Sejarah Gang Tamim, Pusat Permak Jins Sohor di Bandung

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Minggu 25 Mei 2025, 11:55 WIB
Potret Gang Tamim yang jadi salah satu ikon di Bandung. (Sumber: Ayobandung)

Potret Gang Tamim yang jadi salah satu ikon di Bandung. (Sumber: Ayobandung)

AYOBANDUNG.ID - Di balik hiruk pikuk Pasar Baru Bandung yang penuh desakan, ada sebuah lorong sempit bernama Gang Tamim. Namanya tak asing bagi para pencinta tekstil, penjahit rumahan, hingga pedagang dari luar pulau. Kawasan ini selama puluhan tahun menjadi surga kain, surganya denim, dan saksi hidup tren fesyen kaki rakyat Indonesia: dari jins cutbray hingga baggy kekinian.

Tapi, tak banyak yang tahu bahwa jalan sempit ini bukanlah hasil perencanaan kota atau skema revitalisasi urban. Ia tumbuh dari tangan seorang perantau kaya bernama Haji Tamim, pria asal Palembang yang konon mengubah lahan kebun dan sawah menjadi denyut ekonomi rakyat kecil.

“Pak Haji Tamim itu juragan kaya dari Palembang. Dia merantau dan sudah punya tanah di sini. Dulu bentuknya kebun dan sawah, lama-lama karena dia pandai mengelola, akhirnya berubah jadi pasar tradisional,” tutur Didin Aldiansah, karyawan di toko kain CV Prita Lestari yang mengutip cerita dari almarhum Abah Dudi, sesepuh Gang Tamim.

Sosok Abah Dudi bukanlah siapa-siapa, hanya seorang kuli panggul serabutan yang mengabdikan hidupnya di gang sempit itu. Namun, dari lisannya mengalir kisah zaman ketika orang-orang masih berbelanja dengan koin gulden dan Haji Tamim berdagang di masa akhir kolonial.

Setelah kepergian Haji Tamim, anaknya, Yakub, meneruskan pengelolaan pasar. Pada 1970-an, para pedagang tekstil mulai membuka tenda dan jongko di sepanjang gang. Barang dagangan perlahan beralih dari sayur mayur menjadi batik, kemudian segala jenis kain.

“Di zaman itu hampir semuanya jual kain batik. Setelah itu baru berubah jadi jualan macam-macam kain,” ungkap Emo, juru parkir yang sudah nongkrong di Gang Tamim sejak akhir 1970-an.

Lalu, masuklah era denim. Di penghujung 1980-an, kain biru tua nan kasar ini dibawa para pedagang dari Sumatera. Awalnya, yang dijual adalah celana jin jadi—modelnya kaku, cutting-nya klasik, terlalu generik bagi anak muda Bandung yang mulai terpapar tren Barat.

Lalu datanglah Dodo Sumarya. Ia bukan sekadar pedagang jin, tapi pencetus revolusi kecil. Menggunakan mobil Panther abu-abu yang diparkir di emperan toko, ia menjahit jin pesanan dengan model kekinian: potongan bootcut, gaya hipster, dan ukuran custom. “Saya coba buat model hipster dan bentuk bootcut yang waktu itu jadi tren tahun 1998-an, belum ada di toko,” ungkap Dodo.

Langkah Dodo menginspirasi para pedagang lain. Gang Tamim menjelma menjadi pusat jin jahitan custom, bukan hanya pasar tekstil. Era awal 2000-an adalah puncak kemasyhuran gang ini—ramai oleh pembeli dari Jakarta, Yogyakarta, hingga Lampung.

Namun, seperti tren yang selalu berputar, kejayaan denim mulai meredup. Sekitar 2012, chino mengambil alih. Celana berbahan lebih ringan dan berpotongan slim-fit ini mendominasi rak-rak toko dan kaki anak muda urban.

Daniel Gunadi, pedagang generasi baru Gang Tamim, melihat peluang dan merespons cepat. Ia membuka toko jahit chino dengan konsep semiindustrial dan interior yang dirancang untuk menarik kaum muda. “Di awal ketenaran celana chino, saya bisa menerima pesanan jahit hingga 600 potong per hari,” katanya.

Daniel bukan sekadar menjahit—ia membangun merek. Di tokonya, anak muda Bandung datang bukan cuma membawa bahan, tapi juga ide dan identitas diri yang ingin diwujudkan lewat sepotong celana.

“Orang datang ke sini untuk bikin celana dibentuk sesuai keinginan, apalagi celana dengan brand tersendiri yang ingin punya ciri khas,” ujarnya.

Tapi lagi-lagi, waktu berputar. Jika dulu Daniel bisa menggarap 600 potong per hari, kini sebulan hanya 2.000 potong. Dodo pun mengeluh—jumlah pesanannya merosot 50 persen dibanding masa emas dua dekade lalu. “Merosot banget, pendapatan dan jumlah pesanan berkurang sampai 50 persennya lah,” katanya.

Tren terus berubah, kejayaan chino pun tak bertahan lama. Dalam beberapa tahun terakhir, fashion anak muda mulai bergeser ke gaya lebih santai dan longgar—baggy jeans kembali naik daun. Potongan jins longgar ala 1990-an yang dulu sempat ditinggalkan, kini menjadi incaran anak-anak Gen Z.

Fenomena ini tak luput dari pantauan para pelaku usaha di Gang Tamim. Beberapa toko mulai memajang contoh baggy jeans yang sudah dijahit sesuai permintaan.

Gang Tamim masih hidup, tapi napasnya tidak lagi tergesa. Ia seperti seorang tua yang duduk di kursi rotan, menatap masa lalu penuh semangat sambil mengisap napas panjang dari lintingan kisah yang belum rampung.

Tapi, ada satu hal yang tidak berubah: warisan solidaritas dari seorang perantau bernama Haji Tamim. Jalan sempit ini berdiri bukan karena perintah kekuasaan, melainkan kemurahan hati yang membuka ruang hidup bagi banyak orang.

Walau tren berganti, orang-orang di gang ini tetap bertahan. Di antara padatnya kios, lalu-lalang pengunjung, dan bunyi potongan kain, semangat warga Gang Tamim tak pernah benar-benar padam. Mereka tahu, seperti halnya tren mode, kejayaan akan datang dan pergi, tapi warisan yang mereka jaga, akan selalu menemukan jalannya kembali.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 17 Sep 2025, 15:13 WIB

Dari Simbol Status ke Ruang Ekspresi Diri, Generasi Muda Kini Menyerbu Lapangan Golf

Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif.
Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 14:06 WIB

Lamsijan, Mang Kabayan, dan Langkanya Ilustrator Karakter Kesundaan

Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. 
Komik Lamsijan. Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. (Sumber: Istimewa | Foto: Istimewa)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 12:36 WIB

Sejarah Stadion Si Jalak Harupat Bandung, Rumah Bersama Persib dan Persikab

Stadion kabupaten yang diresmikan 2005 ini kini jadi simbol Bandung. Rumah Persib, Persikab, Bobotoh, dan bagian dari sejarah sepak bola.
Stadion Si Jalak Harupat di Soreang yang jadi markas Persib Bandung dan Persikab. (Sumber: Pemkab Bandung)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 12:35 WIB

Sendal Perempuan yang Tak Boleh Hanya Nyaman Dipakai

Sandal perempuan berfungsi sebagai alas kaki yang melindungi telapak dari panas, kotoran, maupun permukaan yang keras ketika beraktivitas. Namun sandal juga memberikan kenyamanan karena umumnya ringan
Ilustrasi Foto Sandal Perempuan. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 10:33 WIB

Surga Buku Jadul di Tengah Kota Bandung

Bagi pencinta buku lama dan koleksi majalah impor, Kota Bandung punya destinasi yang layak dikunjungi, Toko Buku Redjo. Toko ini berlokasi di Jalan Cipunagara Nomor 43, kawasan Cihapit, Bandung
Toko Buku Redjo. (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 09:37 WIB

Studio Rosid, Tempat Paling Nyaman untuk Menikmati Karya Seni

Di tengah ramainya kehidupan perkotaan, terdapat sebuah ruang seni yang menawarkan atmosfer berbeda. Studio Rosid, yang berdiri sejak 2003 di Jalan Cigadung Raya Tengah No. 40, Kecamatan Cibeunying.
Galeri Seni Studio Rosid. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 06:09 WIB

Apakah Mentalitas 'Modal Janji' Berakar dari Masyarakat ?

Janji manis yang sering kali tidak ditepati membuat seseorang bisa kehilangan mempercayai semua pihak.
Janji manis seseorang yang tidak ditepati sungguh mencederai kepercayaan orang lain. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 18:51 WIB

Bandung Bukan Milik Segelintir: BBFT dan Perjuangan Ruang yang Setara

Mereka ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan.
BBFT ingin masyarakat melihat langsung bahwa difabel bukan kelompok yang terpisah. Mereka ada, dan mereka ingin dilibatkan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 18:31 WIB

Huruf Kapital Tak Boleh Diabaikan, tapi Kapan Jangan Digunakan?

Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat.
Tanpa huruf kapital, tulisan formal menjadi hamparan kata yang tak punya penekanan, kehilangan nuansa dan martabat. (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 17:33 WIB

Sejarah Gempa Besar Cianjur 1879 yang Guncang Kota Kolonial

Catatan sejarah Belanda ungkap 1.621 rumah hancur, dari penjara hingga gudang garam, akibat guncangan berhari-hari.
Dokumentasi kerusakan gempa Cianjur 1879. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 16:48 WIB

Reggae Menggema dari Lereng Bandung, Jejak The Paps dan Generasi Musik Bebas

Dari gang-gang kecil tempat anak muda berkumpul, hingga panggung-panggung komunitas yang tak pernah sepi, Bandung jadi rumah bagi banyak eksperimen musikal yang berani.
The Paps, band reggae asal Bandung yang tak hanya memainkan musik, tapi juga merayakan kebebasan dalam berkarya. (Sumber: dok. The Paps)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 16:10 WIB

Upaya Menyukseskan Program Revitalisasi Sekolah

Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi.
Revitalisasi sekolah merupakan program pemerintah saat ini yang layak untuk diapresiasi. (Sumber: Unsplash/Husniati Salma)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 15:37 WIB

Menyulam Asa di Dapur UMKM: Tiga Kisah Perjuangan, Inovasi, dan Harapan

Tiga sosok tangguh dari Bandung ini membuktikan bisnis kecil bisa punya dampak besar asal dijalani dengan tekad, inovasi, dan dukungan publik yang berkelanjutan.
Produk brownies bites yang gluten free, dairy free, dan low sugar dari Battenberg3. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 15:00 WIB

Kasian, Kota Bandung Tak Punya Gedung Festival Film

Ya, Bandung kota seni yang tak Nyeni. Seperti gadis cantik yang belum mandi.
Kota Bandung tak punya Gedung Festival Film. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)
Ayo Jelajah 16 Sep 2025, 14:15 WIB

Sejarah DAMRI, Bus Jagoan Warga Bandung

Sejak 1960-an, DAMRI mewarnai jalanan Bandung. Dari trial and error, berkembang jadi transportasi publik penting, kini hadir dengan armada bus listrik.
Bus DAMRI jadul di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 12:14 WIB

Mouthwash, Bukan Hanya Sekedar Obat Kumur yang Bikin Napas Segar

Mouthwash atau obat kumur adalah cairan khusus yang digunakan sebagai pelengkap perawatan mulut dan gigi. Fungsinya tidak hanya untuk menyegarkan napas, tetapi juga membantu mengurangi jumlah bakteri
Mouthwash Listerin. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 10:21 WIB

Elastico 7, Cerita Dua Sahabat Membangun Brand Olahraga hingga Go Internasional

Industri fesyen olahraga di Indonesia terus berkembang, dan salah satu merek lokal yang berhasil menorehkan prestasi hingga kancah internasional adalah Elastico 7. Brand asal Bandung ini lahir satu de
Produk Jersey Elastico 7 (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 16 Sep 2025, 08:52 WIB

Toko Roti Legendaris di Bandung, Berdiri Sejak 1954

Toko Roti Sidodadi, Legenda Kuliner Bandung yang Tetap Bertahan Sejak 1954Bandung dikenal memiliki deretan kuliner legendaris, salah satunya Toko Roti Sidodadi yang sudah berdiri sejak 1954. Meski usi
Aneka Jenis Roti di Toko Roti Sidodadi. (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 16 Sep 2025, 08:29 WIB

Menikmati Perkedel Ibu Kokom 3 dan Syahdu Alam Cimenyan

Menikmati perkedel ibu kokom sambil melihat dago dari atas menjadi pengalaman baru yang luar biasa.
Warung Prekedel Ibu Kokom 3 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 15 Sep 2025, 20:00 WIB

Berkenalan Lagi dengan Ayobandung.id, Perjalanan Bulan Keempat AYO NETIZEN

Ayobandung.id ini telah berkembang menjadi rumah bagi 610 anggota saluran WhatsApp (baik penulis ataupun pembaca setia).
Ayobandung.id ini telah berkembang menjadi rumah bagi 610 anggota saluran WhatsApp (baik penulis ataupun pembaca setia). (Sumber: Unsplash/Workperch)