Hikayat Konflik Lahan Dago Elos yang jadi Simbol Perlawanan di Bandung

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 25 Sep 2025, 21:10 WIB
Forum Dago Melawan di Depan Polrestabes Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Forum Dago Melawan di Depan Polrestabes Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Tak ada yang lebih ironis daripada hidup di kota yang dijuluki kreatif, tapi harus berhadapan dengan kreativitas paling absurd: kreativitas mafia tanah menghidupkan lagi sertifikat Belanda tahun 1870. Begitulah nasib warga Dago Elos, kampung di jantung Bandung, yang tiba-tiba dituding menempati lahan orang lain. Padahal rumah mereka sudah berdiri sebelum mal, hotel, dan kafe-kafe hipster memenuhi kota.

Seperti kisah klasik, semuanya berawal dari lembaran kertas kolonial bernama eigendom verponding dan berujung pada aksi massa, gas air mata, hingga konser solidaritas. Dari rumah-rumah warga hingga ruang sidang, Dago Elos menjelma simbol perlawanan terhadap keserakahan modal. Lahan seluas sekitar 6,3 hingga 6,9 hektare itu sejak 2014 menjadi rebutan antara warga dengan mereka yang mengaku pewaris Belanda dan perusahaan properti. Sengketa ini tidak hanya mempersoalkan siapa pemilik sah tanah, melainkan juga membuka borok panjang tentang mafia tanah di Indonesia.

Duduk perkara akar masalah dari konflik lahan di Dago Elos ini berawaldari zaman kolonial. Sekitar tahun 1870, seorang administratur perkebunan Belanda bernama Georgius Hendrikus Wilhelmus Müller memiliki lahan di Dago Elos. Tiga lembar dokumen eigendom verponding bernomor 3740, 3741, dan 3742 menjadi bukti kepemilikan. Pada masa kolonial, kertas itu ibarat kitab suci.

Tapi, semua berubah setelah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 berlaku. Undang-undang itu mewajibkan konversi hak tanah kolonial menjadi hak milik Indonesia paling lambat 24 September 1980. Bila tidak, tanah otomatis menjadi tanah negara, terbuka bagi rakyat yang menguasai dan mengolahnya. Itulah yang terjadi di Dago Elos. Sejak 1960-an, warga membangun rumah, masjid, sekolah, dan fasilitas umum. Sebagian kemudian memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) dari BPN, sah menurut hukum nasional.

Para pemuda yang bersolidaritas membentangkan spanduk penolakan mafia tanah di Dago Elos. (Sumber: Instagram @dagomelawan)
Para pemuda yang bersolidaritas membentangkan spanduk penolakan mafia tanah di Dago Elos. (Sumber: Instagram @dagomelawan)

Baca Juga: Hikayat Hantu Dua Duo yang Gentayangan di Konflik Lahan Kota Bandung

Di kampung ini, kehidupan berjalan normal. Anak-anak berlarian, pedagang membuka warung, dan komunitas tumbuh dengan identitas yang kuat. Lahan Müller tinggal jadi nama dalam dokumen tua, tersimpan di arsip sejarah.

Ketenangan buyar pada 2014. Tiga orang muncul dengan nama belakang Müller: Heri Hermawan, Dodi Rustandi, dan Pipin Supendi. Mereka mengantongi Surat Pernyataan Ahli Waris (PAW) dari Pengadilan Agama Cimahi, nomor 687/Pdt.P/2013. Dengan percaya diri, mereka menyatakan diri sebagai pewaris sah Georgius Müller.

Tidak berhenti sampai di situ, mereka menggandeng PT Dago Inti Graha, perusahaan properti milik Jo Budi Hartanto. Tujuannya membangun proyek mewah seperti The MAJ Collection Hotel & Residence. Pada Desember 2016, gugatan dilayangkan ke PN Bandung terhadap 335 warga yang dituduh menempati tanah secara melawan hukum.

Warga menolak. Bagi mereka, dokumen kolonial kadaluarsa sejak UUPA berlaku. Mereka sudah tinggal puluhan tahun dan mengantongi sertifikat sah. Dari penolakan itu lahirlah Forum Dago Melawan, wadah perlawanan yang berisi warga, mahasiswa, aktivis, hingga seniman.

Diskusi publik digelar, mural muncul di tembok, konser kecil diadakan. Media lokal dan nasional menyoroti konflik ini. Kampung kecil di Dago berubah jadi panggung besar perlawanan.

Pertarungan Hukum yang Panjang

PN Bandung pada 2017 mengabulkan gugatan pihak Müller. Warga dinyatakan menduduki lahan tanpa hak. Putusan itu membuat ratusan keluarga cemas kehilangan rumah. Namun perjuangan berlanjut. Banding diajukan ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat, lalu kasasi ke Mahkamah Agung.

Pada 2019, MA menolak gugatan Müller lewat putusan Nomor 934.K/Pdt/2019. Kemenangan ini dirayakan dengan syukuran sederhana di kampung. Warga merasa keadilan berpihak. Tetapi pengalaman panjang dalam kasus agraria di Indonesia membuat mereka sadar kemenangan bisa berbalik. Mafia tanah jarang berhenti setelah satu kekalahan.

Solidaritas pun makin kuat. Seniman Bandung menggelar konser solidaritas, mahasiswa turun ke jalan, dan tagar #DagoElosMelawan bertebaran di media sosial.

Kekhawatiran warga terbukti. Pada 2022, pihak Müller mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Hasilnya mengejutkan: putusan kasasi yang memenangkan warga dibatalkan. Putusan Nomor 109/PK/Pdt/2022 memerintahkan warga mengosongkan lahan, bahkan dengan bantuan aparat bila perlu.

Warga menilai ada kejanggalan. Akta kelahiran Müller tidak tercatat di sistem kependudukan nasional, dan dokumen eigendom tidak pernah muncul di BPN. Namun aparat tetap bersiap mengeksekusi.

Solidaritas untuk warga dalam bentuk gigs musik di Dago Elos. (Sumber: Instagram @dagomelawan)
Solidaritas untuk warga dalam bentuk gigs musik di Dago Elos. (Sumber: Instagram @dagomelawan)

Baca Juga: Sejarah Gelap KAA Bandung, Konspirasi CIA Bunuh Zhou Enlai via Bom Kashmir Princess

Puncak eskalasi terjadi 14 Agustus 2023. Warga memblokir jalan menuju kampung. Polisi merespons dengan gas air mata dan pentungan. Empat orang luka, tujuh ditangkap. Media nasional menyoroti kericuhan ini, memunculkan simpati publik. Dago Elos pun kian dikenal sebagai simbol perlawanan terhadap mafia tanah dan kekuasaan yang memihak modal.

Laporan warga akhirnya berbuah. Pada 2024, Heri Hermawan dan Dodi Rustandi Müller ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen. Persidangan di PN Bandung membuka fakta bahwa dokumen warisan Müller penuh kejanggalan.

Pada 14 Oktober 2024, keduanya divonis 3 tahun 6 bulan penjara. Hakim menyatakan negara mengalami kerugian hingga Rp546 miliar. Putusan itu menghapus klaim Müller atas lahan Dago Elos.

Kabar tak terduga muncul tak lama kemudian. Dodi Rustandi meninggal karena serangan jantung di Rutan Kebonwaru. Status hukumnya gugur, namun kasus mafia tanah sudah terbuka terang-benderang. Warga Dago Elos merasa lega, meski tetap waspada terhadap PT Dago Inti Graha yang disebut masih punya kepentingan.

Hingga September 2025, konflik Dago Elos belum berakhir. Pada Mei, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyatakan Pemkot tidak akan menggusur warga dan siap bekerja sama dengan BPN untuk menyelesaikan alas hak. Meski begitu, PK kedua masih berjalan, dengan warga mengajukan memori PK berbasis vonis pidana Müller.

Solidaritas tetap menyala. Pada April, warga Dago Elos mendukung perjuangan warga Sukahaji dan kasus sengketa lahan SMAN 1 Bandung. Pada Mei, mereka ikut aksi May Day 2025, menuding mafia tanah sebagai biang konflik agraria.

Gelaran seni dan budaya menjadi sarana lain. All Ages Vol. 2 – Solidaritas Dago Elos pada 7 September 2025 menghadirkan konser, bazar, dan diskusi. Dua minggu kemudian, aksi September Hitam digelar dengan yel-yel “Dago Melawan Tak Bisa Dikalahkan.”

Selama sembilan tahun, konflik ini menghadirkan drama panjang: dari ruang sidang, jalanan penuh demonstran, hingga panggung musik. Dago Elos kini identik dengan perlawanan agraria.

Baca Juga: Sejarah Kegagalan Program Pembersihan Sungai Citarum, dari Orde Baru sampai Era Jokowi

Jadi Simbol Perlawanan

Dago Elos kini melampaui batas kampung di Bandung utara. Konflik ini menjadi rujukan dalam memahami sengketa agraria di Indonesia. Ada kesamaan dengan kasus Rempang di Kepulauan Riau atau Bara-Baraya di Makassar: rakyat kecil berhadapan dengan modal besar dan negara yang sering kali absen.

Puluhan warga Dago Elos yang tergabung dalam Forum Dago Melawan melakukan aksi memperingati hari buruh internasional atau MayDay di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Rabu 1 Mei 2024. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Puluhan warga Dago Elos yang tergabung dalam Forum Dago Melawan melakukan aksi memperingati hari buruh internasional atau MayDay di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Rabu 1 Mei 2024. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)

Yang membuat Dago Elos menonjol adalah daya tahan warganya. Mereka tidak hanya mengandalkan jalur hukum, tetapi juga solidaritas sosial dan budaya. Aksi seni, mural, konser, hingga sidang rakyat menjadikan perlawanan mereka penuh warna. Bandung, kota yang terkenal kreatif, memberi sentuhan khas pada konflik agraria ini.

Walau jalannya masih panjang, Dago Elos sudah tercatat dalam sejarah perlawanan agraria Indonesia. Dari lembaran eigendom verponding abad ke-19 hingga aksi September Hitam abad ke-21, kisahnya menunjukkan rakyat kecil bisa melawan, bahkan ketika berhadapan dengan modal besar dan dokumen kolonial yang dihidupkan kembali.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 12 Nov 2025, 16:35 WIB

Ketika Panggilan 'Sayang' Hanya Bagian dari Jobdesk: Dramaturgi para Ladies Companion (LC)

Menyeruak dunia para LC yang dipenuhi stigma negatif.
Ilustrasi Ladies Companion (LC). (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 12 Nov 2025, 16:21 WIB

Aroma Kopi di Bawah Tegakan, Cibulao dan Gerakan Menyulam Hutan

Pola agroforestry memberi ruang bagi pohon kopi tumbuh di bawah tegakan, menjaga kelembapan tanah, sekaligus memberi penghasilan bagi warga.
Pola agroforestry memberi ruang bagi pohon kopi tumbuh di bawah tegakan, menjaga kelembapan tanah, sekaligus memberi penghasilan bagi warga. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 16:00 WIB

Bermula Rumah Pribadi Menjadi Museum sebagai Warisan Seni yang Menginspirasi

Museum yang didirikan untuk menghormati dan melestarikan karya Srihadi yang inspiratif dalam dunia seni lukis.
Pengunjung menikmati dan mengabadikan hasil karya Srihadi, Sabtu 01 November 2025, Ciumbuleuit, Kecamatan Cicadap, Kota Bandung (Sumber: Sela Rika | Foto: Sela Rika)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 15:26 WIB

Dari Usaha Donat Rumahan hingga Berhasil Memperluas Jangkauan ke Lima Toko

Dengan mempertahankan kualitas donat setiap harinya, Pipin Donuts berhasil menjalankan bisnisnya hingga memiliki lima cabang.
Seorang customer yang mengantri untuk membeli Pipin Donuts, Cabang Sukabirus, Kabupaten Bandung, (08/11/2025) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Asti Alya)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 15:09 WIB

ITB sebagai Wisata Teknologi Era Globalisasi - Bagian 2

Dalam paparan berikut sebagai lanjutan dari bagian ke-1 adalah rencana implementasi konkret untuk menjadikan Institut Teknologi Bandung (ITB).
ITB Jatinangor. (Sumber: Dok. ITB)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 14:50 WIB

Semangat 1955 Hidup Kembali di Kemeriahan Asia Afrika Festival 2025

Perayaan Asia Afrika Festival 2025 kembali di gelar di Kota Bandung
Suasana Perayaan Asia Afrika Festival (Foto: Desy Windayani Budi Artik)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 14:36 WIB

ACCRA, Dessert Rumahan Rasa Sultan di Bandung

Dessert rumahan dengan cita rasa sultan. ACCRA di Kota Bandung siap memanjakan lidah lewat mochi cheesecake dan tiramisu legendarisnya.
ACCRA di Kota Bandung siap memanjakan lidah lewat mochi cheesecake dan tiramisu legendarisnya. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Jelajah 12 Nov 2025, 13:34 WIB

Hikayat Kasus Reynhard Sinaga, Jejak Dosa 3,29 Terabita Predator Seksual Paling Keji dalam Sejarah Inggris

Kasus Reynhard Sinaga mengguncang dunia. Pria asal Depok itu menyimpan rahasia kelam. Di penjara Wakefield, ia menua bersama 3,29 terabita dosa yang tak bisa dikompresi.
Reynhard Sinaga.
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 12:45 WIB

Menyelami Makna di Balik Mereka(h), Wisata Rasa dan Imajinasi di Tengah Ruang Seni

Tak hanya untuk pecinta seni, Grey Art Gallery mengundang siapa pun yang ingin menikmati keindahan.
Suasana pengunjung Grey Art Gallery yang menjadi bagian dari cerita mereka yang perlahan merekah, 4 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Mutiara Khailla Gyanissa Putri)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:44 WIB

West Java Festival, Konser Musik atau Acara Budaya?

West Java Festival 2025 tak lagi sekadar konser. Mengusung tema 'Gapura Panca Waluya'.
West Java Festival 2025 (Foto: Demas Reyhan Adritama)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 11:06 WIB

Burayot, Camilan Legit Khas Priangan yang Tersimpan Rahasia Kuliner Sunda

Bagi orang Sunda, burayot bukan sekadar pengisi perut. Ia adalah bagian dari kehidupan sosial.
Burayot. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:45 WIB

Tak Pernah Takut Coba Hal Baru: Saskia Nuraini Sang Pemborong 3 Piala Nasional

Saskia Nuraini An Nazwa adalah siswi berprestasi tingkat Nasional yang menginspirasi banyak temannya dengan kata-kata.
Saskia Nuraini An Nazwa, Juara 2 lomba Baca Puisi, Juara 3 lomba unjuk bakat, juara terbaik lomba menulis puisi tingkat SMA/SMK tingkat Nasional oleh Lomba Seni sastra Indonesia dengan Tema BEBAS Jakarta. (Sumber: SMK Bakti Nusantara 666)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 10:24 WIB

Bandung Macet, Udara Sesak: Bahaya Asap Kendaraan yang Kian Mengancam

Bandung yang dulu dikenal sejuk kini semakin diselimuti kabut polusi.
Kemacetan bukan sekadar gangguan lalu lintas, tapi cerminan tata kelola kota yang belum sepenuhnya adaptif terhadap lonjakan urbanisasi dan perubahan perilaku mobilitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:47 WIB

Ketika Integritas Diuji

Refleksi moral atas pemeriksaan Wakil Wali Kota Bandung.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin. (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Netizen 12 Nov 2025, 09:36 WIB

Perpaduan Kenyal dan Lembut dari Donat Moci Viral di Bandung

Setiap gigitan Mave Douchi terasa lembut, manisnya tidak giung, tapi tetap memanjakan lidah.
Donat mochi lembut khas Mave Douchi dengan tekstur kenyal yang jadi favorit pelanggan (Foto: Zahwa Rizkiana)
Ayo Jelajah 12 Nov 2025, 08:39 WIB

Sejarah Letusan Krakatau 1883, Kiamat Kecil yang Guncang Iklim Bumi

Sejarah letusan Krakatau 1883 yang menewaskan puluhan ribu jiwa, mengubah iklim global, dan menorehkan bab baru sejarah bumi.
Erupsi Gunung Krakatau 1883. (Sumber: Dea Picture Library)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 21:04 WIB

Mama Inspiratif dan Perjuangan Kolektif Mengembalikan Sentuhan Nyata dalam Pengasuhan

Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar.
Ilustrasi. Tak sedikit orang tua yang merasa gamang menghadapi kenyataan bahwa anak-anak kini tumbuh dalam dunia yang tak bisa lepas dari layar. (Foto: Freepik)
Ayo Biz 11 Nov 2025, 18:39 WIB

Dari Studio Kecil hingga Panggung Nasional, Bandung Bangkit Lewat Nada yang Tak Pernah Padam

Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk dan arsitektur kolonial yang memesona tapi juga 'rahim' dari gelombang musik yang membentuk identitas Indonesia sejak era 1960-an.
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk dan arsitektur kolonial yang memesona tapi juga 'rahim' dari gelombang musik yang membentuk identitas Indonesia sejak era 1960-an. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 11 Nov 2025, 17:22 WIB

Hikayat Buahbatu, Gerbang Kunci Penghubung Bandung Selatan dan Utara

Pernah jadi simpul logistik kolonial dan medan tempur revolusi, Buahbatu kini menjelma gerbang vital Bandung Raya.
Suasana Buahbatu zaman baheula. (Sumber: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat)