AYOBANDUNG.ID - Bojongkoneng bukan hanya nama kampung. Ia adalah legenda, tempat gudang senjata bisa meledak lebih sering daripada dapur mertua yang gosong. Entah kenapa, kawasan ini selalu punya cerita dentuman. Keras. Menggetarkan. Mematikan.
Tak heran orang dulu sampai-sampai menyebut ledakan ini sebagai ābeledug Bojongkonengā. Beledug berarti ledakan. Tentu, bukan sembarang ledakan. Yang ini bikin kaca jendela bergetar, tanah bergoyang, dan warga Bandung menengadah ke langit dengan dada berdebar. Bila dihitung dari dekade 1950-an, gudang amunisi di sini seperti punya kutukan: meledak, diam beberapa tahun, lalu meledak lagi.
Salah satu ledakan awal yang terdokumentasi di gudang senjata Bojongkoneng dilaporkan koran Belanda, Het Parool, dalam edisi 9 Desember 1957. Koran itu melaporkan gudang amunisi terbesar milik TNI AD meledak di dekat Bandung malam sebelumnya. Bandung berguncang selama tiga jam, tulis mereka, dan keadaan darurat segera diumumkan.
"Dekat Bandung, gudang amunisi terbesar milik tentara Indonesia meledak tadi malam. Bandung terguncang selama tiga jam akibat ledakan dahsyat,ā tulis laporan Het Parool.
Ledakan begitu besar hingga kilatan cahayanya menerangi langit malam seperti siang hari. Menurut kantor berita Indonesia saat itu, ada kemungkinan ini ulah sabotase. "Diduga ini adalah sabotase, tapi belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang.ā Dalam gudang itu, dua puluh tentara tengah berjaga. Nasib mereka tidak disebutkan lebih lanjut.
Baca Juga: Jejak Dukun Cabul dan Jimat Palsu di Bandung, Bikin Resah Sejak Zaman Kolonial
Delapan tahun berselang, Bojongkoneng kembali geger. Pada akhir Maret 1965, surat kabar Friese Koerier menurunkan berita soal ledakan yang menewaskan enam orang dan melukai dua puluh lainnya. Mengutip keterangan militer Indonesia, mereka menulis ledakan terjadi lantaran kesalahan teknis saat memindahkan amunisi
āKebakaran diduga muncul saat amunisi dipindahkan dari satu bangunan ke bangunan lain.ā
Kepala Penerangan Militer Indonesia waktu itu buru-buru menjelaskan bahwa tidak ada unsur sabotase. Tapi ledakan tetaplah ledakan. Warga Bandung tahu betul bahwa jika Bojongkoneng bergemuruh, kaca jendela bisa retak dan anak-anak langsung berhenti main kelereng.
Pada 13 Maret 1985, ledakan kembali terjadi. Peristiwa ini tercatat dalam majalah Tempo, dan disebut oleh warga sebgai beledug Bojongkoneng. Ledakan terjadi sekitar pukul sembilan pagi, ketika sebuah truk amunisi yang sudah lama diparkir mulai dibongkar di gudang nomor 27, Dopuspal V Bojongkoneng, Bandung. Depo ini berada di bawah Pusat Peralatan Angkatan Darat (Puspalad).
"Begitu selesai membongkar muatan truk pertama dan hendak melanjutkan ke truk kedua, gudang itu meledak," catat Tempo.
Dari 44 gudang tua di perbukitan kecil itu, 32 di antaranya dibangun sejak zaman Belanda. Semua dibikin rapat, dinding tebal, dan beratap beton, menyesuaikan kontur bukit yang melingkar seperti tapal kuda. Tapi tampaknya beton dan kawat berduri tak mampu mencegah dentuman maut.
Tempo mencatat, ada 18 korban jiwa. Dua belas di antaranya anggota militer, sisanya karyawan sipil. Walau menimbulkan banyak korban jiwa, warga di kawasan Ciburial bahkan bilang ledakan ini belum seberapa dibanding ledakan-ledakan sebelumnya.
"Kalau dibandingkan dengan yang dulu-dulu, yang ini mah belum seberapa."
Baca Juga: Ledakan Garut Tambah Panjang Kecelakaan Eksplosi Senjata dalam 2 Dekade
Saking seringnya meledak, Bojongkoneng seolah dilahirkan untuk dentuman. Sebagian besar ledakan memang bersumber dari kelalaian teknis. Tapi warga sekitar sudah cukup hafal: kalau suara seperti meriam terdengar dari arah timur laut, berarti gudang TNI sedang sial lagi.
Bojongkoneng, dari masa ke masa, seolah tak bisa lepas dari sejarah meledak. Kadang karena salah urus, kadang karena nasib buruk, kadang mungkin karena takdir tempat itu memang sudah digariskan untuk bergelegar. Di atas kertas, gudang senjata semestinya aman. Tapi sejarah Bojongkoneng menunjukkan sebaliknya.