirit yang baru ya buat tempat-tempat lain juga, buat mall-mall sahabat-sahabat kita, semoga kita bisa terus ngasih yang istimewa untuk penduduk kota Bandung dan semuanya,” pungkas Rizki.
Alternatif kebutuhan olahraga padel atau produk UMKM serupa:
