Hikayat Pembubaran Diskusi Ultimus, Jejak Paranoia Kiri di Bandung

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Jumat 31 Okt 2025, 09:46 WIB
Ilustrasi pembubaran diskusi di Ultimus Bandung.

Ilustrasi pembubaran diskusi di Ultimus Bandung.

AYOBANDUNG.ID - Sore itu, 14 Desember 2006, udara Bandung tak sedang buruk-buruk amat. Di Jalan Lengkong Besar, sebuah toko buku kecil bernama Ultimus bersiap menggelar diskusi bertajuk Gerakan Marxisme Internasional. Acara ini bukan hal baru bagi mereka yang biasa nongkrong di sana. Ultimus sejak berdiri pada 2004 memang menjadi semacam oasis kecil bagi mahasiswa, aktivis, dan penggiat literasi yang haus bacaan alternatif. Di sana, buku-buku bertema sosialisme, gerakan buruh, dan filsafat kiri berdampingan dengan poster-poster tua yang mengingatkan kita pada semangat diskusi masa kampus yang hidup.

Tapi, bagi sebagian orang, kata Marxisme saja sudah cukup bikin keringat dingin. Bukan karena mereka benar-benar paham isi Das Kapital, tapi karena hantu 1965 masih berkeliaran dalam bentuk paranoia kolektif. Ketika Ultimus mdnghelat diskusi ihhal panorama gerakan kiri, banyak yang menganggapnya sebagai sinyal bahaya.

Sore berganti malam, sekitar pukul tujuh, halaman kecil toko buku itu sudah dipenuhi sekitar 50 orang. Mereka datang dari berbagai kampus di Bandung: Unpad, ITB, Unpas, dan UPI. Tak ada bendera merah, tak ada nyanyian revolusioner. Hanya orang-orang muda yang ingin tahu tentang gerakan buruh di luar negeri.

Baca Juga: Hikayat Konflik Lahan Dago Elos yang jadi Simbol Perlawanan di Bandung

Sekitar 30 orang berseragam loreng hijau kuning sudah muncul sebelum diskusi dimulai. Mereka datang beriringan, membawa spanduk dan logo Pemuda Panca Marga (PPM), organisasi yang dikenal dekat dengan kalangan veteran militer dan menolak keras segala yang berbau kiri. Di bawah komando Adang Supriyadi, mereka mengaku mewakili Persatuan Masyarakat Anti Komunis (Permak). Bagi mereka, diskusi ini bukanlah forum intelektual, melainkan rapat gelap untuk menghidupkan kembali komunisme.

Ketika diskusi baru berjalan 20 menit, Adang berdiri dan menerobos barisan kursi. Ia merebut mikrofon dan berteriak lantang, “Kegiatan komunis tidak relevan lagi. Kami sebagai warga Bandung tidak setuju ada kegiatan komunis di sini," kata Adang seperti yang diarsipkan dalam catatan Ultimus.

Suasana mendadak panas. Kursi beterbangan, dan dalam sekejap Ultimus berubah jadi arena kekacauan.

Para peserta berlarian ke luar toko, beberapa menyeberang ke kampus Unpas di seberang jalan. Tapi malam itu, batas antara “diskusi” dan “pemburuan” lenyap. Anggota Panca Marga melakukan penyisiran ke dalam kampus, mencari siapa saja yang diduga ikut diskusi. Delapan orang, ditangkap dan dibawa ke Markas Polwiltabes Bandung.

Lucunya, yang membawa mereka bukan polisi, tapi ormas itu sendiri.

Suasana diskusi di Ultimus Bandung. (Sumber: Ultimus)
Suasana diskusi di Ultimus Bandung. (Sumber: Ultimus)

Setelah situasi mereda, sekitar 10 orang peserta kembali lagi ke lokasi diskusi. Polisi kemudian datang. Begitu tiba, mereka malah ikut menyita barang-barang di lokasi: poster bergambar Karl Marx dan atribut lain yang masih tersisa. Ultimus pun disegel dengan police line selama sepuluh hari.

Baca Juga: Bandung di Persimpangan Kiri Jalan: Dari Ingatan ke Gerakan

Pembubaran diskusi Ultimus bukan sekadar insiden kecil di sebuah toko buku. Ia adalah potret kecil dari sesuatu yang lebih besar: trauma nasional yang tak pernah diobati. TAP MPRS No. XXV/1966, yang melarang penyebaran komunisme dan marxisme-leninisme, masih menjadi kartu sakti yang bisa dikeluarkan kapan saja untuk membungkam siapa pun yang dianggap kiri.

Bagi Pemuda Panca Marga, tindakan mereka malam itu dianggap bentuk kewaspadaan. Tapi bagi peserta diskusi, yang terjadi jelas bentuk intimidasi.

Delapan orang yang ditangkap akhirnya dibebaskan pada Jumat malam, 15 Desember 2006. Tidak ada satu pun tuduhan pidana yang bisa dibuktikan. Tapi dampaknya besar. Ultimus mengalami kerugian finansial, kehilangan buku, dan disegel hampir dua minggu. Lebih dari itu, peristiwa ini menanamkan rasa takut yang lebih dalam: bahwa bahkan di era Reformasi, kebebasan berpikir masih harus meminta izin kepada mereka yang merasa paling patriotik.

Suara berseberangan dengan tindak tanduk ormas juga muncul. Aliansi Bandung untuk Kebebasan Berpikir, Berpendapat, dan Berkumpul (ABK3B) menilai tindakan ormas dan polisi itu tidak dibenarkan oleh KUHAP. Pembubaran diskusi dinilai sebagai bentuk penyebaran kebencian dan keresahan di tengah masyarakat.

Yang menarik, Ultimus bukan satu-satunya korban. Sejak 2006 hingga 2014, ada sedikitnya sembilan kasus serupa di berbagai kota: Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Jombang. Polanya hampir sama: sebuah diskusi atau peluncuran buku yang menyebut nama Marx, Lenin, atau kiri sedikit saja, langsung dianggap ancaman negara. Pelakunya juga mirip: gabungan ormas, polisi, dan warga resah.

Baca Juga: Sabotase Kereta Rancaekek, Bumbu Jimat dan Konspirasi Kiri Zaman Kolonial

Pada Maret 2016, paranoia kiri di Bandung kembali muncul. Kala itu, monolog Tan Malaka di Institut Francais Indonesia (IFI) berjudul Saya Rusa Berbulu Merah dibubarkan setelah mendapat intimidasi dari Front Pembela Islam (FPI) yang ironisnya kini sudah dibubarkan pemerintah.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Beranda 31 Okt 2025, 19:03 WIB

Energi Selamatkan Nyawa: Gas Alam Pertamina Terangi Rumah Sakit di Hiruk Pikuk Kota

PGN sebagai subholding gas Pertamina terus memperluas pemanfaatan gas bumi melalui berbagai inovasi, salah satunya skema beyond pipeline menggunakan CNG.
Instalasi Gizi RSUP Hasan Sadikin. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 18:22 WIB

Gunung Puntang, Surga Sejuk di Bandung Selatan yang Sarat Cerita

Gunung Puntang menjadi salah satu destinasi wisata alam yang paling populer di Bandung Selatan.
Suasana senja di kawasan Gunung Puntang, Bandung Selatan. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Naila Salsa Bila)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 17:00 WIB

Kehangatan dalam Secangkir Cerita di Kedai Kopi Athar

Kedai Yang suka dikunjungi mahasiswa UIN SGD 2, tempat refresing otak sehabis belajar.
Kedai Kopi Athar, tempat refresing otak Mahasiswa UIN SGD kampus 2. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Fikri Syahrul Mubarok)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:17 WIB

Berhenti Jadi People Pleaser, Yuk Belajar Sayang sama Diri Sendiri!

Jika Anda hidup untuk menyenangkan orang lain, semua orang akan mencintai Anda, kecuali diri Anda sendiri. (Paulo Coelho)
Buku "Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang" (Foto: Penulis)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 16:01 WIB

Santri Jangan Cuma Dirayakan, tapi Dihidupkan

Hari Santri bukan sekadar seremoni. Ia seharusnya menjadi momentum bagi para santri untuk kembali menyalakan ruh perjuangan.
Santri di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Muhammad Azzam)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:50 WIB

Sarapan, 'Ritual' yang Sering Terlupakan oleh Mahasiswa Kos

Sarapan yang sering terlupakan bagi anak kos, padahal penting banget buat energi dan fokus kuliah.
Bubur ayam sering jadi menu sarapan umum di Indonesia. (Sumber: Unsplash/ Zaky Hadi)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 14:01 WIB

Balqis Rumaisha, Hafidzah Cilik yang Berprestasi

Sebuah feature yang menceritakan seorang siswi SMP QLP Rabbani yang berjuang untuk menghafal dan menjaga Al-Qur'an.
Balqis Rumaisha saat wawancara di SMP QLP Rabbani (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 13:01 WIB

Antara Kebebasan Berpendapat dan Pengawasan Digital: Refleksi atas Kasus TikTok di Indonesia

Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital.
Artikel ini membahas polemik antara pemerintah Indonesia dan platform TikTok terkait kebijakan pengawasan digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 11:12 WIB

Self-Care ala Korea: dari Rutinitas Skincare ke Gaya Hidup Positif

Glowing bukan cuma dari skincare, tapi juga dari hati yang tenang.
Penggunaan skincare rutin sebagai bentuk mencintai diri sendiri. (Sumber: Pexels/Rheza Aulia)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 09:46 WIB

Hikayat Pembubaran Diskusi Ultimus, Jejak Paranoia Kiri di Bandung

Kilas balik pembubaran diskusi buku di Toko Buku Ultimus Bandung tahun 2006, simbol ketegangan antara kebebasan berpikir dan paranoia anti-komunis.
Ilustrasi pembubaran diskusi di Ultimus Bandung.
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 09:39 WIB

Kala Cinta Tak Secepat Jadwal Keluarga, Realita Film 'Jodoh 3 Bujang'

Kisah tiga bersaudara yang harus menikah bersamaan demi tradisi.
Salah satu adegan di film 'Jodoh 3 Bujang'. (Sumber: Instagram/Jodoh 3 Bujang)
Ayo Jelajah 31 Okt 2025, 08:38 WIB

Hikayat Janggal Pembunuhan Brutal Wanita Jepang Istri Pengacara di Bandung

Polisi menemukan jasadnya dengan pisau masih menancap. Tapi siapa pembunuhnya? Dua dekade berlalu, jawabannya hilang.
Ilustrasi (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 31 Okt 2025, 07:50 WIB

Menepi Sejenak Menikmati Sore di Bandung Utara

Kamakarsa Garden adalah salah satu tempat yang bisa dikunjungi di daerah Bandung Utara untuk sejenak menepi dari hingar-bingar perkotaan.
Kamakarsa Garden (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 19:42 WIB

Perempuan Pemuka Agama, Kenapa Tidak?

Namun sejarah dan bahkan tradisi suci sendiri, tidak sepenuhnya kering dari figur perempuan suci.
Dalam Islam, Fatimah az-Zahra, putri Nabi, berdiri sebagai teladan kesetiaan, keberanian, dan pengetahuan. (Sumber: Pexels/Mohamed Zarandah)
Beranda 30 Okt 2025, 19:40 WIB

Konservasi Saninten, Benteng Hidup di Bandung Utara

Hilangnya habitat asli spesies ini diperkirakan telah menyebabkan penurunan populasi setidaknya 50% selama tiga generasi terakhir.
Leni Suswati menunjukkan pohon saninten. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 17:33 WIB

Mental Mengemis sebagai Budaya, Bandung dan Jalan Panjang Menuju Kesadaran Sosial

Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan.
Stigma terhadap pengemis di kota besar seperti Bandung bukan hal baru. Mereka kerap dilabeli sebagai beban sosial, bahkan dianggap menipu publik dengan kedok kemiskinan. (Sumber: Pexels)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 17:24 WIB

Review Non-Spoiler Shutter versi Indonesia: Horor lewat Kamera yang Tidak Biasa

Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004).
Shutter (2025) adalah sebuah film remake dari film aslinya yang berasal dari Negeri Gajah Putih (Thailand), yaitu Shutter (2004). (Sumber: Falcon)
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 16:33 WIB

Sastra dan Prekariat: Ketimpangan antara Nilai Budaya dan Realitas Ekonomi

Kehidupan penulis sastra rentan dengan kondisi prekariat, kaum yang rentan dengan kemiskinan.
Para penulis yang mengabdikan diri pada sastra terjebak dalam kondisi prekariat—kelas sosial yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi. (Sumber: Pexels/Tima Miroshnichenko)
Ayo Biz 30 Okt 2025, 15:56 WIB

Dorong Kolaborasi dan Literasi Finansial, Sosial Media Meetup Bakal Digelar di Bandung

Indonesia Social Media Network (ISMN) yang digagas Ayo Media Network akan menggelar kegiatan ISMN Meetup 2025 di Bandung, pada 2 Desember 2025 mendatang.
Indonesia Social Media Network (ISMN) yang digagas Ayo Media Network akan menggelar kegiatan ISMN Meetup 2025 di Bandung, pada 2 Desember 2025 mendatang. (Sumber: dok. Indonesia Social Media Network (ISMN))
Ayo Netizen 30 Okt 2025, 15:43 WIB

Gaya Komunikasi Teknokrat

Komunikasi dalam pemerintahan sejatinya dipakai untuk saling mendukung dalam mensukseskan program atau kebijakan pemerintah untuk publik.
Purbaya sebagai seorang figur dan representasi pemerintah, gaya komunikasi menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya, dan selalu menjadi sorotan. (Sumber: inp.polri.go.id)