Beberapa waktu terakhir, warganet Indonesia kembali dibuat heboh dengan munculnya satu kata baru yang terdengar asing di telinga: “galgah”. Kata ini tiba-tiba ramai dibicarakan setelah resmi masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai antonim dari kata “haus.”
Selama ini, banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sebenarnya antonim dari “haus” sudah ada sebelumnya, yaitu kata “palum”. Dalam KBBI, palum diartikan sebagai “sudah puas minum; hilang rasa haus.”

Namun, penambahan kata galgah kini memberi warna baru dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, karena memiliki makna yang mirip namun dengan nuansa yang sedikit berbeda.
Menurut entri terbaru KBBI, galgah berarti “(sudah) lega atau segar kerongkongan karena minum; tidak dahaga; palum.” Jadi, bisa dibilang galgah adalah istilah yang menggambarkan perasaan segar setelah meneguk air di tengah panas terik — rasa ahh, segarnya! yang begitu khas dan menyenangkan.
Fenomena ini menarik karena menunjukkan bagaimana bahasa Indonesia terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan zaman. Kata galgah awalnya mungkin terdengar janggal, tetapi dengan semakin banyaknya pembahasan di media sosial, masyarakat pun mulai terbiasa mendengarnya. Sama seperti dulu ketika kata healing mendadak populer, kini galgah bisa saja menjadi bagian dari percakapan sehari-hari. Bayangkan saja, nanti kita bisa bilang, “Aduh, akhirnya minum juga, galgah banget rasanya!”
Penambahan kata baru seperti ini bukan hanya soal istilah, tapi juga mencerminkan dinamika budaya berbahasa kita. Bahasa hidup karena digunakan, disebarkan, dan disesuaikan oleh penuturnya. Dan kehadiran galgah menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia tak kalah segar dan kreatif dibandingkan bahasa lain.
Kini, haus tak lagi sendiri. Ia punya dua lawan kata resmi, yaitu palum dan galgah. Dua-duanya sama-sama indah, hanya saja galgah terasa lebih ringan dan mudah diucapkan. Jadi, kalau setelah minum kamu merasa lega dan segar, jangan ragu bilang, “Aku udah galgah!” (*)
