Kota Bandung telah mencapai status elit di mana kemacetan bukan lagi hambatan, melainkan keunggulan. Wisatawan tidak hanya datang untuk kuliner dan berwisata, tetapi juga untuk merasakan sensasi unik parking lot massal di setiap ruas jalan utama. Google Maps mungkin menawarkan rute tercepat, tetapi kita tahu bahwa dibandung untuk menempuh jarak 10km dibutuhkan waktu setidaknya 30 menit. Ironisnya, satu-satunya yang bergerak cepat di kota ini adalah waktu pengeluaran kita, sementara kendaraan kita hanya bergerak dalam satuan centimeter per menit.
berdasarkan data TomTom Traffic Index 2024, menempati peringkat ke-12 di dunia. Waktu tempuh rata-rata untuk 10km di bandung adalah 32 menit, dengan tingkat kemacetan di angka 48%, dan rata-rata orang di Bandung menghabiskan waktu 108 jam berada di kemacetan kota Bandung.
Jika pemerintah benar-benar ingin mengurangi kemacetan, langkah logisnya adalah menyediakan transportasi publik yang nyaman, terintegrasi, dan tepat waktu. Namun, yang kita miliki di Bandung saat ini adalah ekosistem transportasi publik yang memaksa warga untuk menggunakan kendaraan pribadi. Banyak rute Angkot yang tumpang tindih atau tidak efisien sehingga masyarakat enggan untuk menggunakan angkot yang ada di kota Bandung.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan persentase orang yang menggunakan sepeda motor berada di angka 73% dan yang menggunakan mobil di angka 16%, sedangkan masyarakat yang menggunakan transportasi umum hanya ada di angka 9% yang berarti sangat sedikit masyarakat yang mau menggunakan transportasi umum.
Karena masalah kualitas dan integrasi, bukan alasan budaya yang menyebabkan masyarakat kurang tertarik pada transportasi umum. Transportasi publik yang ada, seperti angkot dan Metro Jabar Trans, seringkali tidak terhubung secara fisik atau tarif. Faktor-faktor utama yang menghalangi orang untuk beralih dari kenyamanan kendaraan pribadi adalah ketidaknyamanan, ketidakpastian jadwal, dan jangkauan rute yang tidak ideal. Hal ini yang menjadikan orang-orang lebih nyaman menggunakan kendaraan pribadi mereka dan terjebak macet dari pada merasa tidak nyaman di Transportasi umum.
Sebagai Wali Kota Bandung Muhammad Farhan seharusnya memikirkan cara bagaimana agar Kota Bandung bisa bebas dari macet, karena waktu bagi masyarakat sangat berharga, banyak waktu mereka tersita hanya karena bermacet-macetan dijalan, ada yang pulang jam 5 sore sampai jam 8 malam jadi hanya sedikit memiliki waktu untuk istirahat.
Selain itu kemacetan juga dapat menimbulkan polusi udara yang berbahaya untuk kesehatan masyarakatnya, karena kendaraan mengeluarkan karbon monoksida dan saat macet ada banyak sekali kendaraan, sehingga polusi juga akan bisa menjadi krisis di Kota Bandung jika kemacetan tidak ditangani dengan secepatnya.
Saya sebagai penduduk di Bandung sudah merasakan naik angkot di Buah Batu merasakan tidak nyaman saat naik angkot, selain panas kendaraan ini seringkali berhenti untuk mencari penumpang, dan saat jalan pun kecepatannya sangat pelan sehingga akan lama untuk sampai tujuan kita.
Selain angkutan umum Pemerintah Kota juga dapat memperlebar jalan sebagai salah satu upaya pencegahan penumpukan kendaraan, selain itu memberantas parkir liar juga akan sangat efektif, karena adanya parkir liar banyak sekali kendaraan yang parkir mepet ke jalan raya sehingga mempersempit jalan untuk dilalui oleh kendaraan.
Jika hal tersebut dilakukan mungkin kota Bandung akan sedikit berkurang kemacetannya, namun hal itu perlu komitmen yang sangat serius dan juga bantuan dari masyarakatnya agar sadar untuk mencoba transportasi umum. (*)
