Sejarah Kweekschool Bandung, Sakola Raja Gubahan Preanger Planters

Redaksi
Ditulis oleh Redaksi diterbitkan Jumat 24 Okt 2025, 15:53 WIB
Bangunan Kweekschool Bandung sekitar tahun 1920-an. (Sumber: Tropenmuseum)

Bangunan Kweekschool Bandung sekitar tahun 1920-an. (Sumber: Tropenmuseum)

AYOBANDUNG.ID - Di sudut perempatan Jalan Merdeka dan Jalan Jawa, Bandung, berdiri sebuah bangunan tua bergaya Neo Klasik. Orang-orang yang melintas hari ini mungkin mengenalnya sebagai Markas Polrestabes Bandung. Namun lebih dari seabad lalu, tempat itu bukan markas polisi. Ia adalah sekolah. Sekolah untuk mencetak guru-guru pribumi—Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers—yang berdiri sejak 23 Mei 1866.

Bangunan itu dulunya disebut Sakola Raja oleh warga setempat. Nama yang terdengar megah, padahal secara resmi bukan sekolah untuk para raja. Julukan itu muncul karena sebagian besar muridnya memang anak-anak pejabat lokal, para priyayi, atau keturunan bupati dari wilayah Priangan. Mereka datang ke Bandung untuk belajar menjadi guru, sebuah profesi yang kala itu mulai dianggap terhormat di kalangan bumiputra terdidik.

Pendiri dan penggerak utamanya adalah Karel Frederik Holle, seorang administrator Belanda yang punya pandangan cukup progresif untuk ukuran kolonial. Holle yang dijuga dikenal sebagai salahsatu sosok Preanger Planters ini percaya bahwa pendidikan bagi pribumi akan mempercepat kemajuan masyarakat Hindia Belanda, tentu dalam batas-batas yang tidak mengancam kekuasaan kolonial. Maka berdirilah sekolah ini—tempat para calon guru dididik untuk mengajar anak-anak pribumi, dalam bahasa Melayu dan kemudian Belanda.

Baca Juga: Hikayat Kasus Pembunuhan Grutterink, Landraad Bandung jadi Saksi Lunturnya Hegemoni Kolonial

Kweekschool Bandung menjadi bagian dari kebijakan besar pendidikan kolonial. Ia lahir setelah Kweekschool di Surakarta (1852), Bukittinggi (1856), dan Tapanuli (1864). Pemerintah Belanda ketika itu tengah menjalankan kebijakan Politik Etis, dengan slogan irigatie, emigratie, en educatie—irigasi, transmigrasi, dan pendidikan. Pendidikan menjadi alat kontrol sosial yang halus. Dengan mencetak guru pribumi, pemerintah tidak hanya mengajarkan membaca dan menulis, tapi juga menanamkan cara berpikir “Eropa” dalam tubuh masyarakat jajahan.

Sekolah ini berasrama. Siswa-siswa tinggal di kompleks yang dikelilingi kebun luas di seberang taman yang dulu dikenal sebagai Kebon Raja—sekarang Taman Dewi Sartika. Di sinilah mereka belajar bahasa Belanda, pedagogi, matematika, serta moralitas kolonial. Dalam catatan lama, siswa-siswa diwajibkan hidup teratur: bangun pukul lima, belajar hingga sore, dan tidak boleh keluar asrama tanpa izin. Mereka dilatih menjadi panutan moral dan intelektual bagi masyarakatnya, semacam agen kecil dari peradaban Barat di tengah masyarakat bumiputra.

Tapi, seiring waktu, Kweekschool ini tidak hanya menjadi sekolah untuk menyiapkan pegawai kolonial. Dari sinilah muncul generasi yang kelak mengisi ruang nasionalisme baru. Pendidikan, meski lahir dari kepentingan kolonial, justru membuka kesadaran kritis di kalangan pribumi.

Bangunan Kweekschool voor inheemse onderwijzers te Bandoeng saat diresmikan. (Sumber: KITLV)
Bangunan Kweekschool voor inheemse onderwijzers te Bandoeng saat diresmikan. (Sumber: KITLV)

Dari Gunung Sari ke Taman Dewi Sartika

Tak jauh dari pusat kota, di kawasan Lembang yang sejuk, berdiri pula Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) Gunung Sari. Sekolah ini awalnya didirikan oleh lembaga swasta bernama Perguruan Neutrale Scholen di Batavia pada 1912. Dua dekade kemudian, sekolah dipindahkan ke Lembang, di daerah yang kala itu masih dikelilingi kebun teh dan udara pegunungan.

Bangunannya sederhana, berdinding bilik dengan halaman yang luas menghadap ke arah panorama Lembang. Kurikulumnya mirip dengan Kweekschool Bandung—melatih guru bantu untuk sekolah dasar pribumi. Bahasa Belanda menjadi pengantar utama. Para siswa belajar pedagogi, keterampilan tangan, hingga olahraga. Tahun 1931, suasana belajarnya tercatat “tenang dan penuh disiplin.”

Salah satu lulusan terkenalnya adalah Raden Mas Dendasasmita, yang menamatkan pendidikan di sana pada 1927. Ia anak ketua Loji Teosofi Galih Pakuan Bandung dan kemudian mendirikan sekolah dasar negeri di Cihampelas. Dari nama sekolah ini pula lahir Lapangan Gunung Sari—lapangan legendaris di Lembang yang masih dikenal hingga kini.

Kini, lokasi bekas HIK Gunung Sari menjadi Balai Besar Pengembangan dan Perluasan Kerja (BBPPK) Lembang. Jejak sekolah itu nyaris hilang, namun sebagian lahan masih dipertahankan dalam masterplan modern. Di sanalah, tersisa bayang-bayang masa ketika Lembang bukan hanya tempat pelesir, tapi juga laboratorium pendidikan kolonial.

Baca Juga: Sejarah Bandung Jadi Ibu Kota Hindia Belanda, Sebelum Jatuh ke Tangan Jepang

Sementara di pusat kota Bandung, bangunan Kweekschool di Jalan Merdeka mengalami nasib lain. Setelah Indonesia merdeka, gedung itu diambil alih dan dialihfungsikan menjadi markas kepolisian pada 1966. Kala itu, kepolisian Bandung belum terpecah menjadi sektor-sektor kecil. Namanya masih Komtabes 86 Bandung, lalu berubah menjadi Poltabes, Polwiltabes, dan kini Polrestabes Bandung. Fasad bergaya Indische Empire Stijl—dengan pilar-pilar tinggi ala Ionic Order—masih berdiri gagah. Gaya ini dulunya populer di kalangan tuan tanah kaya abad ke-19, simbol kekuasaan dan kemegahan Eropa di tanah jajahan.

Yang menarik, banyak orang salah kaprah mengira gedung itu dulunya adalah Sekolah Raja, padahal istilah tersebut sebenarnya merujuk pada OSVIA (Opleiding voor Inlandsche Ambtenaren)—sekolah calon pegawai bumiputra. OSVIA memang menghasilkan bupati-bupati dan pejabat lokal, termasuk Wiranatakusumah yang kelak menjadi Bupati Bandung. Sedangkan Kweekschool melahirkan para guru, pendidik yang menjadi jembatan pengetahuan antara dunia kolonial dan masyarakat pribumi.

Kedua sekolah itu berdiri di masa yang sama, dengan tujuan berbeda namun dengan konsekuensi serupa: menciptakan lapisan elite terdidik di Hindia Belanda. Dari sinilah muncul generasi perantara—kaum yang menguasai bahasa Belanda, memahami sistem kolonial, dan suatu hari menggunakan ilmu itu untuk menantangnya.

Hari ini, tak banyak yang tahu bahwa gedung besar dengan papan nama Polrestabes Bandung itu dulunya adalah tempat lahirnya para guru pertama di tanah Pasundan. Bangunan dengan jendela tinggi dan kolom besar itu telah menyaksikan perjalanan panjang: dari ruang kelas kolonial, asrama siswa, masa revolusi, hingga kini menjadi markas penegak hukum.

Baca Juga: Jejak Peninggalan Sejarah Freemason di Bandung, dari Kampus ITB hingga Loji Sint Jan

Barangkali Karel Holle tak pernah membayangkan bahwa sekolah yang didirikannya demi “mendidik pribumi agar lebih berguna” akan menjadi bagian dari kisah besar bangsa yang merdeka. Kweekschool Bandung, dalam diamnya, tetap berdiri sebagai saksi bahwa pendidikan, di bawah siapa pun kuasanya, selalu punya cara sendiri untuk menulis sejarah.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 19:25 WIB

Benang Kusut Kota Bandung: Penataan Kabel Tak Bisa Lagi Ditunda

Kabel semrawut di berbagai sudut Kota Bandung merusak estetika kota dan membahayakan warga.
Kabel-kabel yang menggantung tak beraturan di Jl. Katapang, Lengkong, Kota Bandung, pada Rabu (03/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Masayu K.)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 18:08 WIB

Menghangat di Hujan Bandung dengan Semangkuk Mie Telur Mandi dari Telur Dadar JUARA

“Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial.
 “Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:14 WIB

Mengukus Harapan Senja di Jatinangor

Ketika roti kukus di sore hari menjadi kawan sepulang kuliah.
Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:04 WIB

Selamat Datang di Kota Bandung! Jalan Kaki Bisa Lebih Cepat daripada Naik Kendaraan Pribadi

Bandung, yang pernah menjadi primadona wisata, kini menduduki peringkat sebagai kota termacet di Indonesia.
Deretan kendaraan terjebak dalam kemacetan pasca-hujan di Kota Bandung, (03/12/2025). (Foto: Zaidan Muafa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:52 WIB

Cerita Kuliner Nasi Tempong dan Jalanan Lengkong yang tak Pernah Sepi

Salah satu kisahnya datang dari Nasi Tempong Rama Shinta, yang dahulu merasakan jualan di gerobak hingga kini punya kedai yang selalu ramai pembeli.
Jalan Lengkong kecil selalu punya cara menyajikan malam dengan rasa di Kota Bandung, (05/11/2025). (Foto: Zaki Al Ghifari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:09 WIB

Lampu Lalu Lintas Bermasalah, Ancaman Kecelakaan yang Perlu Ditangani Cepat

Lampu lalu lintas di perempatan Batununggal dilaporkan menampilkan hijau dari dua arah sekaligus yang memicu kebingungan dan potensi kecelakaan.
Kondisi lalu lintas yang berantakan di perempatan Batununggal, Kota Bandung (4/12/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Amelia Ulya)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:56 WIB

Terjangkau namun Belum Efisien, Trans Metro Pasundan di Mata Mahasiswa

Mahasiswa di Bandung memilih bus kota sebagai transportasi utama, namun masih menghadapi kendala pada rute, jadwal, dan aplikasi.
Suasana di dalam bus Trans Metro Pasundan di sore hari pada hari Selasa (2/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dheana Husnaini)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:16 WIB

Bandung di Tengah Ledakan Turisme: Makin Cantik atau Cuma Viral?

Artikel ini menyoroti fenomena turisme Bandung yang makin viral namun sekaligus makin membebani kota dan lingkungannya.
Sekarang Bandung seperti berubah jadi studio konten raksasa. Hampir setiap minggu muncul cafe baru dan semuanya berlomba-lomba tampil seestetik mungkin agar viral di TikTok. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:36 WIB

Jalan Baru Literasi dan Numerasi di Indonesia: Berkaca pada Pendidikan Finlandia

Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia berdasarkan data PISA dan faktor penyebabnya.
Butuh kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak dalam rangka mewujudkan pendidikan terbaik bagi anak-anak negeri ini. (Sumber: Pexels/Agung Pandit Wiguna)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:28 WIB

Tahu Bakso di Pasar Sinpasa Summarecon Bandung: Lezatnya Paduan Tradisi dan Urban Vibes

Di sekitar Pasar Modern Sinpasa Summarecon Bandung, salah satu tenant mampu menarik perhatian siapa saja yang lewat: tahu bakso enak.
Tahu Bakso Enak. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 12:06 WIB

Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara

Polemik restorative justice dibahas dengan menggunakan metode analisis normatif, namun pada bagian penjelasan contoh digunakan juga analisis sosiologis.
Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:19 WIB

Babakan Siliwangi Perlu Cahaya: Jalur Populer, Penerangan Minim

Hampir setiap malam di wilayah Babakan Siliwangi penerangan yang minim masih menjadi persoalan rutin.
Suasana Babakan Siliwangi saat malam hari (4/12/2025) dengan jalanan gelap, mural warna-warni, dan arus kendaraan yang tak pernah sepi. (Sumber: Bunga Citra Kemalasari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:00 WIB

Kunci 'Strong Governance' Bandung

Strong governance adalah salah satu kebutuhan nyata Bandung kiwari.
Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 08:31 WIB

Benarkah Budidaya Maggot dalam Program 'Buruan Sae' Jadi Solusi Efektif Sampah Kota Bandung?

Integrasi budidaya maggot dalam Program Buruan Sae menjadi penegasan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya maggot di RW 9 Lebakgede menjadi upaya warga mengolah sampah organik agar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Beranda 15 Des 2025, 07:48 WIB

Pembangunan untuk Siapa? Kisah Perempuan di Tengah Perebutan Ruang Hidup

Buku ini merekam cerita perjuangan perempuan di enam wilayah Indonesia, yakni Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB, serta dua titik di Kalimantan, yang menghadapi konflik lahan dengan negara dan korporasi.
Diskusi Buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” yang digelar di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Minggu (14/12/2025).
Beranda 15 Des 2025, 07:32 WIB

Diskusi Publik di Dago Elos Angkat Isu Sengketa Lahan dan Hak Warga

Dari kegelisahan itu, ruang diskusi dibuka sebagai upaya merawat solidaritas dan memperjuangkan hak atas tanah.
Aliansi Bandung Melawan menggelar Diskusi Publik bertema “Jaga Lahan Lawan Tiran” pada 12 Desember 2025 di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Biz 15 Des 2025, 07:16 WIB

Berawal dari Kegelisahan, Kini Menjadi Bisnis Keberlanjutan: Perjalanan Siska Nirmala Pemilik Toko Nol Sampah Zero Waste

Toko Nol Sampah menjual kebutuhan harian rumah tangga secara curah. Produk yang ia jual sudah lebih dari 100 jenis.
Owner Toko Nol Sampah, Siska Nirmala. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 14 Des 2025, 20:09 WIB

Good Government dan Clean Government Bukan Sekadar Narasi bagi Pemkot Bandung

Pentingnya mengembalikan citra pemerintah daerah dengan sistem yang terencana melalui Good Government dan Clean Government.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan,