Kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia tergolong ke dalam kategori rendah dengan menempati peringkat ke-69 dari 80 negara. Data ini diambil dari hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022 yang dilakukan untuk mengukur kemampuan matematika, sains, dan literasi siswa secara global. Indonesia mencapai skor 1.108, dengan rincian skor matematika 366, skor sains 383 dan skor membaca 359. Jika dibandingkan dengan Singapura, negara tetangga, yang memperoleh skor 1.679, dengan rincian skor matematika 575, skor sains 561, dan skor membaca 543, maka perolehan skor Indonesia masih sangat jauh.
Rendahnya perolehan skor literasi dan numerasi ini berdampak pada keterampilan siswa untuk mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu menjadi permasalahan mengingat pentingnya kemampuan literasi dan numerasi yang dibutuhkan oleh siswa sebagai generasi penerus bangsa.
Salah satu langkah nyata untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi telah terbukti lewat program PINTAR yang dibentuk oleh Tanoto Foundation dengan pelatihan guru terstruktur yang dilakukan selama tiga tahun. Pelatihan guru terstruktur tersebut memberikan dampak pada performa siswa dalam kemampuan membaca meningkat sebesar 9.6%, menulis meningkat sebesar 5.3%, matematika meningkat sebesar 7.5% dan sains meningkat sebesar 5.4%. Melihat kenyataan tersebut sebagai salah satu kesuksesan yang telah berhasil dilakukan, maka Indonesia dapat memperbaiki kualitas literasi dan numerasi siswa di Indonesia dengan lebih meningkatkan kualitas tenaga pendidik untuk menginovasikan proses pembelajaran khususnya di bidang membaca menulis serta berhitung dengan logika matematika.
Esensi Literasi dan Numerasi
Publikasi OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) untuk PISA 2022, menyatakan bahwa literasi membaca memiliki definisi memahami, memanfaatkan, merenungkan, mempertimbangkan, dan terlibat dengan materi tertulis untuk mencapai tujuan, menumbuhkan pemahaman dan kemampuan, dan secara aktif terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan.
Sedangkan literasi matematika atau numerasi adalah kemampuan individu untuk terlibat dalam penalaran matematis, menerapkan konsep, teknik, dan alat matematika untuk mengatasi tantangan dalam beragam situasi kehidupan nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa literasi dan numerasi merupakan dua kemampuan penting yang diperlukan seseorang untuk membantu memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan literasi dan numerasi dianggap penting karena keduanya digunakan untuk menghadapi persoalan yang akan dihadapi seiring berjalannya waktu. Dua kemampuan ini merupakan bekal dan fondasi bagi seseorang agar dapat beradaptasi berposes ke aspek kehidupan yang lebih kompleks. Selain itu, kemampuan literasi dan numerasi memungkinkan seseorang untuk membuat keputusan yang tepat berdasarkan informasi dan data yang telah diolah dan dikelola dengan baik.

Sistem pendidikan berperan besar dalam melatih serta membiasakan siswa untuk gemar membaca, menulis, dan berpikir logis. Kualitas siswa tercermin dari bagaimana kualitas sistem pendidikan yang diterapkan di negaranya. Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan ini diikuti dengan kurikulum yang berubah mengikuti perubahan zaman. Setiap kurikulum yang dibentuk tentunya memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia agar semakin baik setiap harinya. Seperti di saat ini, Indonesia sedang dalam era Kurikulum Merdeka yang telah ditetapkan sejak tahun 2021. Namun, apakah pergantian kurikulum sudah menjadi solusi yang efektif untuk peningkatan kemampuan literasi dan numerasi di Indonesia?
Melalui data, Amelia (2024) menganalisis rendahnya peringkat literasi dan numerasi disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti kurang optimalnya kualitas kurikulum di Indonesia, kesenjangan pendidikan di berbagai daerah dan kurang terlatihnya tenaga kependidikan. Oleh karena itu, negara Indonesia sebaiknya mencoba dan menerapkan metode pendidikan di beberapa negara untuk meningkatkan kualitas literasi dan numerasi siswa. Metode pendidikan yang paling cocok adalah dengan mengaplikasikan metode pendidikan Finlandia yang fleksibel dan berpusat pada siswa.
Belajar dari Finlandia
Pada tahun 2000 sampai 2009, Finlandia menduduki peringkat pertama dalam literasi membaca berdasarkan hasil tes PISA. Hasil ini kemudian menjadi perhatian dunia dan sistem pendidikan Finlandia dinilai sebagai sistem pendidikan terbaik di dunia. Finlandia menerapkan prinsip bahwa semua siswa memiliki hak yang sama untuk mendapat pendidikan yang layak, tanpa memandang perbedaan yang dimiliki setiap siswa. Kesetaraan ini didukung oleh upaya pemerintah yang turut serta memberikan dukungan terhadap sekolah dan siswa lewat fasilitas yang memadai. Selain itu, sistem pendidikan di Finlandia juga membebaskan tugas sekolah (PR) dan ujian dengan tujuan agar para siswa dapat lebih mengeksplorasi diri mereka di luar jam sekolah. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Finlandia memang memfokuskan pada peningkatan kualitas siswanya.
Lantas apa perbedaan sistem pendidikan Indonesia dengan Finlandia? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Afif, Mislaini, dan Zainiansyah (2025), terhadap analisis inovasi pendidikan di Finlandia, beberapa aspek yang membedakannya dapat dilihat antara lain dari prinsip sistem pendidikan, manajemen sumber daya manusia, dan kurikulum. Pertama, prinsip sistem pendidikan. Di Indonesia, pendidik mengarahkan siswa untuk berorientasi pada demokrasi dan keadilan dengan kompetisi untuk mendorong sikap kompetitif antar siswa.
Di Finlandia, pendidik mengajak siswa untuk meningkatkan rasa kerja sama dan tanggung jawab terhadap satu dengan yang lain. Kedua, manajemen sumber daya manusia. Tenaga pendidik di Indonesia, khususnya guru, hanya memiliki persyaratan minimal bergelar sarjana terapan (D4). Sedangkan di Finlandia, profesi guru saja memiliki persyaratan minimal bergelar master (S2). Ketiga, kurikulum. Sistem tinggal kelas dan peringkat masih diterapkan di Indonesia, membuat suasana aspek kompetitif semakin terasa. Jam belajar juga mencapai 40 jam per minggu dengan tugas yang banyak. Finlandia tidak memakai sistem tinggal kelas dan peringkat karena mereka memiliki sistem kesetaraan. Jam belajar di Finlandia juga hanya mencapai 30 jam per minggu dan tidak adanya beban tambahan berupa tugas yang banyak.
Baca Juga: Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara
Apa Inovasi yang dapat Indonesia terapkan?
Sistem pendidikan di Finlandia dapat dijadikan sebagai sebuah contoh untuk diterapkan di Indonesia. Beberapa inovasi yang dapat dicoba untuk diadaptasi: Pertama, peningkatan kualitas dan hak tenaga kependidikan. Guru tidak hanya sebagai orang yang mengajarkan materi kepada siswa, tetapi juga sebagai perancang pembelajaran yang menarik untuk mendukung kemampuan literasi dan numerasi siwa. Kerja keras guru juga sebaiknya diikuti dengan penghargaan kepada mereka dengan memberikan gaji yang layak. Kedua, adanya metode pembelajaran yang fleksibel.
Fleksibilitas yang diterapkan di Finlandia membuat berkurangnya beban dan stres pada siswa sehingga setiap siswa dapat menikmati setiap proses pembelajaran dengan baik. Kondisi psikologis yang lebih stabil ini terbukti mendukung kemampuan literasi dan numerasi karena siswa dapat memproses informasi tanpa tekanan berlebihan dan mampu mengembangkan rasa ingin tahu yang berkelanjutan. Ketiga, penekanan terhadap pemahaman konsep, bukan sekedar hafalan. Siswa sebaiknya diberikan ruang agar dapat memahami konsep materi dari dasar agar dapat memperbaiki kemampuan literasi, yang membutuhkan pemahaman, penalaran, dan refleksi, serta numerasi, yang menuntut penerapan konsep dan penalaran matematis dalam berbagai konteks kehidupan nyata.
Proses adaptasi pendidikan Indonesia tidak dapat terjadi dan berhasil tanpa kerja sama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga/instansi sekolah, siswa dan orang tua siswa. Untuk memulai proses adaptasi ini diperlukan tahap sosialisasi terhadap seluruh pihak agar semua pihak yang terlibat memiliki pemahaman yang sama sehingga tidak ada miskonsepsi. Kerja sama yang baik akan memberikan dampak bagi para siswa dalam mereka belajar beradaptasi dengan metode pendidikan yang baru. Tanpa mengurangi rasa semangat siswa, kiranya proses adaptasi ini dapat terus diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Dengan pemahaman serta pendalaman konsep literasi dan numerasi melalui adaptasi metode pendidikan, siswa tidak hanya akan menganggap literasi sebagai sekedar kemampuan membaca serta menulis, tetapi juga kemampuan seseorang untuk memahami dan menguasai bahasa tertulis untuk memahami serta mengelola informasi dengan baik. Para siswa juga akan mampu memahami kemampuan numerasi sebagai kemampuan berpikir logis menggunakan konsep serta logika matematika untuk memecahkan masalah.
Melalui cerminan metode pendidikan Finlandia yang sukses menciptakan kualitas literasi dan numerasi yang terbaik, Indonesia juga diharapkan dapat semakin maju seiring berjalannya waktu. Adaptasi metode pendidikan ini tentu perlu dilakukan bertahap dengan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi siswa di Indonesia. Jika hal ini diperkuat dengan pembiasaan bernalar, evaluasi yang mendukung proses, dan pemerataan fasilitas, maka kemampuan literasi dan numerasi siswa dapat meningkat secara berkelanjutan. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya mengejar ketertinggalan skor, tetapi juga membangun budaya belajar yang kokoh untuk menghadapi tantangan masa depan. (*)
