Sejarah Pindad, Pindah ke Bandung Gegara Perang Dunia

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Rabu 15 Okt 2025, 21:15 WIB
Para buruh sedang bekerja di Artillerie Constructie Winkel (ACW), cikal bakal PT Pindad di Bandung. (Sumber: Tropenmuseum)

Para buruh sedang bekerja di Artillerie Constructie Winkel (ACW), cikal bakal PT Pindad di Bandung. (Sumber: Tropenmuseum)

AYOBANDUNG.ID - Pada awal abad ke-19, ketika roda kolonialisme Belanda berputar kencang di Nusantara, seorang gubernur jenderal bernama William Herman Daendels datang membawa dua hal: disiplin militer dan obsesi terhadap infrastruktur. Di antara proyek-proyeknya yang monumental seperti Jalan Raya Pos dari Anyer hingga Panarukan, Daendels juga mendirikan sebuah bengkel senjata di Surabaya pada tahun 1808.

Bengkel Constructie Winkel (CW) itu awalnya hanyalah tempat perbaikan alat perang tentara kolonial. Namun, siapa sangka, dari sinilah akar panjang PT Pindad (Persero) tumbuh. Bengkel tersebut menjadi titik mula perjalanan industri pertahanan Indonesia. Di sana, teknisi dan tukang logam pribumi mulai mengenal kerja presisi, mesin bubut, dan seni merakit senjata api.

Seiring waktu, pemerintah kolonial memperluas fasilitas itu. Mereka mendirikan pabrik peluru dan bahan peledak untuk angkatan laut bernama Pyrotechnische Werkplaats (PW) pada 1850-an. Semua berpusat di Surabaya, kota pelabuhan yang kala itu menjadi simpul perdagangan dan militer penting di Asia Tenggara. Surabaya praktis menjadi “kota besi” Hindia Belanda, tempat artileri dan senjata ringan dibuat serta diperbaiki.

Pada 1 Januari 1851, CW diubah namanya menjadi Artillerie Constructie Winkel (ACW). Kemudian pada tahun 1961, dua bengkel persenjataan yang berada di Surabaya, ACW dan PW disatukan di bawah bendera ACW.

Baca Juga: Jejak Peninggalan Sejarah Freemason di Bandung, dari Kampus ITB hingga Loji Sint Jan

Tapi, sejarah punya cara unik memaksa sesuatu berubah. Ketika Perang Dunia I pecah pada tahun 1914, getarannya sampai ke Hindia Belanda. Walau Belanda tidak ikut bertempur, negeri itu merasa perlu mengamankan koloni-koloninya di Timur. Eropa sedang terbakar, dan setiap pelabuhan dianggap rentan.

Surabaya, yang berada di tepi laut, mendadak terasa terlalu dekat dengan bahaya. Pemerintah kolonial mulai berpikir strategis: jika musuh datang lewat laut, maka semua fasilitas penting harus berada jauh di pedalaman. Maka lahirlah gagasan besar untuk memindahkan pusat industri pertahanan ke daerah yang lebih aman dan terlindungi secara alami.

Dari berbagai kota yang dipertimbangkan, Bandung muncul sebagai pilihan terbaik. Letaknya di dataran tinggi, dikelilingi pegunungan, udaranya sejuk, dan sulit dijangkau oleh kapal perang. Selain itu, Bandung sudah dilalui oleh Jalan Raya Pos yang dibangun Daendels dan memiliki jalur kereta api Staatsspoorwegen yang menghubungkannya dengan Batavia dan Surabaya.

Bandung juga memiliki satu keunggulan lain: sejak awal abad ke-20, pemerintah kolonial memang menyiapkan kota ini sebagai calon ibu kota Hindia Belanda menggantikan Batavia. Alasannya sederhana, Batavia dianggap terlalu lembab, kotor, dan rawan banjir. Bandung, dengan udara segar dan kontur berbukitnya, dianggap lebih ideal bagi pemerintahan dan industri.

Pada rentang tahun 1918 hingga 1920, fasilitas utama pembuatan dan perawatan senjata di Surabaya mulai dipindahkan ke Bandung. Prosesnya dilakukan bertahap, dengan memindahkan mesin, logam, dan para teknisi satu per satu. Setelah semuanya siap, pabrik-pabrik senjata, amunisi, dan laboratorium kimia itu dilebur dalam satu wadah besar bernama Artilerie Inrichtingen (AI) yang berarti “perusahaan artileri” atau secara mudahnya, pusat industri senjata kolonial.

Saat itu, AI merupakan leburan dari berbagai unit persenjataan. AI terdiri dari gabungan ACW, Proyektiel Fabriek (PF) di Surabaya, dan laboratorium Kimia dari Semarang, serta Institut Pendidikan Pemeliharaan dan Perbaikan Senjata dari Jatinegara. Semuanya direlokasi ke Bandung dengan nama baru, Geweemarkerschool.

Langkah itu membuat Bandung menjelma menjadi kota militer baru. Di kawasan timur kota, sekitar Kiaracondong dan Tegallega, berdiri kompleks industri yang dipenuhi mesin bubut, tungku logam, dan ruang uji peluru. Suara logam beradu terdengar hampir setiap hari. Inilah awal mula Bandung dikenal sebagai pusat industri pertahanan di Nusantara.

Baca Juga: Jejak Sejarah Rentetan Ledakan Gudang Senjata Bojongkoneng Bandung

Pemindahan itu terbukti keputusan strategis. Selama Perang Dunia I dan masa-masa sesudahnya, Bandung aman dari serangan langsung. Sementara Surabaya, yang menjadi pelabuhan utama, kerap dijaga ketat. Dalam catatan sejarah, Bandung bahkan sempat disebut-sebut sebagai “benteng alami Hindia Belanda” karena posisinya yang terlindung oleh gunung-gunung di sekelilingnya.

Pada tahun 1930-an, fasilitas di Bandung semakin berkembang. Selain bengkel utama, ada sekolah perawatan senjata dan pabrik peluru kecil yang didirikan di sekitarnya. Industri militer Hindia Belanda mencapai masa keemasannya, hingga badai besar datang dari arah utara.

Foto dalam rangka peringatan 75 tahun pabrik Artillerie Constructie Winkel (ACW) di Bandung. (Sumber: Tropenmuseum)
Foto dalam rangka peringatan 75 tahun pabrik Artillerie Constructie Winkel (ACW) di Bandung. (Sumber: Tropenmuseum)

Dari Pendudukan Jepang ke Pabrik Senjata Kiaracondong

Ketika pasukan Jepang mendarat di Hindia Belanda pada awal 1942, Bandung tidak luput dari pendudukan. Semua fasilitas militer diambil alih. Jepang mengganti nama dan sistem administrasinya, tetapi tetap memanfaatkan pabrik senjata di Bandung untuk memasok kebutuhan perang mereka di Asia Tenggara. Mesin-mesin yang dulu dijalankan oleh teknisi Belanda kini dikelola oleh tenaga pribumi di bawah pengawasan tentara Jepang.

Tapi, masa pendudukan itu hanya berlangsung tiga tahun. Setelah Jepang menyerah pada Agustus 1945, suasana menjadi kacau. Di Bandung, para pemuda pejuang segera bergerak merebut fasilitas vital, termasuk pabrik senjata. Tanggal 9 Oktober 1945 menjadi momen bersejarah: para laskar berhasil menguasai kompleks pabrik senjata di Kiaracondong.

Fasilitas itu lalu diberi nama Pabrik Senjata Kiaracondong, dan menjadi salah satu simbol awal kemandirian industri militer Indonesia. Kendati demikian, perjuangan belum selesai. Pasukan Sekutu dan Belanda datang kembali, dan Bandung pun bergolak dalam peristiwa Bandung Lautan Api pada 1946.

Banyak fasilitas industri dibakar agar tidak jatuh ke tangan musuh. Namun sebagian besar peralatan pabrik senjata berhasil diselamatkan. Setelah kemerdekaan Indonesia diakui secara resmi lewat Konferensi Meja Bundar 1949, seluruh aset industri militer peninggalan Belanda diserahkan kepada Republik Indonesia.

Baca Juga: Jejak Dukun Cabul dan Jimat Palsu di Bandung, Bikin Resah Sejak Zaman Kolonial

Dari Pabal AD ke PT Pindad (Persero)

Pemerintah Indonesia kemudian menata ulang industri pertahanannya. Fasilitas di Bandung diberi nama baru: Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM). Pengelolaannya berada di bawah TNI Angkatan Darat, yang memang membutuhkan senjata dalam jumlah besar untuk menjaga kedaulatan negara baru.

Walau berhadapan dengan keterbatasan dana dan tenaga ahli, para teknisi Indonesia pantang menyerah. Mereka berhasil memproduksi laras senjata kaliber 9 mm dan 7,7 mm, sebuah prestasi besar untuk ukuran Indonesia pasca-kemerdekaan. Dari sinilah muncul kepercayaan diri bahwa bangsa ini bisa mandiri di bidang teknologi militer.

Pada 1958, PSM berubah menjadi Pabal AD (Pabrik Alat Peralatan Angkatan Darat). Di masa ini, Indonesia mulai mengembangkan industri pertahanannya sendiri. Banyak pemuda dikirim ke luar negeri untuk belajar tentang balistik, logam, dan desain senjata. Tahun 1962, Pabal AD kemudian berganti nama menjadi Perindustrian Angkatan Darat, atau disingkat Pindad.

Kelak nama ini menjadi simbol baru dari semangat nasionalisme industri. Pindad tidak lagi sekadar memperbaiki senjata lama, tetapi juga menciptakan produk sendiri. Beberapa senjata hasil produksinya bahkan ditetapkan sebagai standar TNI-AD.

Ketika pemerintah melakukan reorganisasi besar di tahun 1970-an, Pindad sempat berganti nama menjadi Kopindad (Komando Perindustrian Angkatan Darat). Perubahan ini menandai modernisasi sistem produksi militer nasional. Namun pengalaman pahit dalam Operasi Seroja (1975) di Timor Timur membuat Pindad melakukan evaluasi besar-besaran. Banyak senjata ditarik, dimodifikasi, dan diperbaiki. Dari situ, kemampuan riset dan pengembangan senjata dalam negeri semakin matang.

Penandatanganan serah terima Pindad dari Kasad Jenderal Rudini kepada B.J. Habibie tanggal 29 April 1983. (Sumber: Pindad)
Penandatanganan serah terima Pindad dari Kasad Jenderal Rudini kepada B.J. Habibie tanggal 29 April 1983. (Sumber: Pindad)

Pada awal 1980-an, di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie, pemerintah memutuskan untuk menjadikan Pindad sebagai perusahaan perseroan terbatas agar lebih fleksibel dan profesional. Melalui Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1981, dan diresmikan pada 29 April 1983, Pindad resmi menjadi PT Pindad (Persero). Habibie sendiri menjadi direktur utamanya yang pertama.

Baca Juga: Sejarah Bandara Husein Sastranegara Bandung, Berawal dari Tanah Becek di Cipagalo

Transformasi ini menandai perubahan besar: dari lembaga militer menjadi perusahaan industri nasional yang mengemban dua misi, yakni menyediakan alat pertahanan bagi negara, dan menghasilkan produk komersial yang kompetitif.

Kini, setelah lebih dari dua abad sejak bengkel pertama Daendels berdiri di Surabaya, Pindad menjadi raksasa industri pertahanan Indonesia. Dari kota Bandung yang dulu dipilih karena aman dari perang dunia, lahirlah perusahaan yang kini berdiri di garda depan pertahanan nasional.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Jelajah 15 Okt 2025, 21:15 WIB

Sejarah Pindad, Pindah ke Bandung Gegara Perang Dunia

Jejak sejarah PT Pindad dimulai dari bengkel senjata era Daendels di Surabaya hingga menjadi perusahaan pertahanan terbesar Indonesia yang bermarkas di Bandung.
Para buruh sedang bekerja di Artillerie Constructie Winkel (ACW), cikal bakal PT Pindad di Bandung. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 20:12 WIB

5 PR Literasi Religi Kita

Di sinilah letak masalah literasi religi, kita masih punya banyak PR yang belum selesai.
Di sinilah letak masalah literasi religi, kita masih punya banyak PR yang belum selesai. (Sumber: Pexels/Janko Ferlic)
Ayo Biz 15 Okt 2025, 19:25 WIB

Regenerasi Rasa Lokal yang Menghidupkan Bisnis Kuliner Bandung

Dari nasi kuning hingga urap segar, sajian warisan nenek moyang kini tampil sebagai menu utama di berbagai resto dan kafe, bukan sekadar pelengkap.
Dari nasi kuning hingga urap segar, sajian warisan nenek moyang kini tampil sebagai menu utama di berbagai resto dan kafe, bukan sekadar pelengkap. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 18:22 WIB

Disiplin, Penuntun Kesadaran

Disiplin bukan soal patuh pada aturan, tapi perjalanan panjang menuntun diri menuju kesadaran.
Ilustrasi siswa sekolah di Jawa Barat. (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 17:11 WIB

Event Rakyat dan Tren Konten Horor: Memulangkan Martabat Abangan sebagai Agama Rakyat

Kita sendiri adalah anak kandung dari abangan yang perlahan dipatuhkan lewat pembinaan agama yang sangat masif.
Setelah ’65 abangan dituding ateis, antek komunis, dan dibasmi habis. Namun begitu agama rakyat ini tidak pernah benar-benar hilang. (Sumber: Pexels/afiful huda)
Ayo Biz 15 Okt 2025, 17:07 WIB

Keju Meleleh Masih Jadi Primadona: Tren Kuliner Kekinian yang Menggairahkan Bisnis Resto di Bandung

Mozzarella bukan sekadar bahan pelengkap, tapi telah menjelma menjadi ikon kuliner kekinian yang terus menggairahkan pasar makanan di Bandung.
Mozzarella bukan sekadar bahan pelengkap, tapi telah menjelma menjadi ikon kuliner kekinian yang terus menggairahkan pasar makanan di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 15:39 WIB

Pemotongan Dana Transfer Daerah dan Efisiensi Fiskal Jawa Barat

Krisis fiskal Jawa Barat menjadi momentum reformasi anggaran.
Krisis fiskal Jawa Barat menjadi momentum reformasi anggaran. (Sumber: Unsplash/ Mufid Majnun)
Ayo Biz 15 Okt 2025, 15:31 WIB

Membaca Gen Z di Bandung: Generasi Kreatif yang Rentan Terputus dari Realitas

Generasi Z tumbuh dalam era digital yang serba cepat, di mana teknologi bukan sekadar alat bantu, melainkan bagian dari identitas dan cara hidup.
Generasi Z tumbuh dalam era digital yang serba cepat, di mana teknologi bukan sekadar alat bantu, melainkan bagian dari identitas dan cara hidup. (Foto: Freepik)
Ayo Jelajah 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Jejak Kerajaan Sumedang Larang, Pewaris Pajajaran yang Lahir di Kaki Gunung Tampomas

Bermula dari pelarian keturunan Galuh, Sumedang Larang bangkit di bawah cahaya Prabu Tajimalela dan menjadi penerus sah kerajaan Sunda terakhir.
Potret Gunung Tampomas di Sumedang tahun 1890-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 12:35 WIB

Critical Thinking sebagai Fondasi Epistemologis Pembelajaran Andragogi

Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan.
Membangun kesadaran kritis dan transformasi diri melalui critical thinking dan transformative learning sebagai fondasi perubahan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 09:51 WIB

Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat, antara Kekerasan Finansial atau Realitas Sosial

Konten 10 Ribu di tangan Istri yang tepat banyak menuai kontra dari sebagian besar pengguna media sosial.
Polemik Tren 10 Ribu di Tangan Istri yang Tepat (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 15 Okt 2025, 07:09 WIB

Pasar Seni ITB dan Gerak Ekonomi Bandung

Pasar Seni ITB menyimpan potensi ekonomi yang besar bagi ekosistem kreatif kota.
Konferensi Pers Pasar Seni ITB 2025 di International Relation Office (IRO) ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa 7 Oktober 2025. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 20:07 WIB

Tragedi Ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny, Cermin Tanggung Jawab Kita Semua

Duka mendalam atas tragedi ambruknya Gedung Ponpes Al Khoziny memberikan kita banyak pelajaran.
Data sementara menunjukkan, 67 orang tewas dalam ambruknya gedung Ponpes Ponpes Al Khoziny. (Sumber: BNPB | Foto: Danung Arifin)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 18:02 WIB

Budaya, Agama, dan Sepak Bola Arab Saudi

Terlepas pada beredar  pro kontranya, namun kalau melihat pada perkembangan sepak bola Arab Saudi begitu pesat. 
King Saud University Stadium di Riyadh, Arab Saudi. (Sumber: Wikimedia Commons/Alina.chiorean)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:30 WIB

Modernisme Linguistik

Elemen bahasa adalah zat sederhana yang berisi pengidentifikasian bahasa yang dibagi menjadi dua bagain yaitu elemen bentuk dan elemen makna.
Ilustrasi seorang pria membaca buku. (Sumber: Pexels/Daniel Lee)
Ayo Biz 14 Okt 2025, 17:20 WIB

Naik Gunung Demi Gengsi: FOMO Generasi Muda yang Menghidupkan Industri Outdoor

Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas, bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial.
Gunung bukan lagi sekadar tempat pelarian dari rutinitas. Bagi generasi milenial dan Gen Z, mendaki telah menjelma menjadi simbol gaya hidup, pencarian jati diri, dan eksistensi sosial. (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 17:02 WIB

Pesantren, Wajah Islam Damai

Inilah pesantren wajah damai Islam yang menjadi cita-cita bersama dalam membangun kehidupan bangsa dan negara yang adil, sejahtera dan beradab ini.
Lomba cerdas cermat, pidato, mewarnai, kaligrafi dan fashion show, dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2024 yang mengambil tema Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 16:11 WIB

Sebuah Refleksi Kritis tentang 'Penyebaran Agama' dan Kebebasan Beragama

Pertemuan agama dunia dan lokal selalu perlu dibicarakan ulang, antara hak untuk percaya dan hak untuk dibiarkan dengan keyakinannya.
Kebebasan beragama sejati berarti memiliki kedua hak itu sekaligus, hak untuk berubah, dan hak untuk tidak diubah. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Biz 14 Okt 2025, 15:56 WIB

Ruang Tunggu yang Tak Lagi Menunggu: Gerakan Warga Menghidupkan Halte Bandung

Komunitas ini percaya bahwa halte bukan sekadar tempat menunggu bus, melainkan simpul penting dalam sistem mobilitas kota.
Komunitas Rindu Menanti percaya bahwa halte bukan sekadar tempat menunggu bus, melainkan simpul penting dalam sistem mobilitas kota. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 14 Okt 2025, 15:00 WIB

Budaya Mistis yang Menghambat Pemulihan Kasus Skizofernia

Budaya mistis masih mendahulukan pengobatan mental dengan datang ke dukun ketimbang langsung datang ke ahli kesehatan.
Jika merujuk dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, diperkirakan sekitar 450 ribu masyarakat Indonesia merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat. (Sumber: Pexels/Kodi Baines)