Sejarah Panjang ITB, Kampus Insinyur Impian Kolonial Tanah Tropis

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Selasa 28 Okt 2025, 18:13 WIB
Peresmian Technische Hoogeschool te Bandung (THS) 3 Juli 1920. (Foto: KITLV)

Peresmian Technische Hoogeschool te Bandung (THS) 3 Juli 1920. (Foto: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Bandung pada awal abad ke-20 adalah kota kecil yang sedang naik daun. Di lereng Priangan itu, udara sejuk bercampur aroma teh dari kebun Malabar milik tuan besar Karel Albert Rudolf Bosscha. Lelaki Belanda tinggi besar dengan kacamata tebal itu mungkin tidak tahu bahwa dari kebun tehnya yang rapi dan hijau, akan lahir pula sesuatu yang jauh lebih abadi dari sekadar aroma melati: gagasan tentang sebuah sekolah tinggi teknik di tanah jajahan.

Ceritanya bermula dari urusan yang sangat kolonial: pembangunan. Sebagaimana diurai dalam risalah Pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng: Sekolah Tinggi Teknik untuk Hindia Belanda, Hindia Belanda menjadi surga bagi pengusaha Eropa didorong penerbitan Undang-Undang Agraria 1870 yang membuka keran investasi. Tapi, membangun pabrik gula, jembatan, dan rel kereta tentu butuh banyak insinyur. Masalahnya, insinyur yang dikirim dari Delft, Belanda, sering kaget ketika mendapati bahwa tanah tropis tak serupa dengan ladang bunga tulip. Beton retak, kayu cepat lapuk, dan drainase berubah jadi kolam lele dalam sekejap musim hujan.

Pemerintah kolonial mulai sadar: mereka butuh sekolah teknik lokal. Tapi ide itu sempat bolak-balik seperti surat cinta tak sampai. Tahun 1912, Indische Universiteitsvereniging mengajukan proposal untuk mendirikan sekolah teknik di Batavia, tapi ditolak mentah-mentah. Pemerintah bilang masih terlalu dini.

Baca Juga: Sejarah Kweekschool Bandung, Sakola Raja Gubahan Preanger Planters

Lima tahun kemudian, ketika dunia sedang panas karena Perang Dunia I, di Hindia Belanda muncul organisasi yang agak unik: Comite Indie Weerbaar—komite pertahanan Hindia. Di atas kertas, ini komite militer untuk melindungi Hindia Belanda dari serangan luar. Tapi di balik seragamnya, para anggotanya lebih sering memikirkan ekonomi dan pendidikan. Salah satu yang paling vokal adalah Bosscha, si juragan teh dari Malabar.

Bosscha dan kawan-kawan berpikir, pertahanan terbaik bukan senjata, melainkan otak. Jadi, mereka mengusulkan pendirian sekolah tinggi teknik agar Hindia punya tenaga ahli sendiri. Delegasi dikirim ke Belanda. Entah bagaimana, lobi mereka berhasil. Tahun 1919, pemerintah membentuk Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch-Indie. Tugasnya: membangun sekolah teknik yang modern, dan tentu saja tetap kolonial.

Ketika tiba saatnya memilih lokasi, perdebatan sengit pun terjadi antara Batavia dan Bandung. Batavia sudah ramai, tapi panas dan penuh nyamuk. Sementara Bandung, selain udaranya dingin dan jalannya masih lengang, juga sedang naik pamor berkat rencana pemindahan ibu kota kolonial ke sana. Akhirnya, Bandung menang—mungkin karena para pejabat Belanda lebih suka minum kopi sambil menghadap Gunung Tangkuban Parahu ketimbang mengipas di pinggir Ciliwung.

Baca Juga: Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Sosok arsitek yang ditunjuk untuk merancang sekolah ini adalah Henri Maclaine Pont. Lelaki yang satu ini punya selera nyeni, tapi juga praktis. Ia memadukan gaya arsitektur Eropa dengan bahan lokal. Gedung utamanya berbentuk huruf U, menghadap ke utara seolah menyapa gunung. Ia memakai batu kali, bata merah, dan bambu melengkung untuk menahan panas. Hasilnya? Bangunan itu masih tegak sampai hari ini, kampus tua yang sekarang dikenal sebagai ITB.

Peletakan batu pertama dilakukan pada 4 Juli 1919, disertai upacara yang cukup simbolik: empat pohon beringin ditanam oleh perwakilan dari empat golongan masyarakat—Belanda, Pribumi, Tionghoa, dan Indo-Eropa. Satu tahun kemudian, pada 3 Juli 1920, Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB) resmi dibuka oleh Gubernur Jenderal J.P. van Limburg Stirum. Dalam pidatonya, ia menyebut pendirian THB sebagai “perbuatan baik orang Belanda.”

THB menjadi sekolah tinggi pertama di Hindia Belanda. Diikuti kemudian oleh sekolah hukum di Batavia (1924), kedokteran (1927), dan fakultas-fakultas lain menjelang perang. Semua itu adalah bagian dari Politik Etis, kebijakan kolonial yang katanya “membalas budi” kepada rakyat jajahan dengan memberi pendidikan. Namun tentu saja, pendidikan yang diberikan bukan untuk mencetak pemimpin bangsa, melainkan pegawai yang patuh dan tahu hitung-hitung bangunan.

Tapi sejarah punya caranya sendiri. Dari kampus inilah, lahir mahasiswa yang justru membuat kolonialisme pusing tujuh keliling.

Suasana di salah satu laboratorium praktik TH Bandung. (Sumber: KITLV)
Suasana di salah satu laboratorium praktik TH Bandung. (Sumber: KITLV)

Baca Juga: Sejarah Pindad, Pindah ke Bandung Gegara Perang Dunia

Jejak Sukarno dan Transformasi ke ITB

Pada tahun pertama, THB hanya punya 28 mahasiswa. Mayoritas orang Eropa, satu orang pribumi, dan beberapa dari etnis Tionghoa. Tapi pada tahun 1921, mulai bermunculan wajah-wajah pribumi berotak encer. Salah satunya: seorang pemuda kurus dari Surabaya bernama Kusno Sosrodihardjo—tapi dunia mengenalnya sebagai Sukarno.

Sukarno kuliah di jurusan teknik sipil dan cepat menjadi mahasiswa kesayangan dosennya, C.P. Wolff Schoemaker. Schoemaker ini arsitek eksentrik yang kelak merancang banyak bangunan art deco di Bandung, termasuk Hotel Preanger dan Villa Isola. Di kelasnya, ia mengajarkan arsitektur dengan sentuhan seni dan filsafat. Sukarno, dengan gaya khasnya yang penuh semangat, menyerap ilmu itu seperti spons. Ia bahkan jadi asisten Schoemaker, menggambar desain, menghitung beban struktur, dan mendiskusikan makna ruang.

Konon, tugas akhirnya adalah rancangan jembatan, meski kelak ia lebih dikenal karena membangun jembatan politik antara rakyat dan kemerdekaan.

Tapi, Bandung tahun 1920-an bukan hanya kota pelajar, tapi juga kota ide. Di sela-sela kuliah, Sukarno rajin menulis artikel di majalah dan berdiskusi dengan kawan-kawannya tentang nasionalisme. Ia belajar bagaimana beton mengikat baja, tapi juga bagaimana gagasan bisa mengikat massa. Pendidikan teknik yang diterimanya justru mengajarkannya tentang sistem, perhitungan, dan konstruksi—sesuatu yang ia terapkan dalam membangun fondasi Republik.

Pada tahun 1926, THB meluluskan empat mahasiswa pribumi pertama: Sukarno, M. Anwari, J.A.H. Ondang, dan M. Soetedjo. Di atas kertas, mereka adalah insinyur teknik sipil. Tapi di mata sejarah, mereka adalah fondasi intelektual bangsa.

Baca Juga: Sejarah Lapas Sukamiskin Bandung, Penjara Intelektual Pembangkang Hindia Belanda

Pendirian THB sejatinya adalah bagian dari proyek kolonial besar: membentuk Universiteit van Nederlandsch-Indie, universitas Hindia Belanda yang rencananya akan menyatukan semua sekolah tinggi kolonial. Tapi sebelum impian itu tercapai, sejarah keburu membelokkan jalan.

Tahun 1942, Jepang datang. Segala hal yang berbau “Belanda” langsung ditutup, termasuk THB. Setelah proklamasi kemerdekaan 1945, bangunan kampus ini sempat berpindah tangan beberapa kali. Tapi pada 2 Maret 1959, pemerintah Indonesia meresmikan berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB) di lokasi yang sama, sebuah simbol bahwa warisan kolonial bisa diubah menjadi alat perjuangan bangsa merdeka.

Kini, setiap kali seseorang melewati gerbang ITB di Jalan Ganesha, mereka tidak hanya melihat kampus dengan mahasiswa berkemeja atau kaos oblong dan laptop di tangan. Mereka sedang melewati jejak panjang sejarah: dari ambisi kolonial untuk membentuk insinyur yang patuh, menjadi kampus yang melahirkan pemikir dan pemimpin yang merdeka.

Bangunan kampus Ganesha itu masih berdiri megah, tropis, dan penuh sejarah. Dari Technische Hoogeschool te Bandoeng hingga Institut Teknologi Bandung, kisahnya adalah bukti bahwa pengetahuan bisa lahir dari siapa saja, di mana saja, bahkan dari niat kolonial yang akhirnya dipelintir oleh sejarah menjadi alat kemerdekaan.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 28 Okt 2025, 20:54 WIB

Menengok Penderitaan dalam Kacamata Agama-Agama

Benarkah agama-agama mengajarkan bahwa penderitaan adalah kesalahan pribadi atau bukti lemahnya iman?
Ilustrasi orang dengan gangguan kesehatan mental. (Sumber: Pexels/Nothing Ahead)
Ayo Jelajah 28 Okt 2025, 18:13 WIB

Sejarah Panjang ITB, Kampus Insinyur Impian Kolonial Tanah Tropis

Technische Hoogeschool te Bandoeng berdiri tahun 1920 sebagai sekolah teknik pertama di Hindia Belanda, cikal bakal ITB dan lahirnya insinyur pribumi seperti Sukarno.
Peresmian Technische Hoogeschool te Bandung (THS) 3 Juli 1920. (Foto: KITLV)
Ayo Biz 28 Okt 2025, 17:52 WIB

Langkah Kecil, Dampak Besar: Gaya Hidup Sehat Menjadi Gerakan Sosial di Bandung

Gaya hidup sehat di Bandung tidak hanya dipicu oleh kesadaran individu, tetapi juga oleh ekosistem kota yang mendukung.
Gaya hidup sehat di Bandung tidak hanya dipicu oleh kesadaran individu, tetapi juga oleh ekosistem kota yang mendukung. (Sumber: Ist)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 17:13 WIB

Mahasiswa Boleh Sibuk, tetapi Jangan Lupa Bahagia

Di balik jadwal padat, tugas menumpuk, dan tuntutan produktivitas, banyak mahasiswa yang diam-diam berjuang melawan stres dan kelelahan mental.
Ilustrasi mahasiswa di Indonesia. (Sumber: Pexels/Dio Hasbi Saniskoro)
Ayo Biz 28 Okt 2025, 16:06 WIB

Rebo Nyunda di Cikapundung, Menjaga Napas Budaya Sunda di Tengah Deru Modernisasi

Rebo Nyunda bukan sekadar pertunjukan, program ini adalah gerakan akar rumput yang lahir dari keresahan akan lunturnya identitas budaya Sunda.
Cikapundung Riverspot, yang biasanya dipadati wisatawan dan pejalan kaki, menjelma menjadi panggung terbuka bagi warisan leluhur yakni Rebo Nyunda. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 28 Okt 2025, 16:05 WIB

Hikayat Cipaganti Group, Raksasa Transportasi Bandung yang Tumbang Diguncang Skandal

Dari garasi kecil di Jalan Cipaganti, lahir raksasa transportasi yang pernah kuasai Jawa Barat. Tapi skandal finansial membuatnya tumbang tragis.
Travel Cipaganti
Ayo Biz 28 Okt 2025, 14:41 WIB

Meluncur di Meja Makan: Sushi Konveyor dan Dinamika Kuliner Bandung

Jika dulu makanan Jepang identik dengan restoran eksklusif dan sajian formal, kini hadir cara baru yang lebih dinamis dan interaktif yakni sushi konveyor.
Jika dulu makanan Jepang identik dengan restoran eksklusif dan sajian formal, kini hadir cara baru yang lebih dinamis dan interaktif yakni sushi konveyor. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 13:59 WIB

Dari Mimbar Kecil di Tasikmalaya sampai ke TVRI Bandung

Di era digital yang serba cepat, Ustaz Atus hadir sebagai sosok pendakwah yang mampu menyentuh hati lewat layar.
Dakwah di program TVRI Bandung "Cahaya Qolbu" (Foto: Tim TVRI Bandung)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 12:25 WIB

Perkawinan (Cinta) Beda Agama: Mangu, Peri Cintaku, Realitas Sosial, SEMA 2/2023, dan Bhinneka Tunggal Ika

Di lagu-lagu itu, cinta beda agama hampir selalu digambarkan seperti relasi yang seru tapi mustahil, so far selalu romantis tapi terlarang.
Ilustrasi pasangan menikah. (Sumber: Pexels/Danu Hidayatur Rahman)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 11:24 WIB

Maskulinitas dan Isu Pelecehan Seksual terhadap Laki-Laki

Ada yang luput dari perhatian yaitu pelecehan seksual terhadap laki-laki.
Isu pelecehan seksual umumnya terjadi kepada perempuan. Namun ada satu hal yang luput dari perhatian serta pengakuan masyarakat bahwa laki-laki pun berpotensi mengalami pelecehan seksual. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 10:16 WIB

'The Way Home' dan Keberanian Melawan Penyesalan

Sebuah drama keluarga Tiongkok tentang penyesalan, tradisi, dan keberanian untuk pulang.
Poster film "The Way Home". (Sumber: IMDB)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 09:04 WIB

Secuil tentang Psikologi Agama

Psikologi agama selalu berhasil bikin kangen menyelam ke dunianya lagi.
Anak-anak beragama Islam sedang mengaji di masjid. (Sumber: Pexels/Hera hendrayana)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 06:13 WIB

Seperti Kita, Gie Juga Manusia Biasa

Soe Hok-gie, seorang aktivis keturunan Tionghoa yang hidupnya terasing seiring dirinya semakin berani dalam menyampaikan kritiknya kepada pemerintah.
Poster film GIE (2005). (Sumber: IMDB)
Ayo Biz 27 Okt 2025, 20:13 WIB

Dari Pohon Keramat ke Camilan Kekinian, Nurhaeti Menyulap Daun Kelor Jadi Pangan Bernutrisi

Dikenal sebagai tanaman mistis, Nurhaeti mengolah daun kelor menjadi aneka panganan bernutrisi mulai dari cheese stick, bolu, keripik pisang, hingga cookies.
Nurhaeti, warga Cinunuk, yang sejak 2015 mengolah daun kelor menjadi aneka panganan bernutrisi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)
Ayo Biz 27 Okt 2025, 19:36 WIB

Bandung Menuju Transportasi Publik Berkelas: Menelisik Potensi Metro Jabar Trans dan Feeder MJT

Kemacetan yang kian parah, dominasi kendaraan pribadi, serta keterbatasan infrastruktur menjadi momok yang menggerus kualitas hidup warga Bandung.
Kehadiran Metro Jabar Trans (MJT) dan feeder MJT, sebuah inisiatif ambisius yang digadang-gadang mampu merevolusi sistem transportasi publik Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 27 Okt 2025, 18:03 WIB

Memulangkan Bandung pada Purwadaksina Setelah Absen dalam Daftar 'Kota Hijau'

Kawasan yang kehilangan akar ekologisnya. Terjebak citra kolonial dan ilusi kemajuan, ia lupa pada asalnya. Kini saatnya kembali ke martabat sendiri.
Proses pengerukan sedimentasi Sungai Cikapundung oleh petugas menggunakan alat berat di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 27 Okt 2025, 17:40 WIB

Air Isi Ulang Tanpa Sertifikasi, Celah Regulasi yang Mengancam Kesehatan Publik

SLHS seharusnya menjadi bukti bahwa air yang dijual telah melalui proses yang memenuhi standar kebersihan dan sanitasi.
Ilustrasi air minum. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 27 Okt 2025, 17:04 WIB

Indisipliner, Hukuman, dan Perlawanan: Mengurai Benang Kusut Disiplin Sekolah

Sebuah analisis tentang pergeseran makna kenakalan remaja, solidaritas buta, dan tantangan yang dihadapi guru.
 (Sumber: Gemini AI Generates)
Ayo Jelajah 27 Okt 2025, 16:32 WIB

Sejarah Lapas Sukamiskin Bandung, Penjara Intelektual Pembangkang Hindia Belanda

Lapas Sukamiskin di Bandung dulu dibangun untuk kaum intelektual pembangkang Hindia Belanda. Kini, ia jadi rumah mewah bagi koruptor.
Lapas Sukamiskin.
Ayo Netizen 27 Okt 2025, 16:29 WIB

Problem Deforestasi Mikro Kota Bandung

Deforestasi mikro di Kota Bandung makin sering terjadi. Ujungnya, suhu kota merangkak naik. Malam terasa lebih hangat.
Hutan Kota Babakan Siliwangi, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)