Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara

Najla Maharani
Ditulis oleh Najla Maharani diterbitkan Senin 15 Des 2025, 12:06 WIB
Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)

Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)

Hukum di Indonesia saat ini menegakkan keadilan yang sesuai dengan pedoman pancasila, salah satu hukum yang diatur dalam upaya menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan untuk melindungi hak saksi, dan juga korban adalah Restorative Justice atau dikenal juga dengan hukum restitusi. Restorative Justice adalah sebuah hukum yang mengatur ganti rugi atas kerugian pada seorang korban dari sebuah kasus.

Hukum restitusi sudah ada di Indonesia sejak lahirnya Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya diperjelas lagi dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang tata cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana. Restitusi yang diajukan oleh korban bisa berbentuk materil maupun non-materil, ganti rugi yang diajukan juga memiliki potensi untuk tidak dikabulkan oleh. Dalam beberapa kasus hal tersebut menjadi salah satu pemicu kontroversi dan protes di kalangan masyarakat.

Menurut jurnal yang ditulis oleh R. Rahaditya et al, alasan ditegakkannya hukum restitusi adalah untuk menerapkan pemulihan dibanding pembalasan dan disamping itu juga bertujuan untuk mengurangi massa di lembaga pemasyarakatan (over capacity). Restitusi atau restorative justice menawarkan prinsip yang sejalan dengan sila keempat dan kelima pancasila yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” dan juga “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Bersama dengan itu restitusi juga menggunakan strategi yang berfokus pada pertanggungjawaban dari pelaku, berkurangnya kejahatan dan efisiensi biaya yang keluar dari kantong pemerintah. Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Norbertus dan Susana yang mengutip ucapan Abdullah maka ada syarat untuk mengajukan restitusi yaitu sebagai berikut ; pertama, jika pelaku yang menyebabkan kerugian bagi korban adalah pelaku yang baru pertama kali terjerat kasus pidana. Dan yang kedua, pidana dianggap kejahatan ringan dengan ketentuan denda minimal 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah) dan maksimal 2,500.000,00 (dua juta lima ratus) atau hukuman kurungan minimal 3 (tiga) bulan atau penjara maksimal 5 (lima) tahun, dengan catatan kejahatan yang dilakukan bukanlah kejahatan seksual.

Pada penegakannya hukum restitusi membebani ganti rugi kepada pihak ketiga atau pelaku, sehingga segala kerugian yang harus dipulihkan adalah tanggung jawab dari pelaku yang melakukan tindak pidana. Sedangkan ada perbedaan antara hal tersebut dengan kerugian yang dialami oleh korban dan kewajiban pemulihan kerugian tersebut dibebankan pada negara atau lembaga yang berwenang.

Menurut seorang penegak hukum negara harus menggantikan kerugian yang dialami masyarakat dengan restorative justice karena saat masyarakat mengalami kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku maka negara dianggap gagal dalam melindungi rakyatnya. Pada kasus tersebut kerugian korban baik secara materiil maupun imateriil seperti pengembalian hak, martabat, serta kedudukan karena kesalahan penangkapan atau penahanan wajib dipulihkan kembali oleh negara jika diajukan melalui sidang praperadilan, maka hal ini disebut rehabilitasi.

Baca Juga: Babakan Siliwangi Perlu Cahaya: Jalur Populer, Penerangan Minim

Ambiguitas Pengaturan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban

Dalam Undang - Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 13 tahun 2006 yang diubah oleh Undang - Undang Nomor 31 tahun 2014 telah dijelaskan bahwasanya saksi, saksi pelaku, korban, ahli, pelapor, termasuk orang yang bisa memberikan kesaksian tentang tindak pelanggaran akan dilindungi secara hukum, dan diberikan hak restitusi. Berdasarkan pernyataan pada jurnal yang ditulis oleh Rif’an Baihaqy faktanya masih banyak masyarakat Indonesia yang memaknai sempit restorative justice sebagai penghentian pidana sehingga menimbulkan rasa resah akan tidak tercapainya keadilan bagi korban.

Berdasarkan pernyataan dari seorang penegak hukum, pemberian restitusi kepada korban tidak serta merta menghapuskan hukuman bagi pelaku, pelaku tetap akan dijatuhkan hukuman sesuai dengan putusan hakim setelah jalannya persidangan. Contohnya seperti pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001, pasal 4 menyatakan bahwasanya pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Begitupun dalam undang-undang yang mengatur hukum restitusi tidak menyebutkan klausul yang meyatakan bahwa pembayaran restitusi akan menghapuskan pidana pokok pada pelaku. Sehingga, dengan itu diharapkan akan terwujudnya keadilan bagi korban dan memberikan pidana yang adil bagi pelaku.   

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, restorative justice telah memenuhi sila keempat dalam pancasila yang berbunyi “kerakyatan yang dimpimpin oleh khidmat kebijaksanaan   dalam permusyawaratan perwakilan” sehingga proses pelaksanaan restitusi ini dimulai dari mediasi antara kedua pihak yaitu korban dan terdakwa untuk mencapai keuntungan bersama atau win-win solution, hal ini telah dijabarkan dalam jurnal yang ditulis oleh Rif’an Baihaqy.

Karena jika hanya berfokus untuk menjatuhkan pidana pada terdakwa maka kerugian yang dialami korban akan menjadi fokus kesekian sehingga belum tentu kerugian yang dialami bisa dipulihkan kembali, oleh karena itu restorative justice juga hadir bukan hanya sebagai upaya terakhir dalam menegakkan keadilan tapi juga menjadi upaya pertama untuk menegakkan keadilan dan mengembalikan hak dan martabat korban.

Namun, penegakan hukum restitusi di Indonesia memunculkan kritik dan kontroversi di kalangan masyarakat terutama dari para korban yang mengajukan permohonan restitusi ke pengadilan. Problem terkini yang mendasari kritik adalah kekurangjelasan dalam pengaturan hukum restitusi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh seorang jurnalis bernama Rofiq Hidayat walaupun restorative justice bisa diterapkan di setiap tahap peradilan bagian pidana, kekurangjelasan dari pengaturan undang undang tersebut akhirnya menimbulkan kritik dalam implementasi restitusi karena memicu keraguan bagi penegak hukum tentang apakah restitusi bisa diterapkan di seluruh tindak pidana termasuk yang tertulis di KUHP atau hanya tindak pidana tertentu yang tertulis di Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Maka dalam kasus ini muncul kritik atas pengaturan yang dianggap kurang merinci dan kurang jelas yang pada akhirnya berdampak pada diterimanya permohonan restitusi para korban tindak pidana.

Baca Juga: Kunci 'Strong Governance' Bandung

Isu Polemik yang Memunculkan Pro dan Kontra di Kalangan Masyarakat

Ada beberapa alasan penegakan restitusi mengalami pro dan kontra di kalangan warga sipil, akademisi, hingga penegak hukum, yang pertama telah dituliskan dalam jurnal R. Rahaditya yang menyebutkan bahwasanya restorative justice kurang efektif dalam memberikan efek jera sebab menurut penulis ada kemungkinan pelaku merasa leluasa dan bersifat sewenang-wenang  karena bisa menyelesaikan perkara dengan mudah lewat mediasi dan keputusan berdamai dalam proses berjalannya restorative justice atau menurut jurnal rahaditya ada pelaku yang merasa lebih baik hidup didalam penjara daripada diluar penjara.

Penyebab lain dari kontra penerapan restitusi dalam upaya penyelesaian perkara di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang restorative justice  sebab penegakannya di Indonesia tergolong masih baru dibandingkan dengan negara lain, sehingga masyarakat kurang familiar dengan istilah tersebut.

Alasan kedua munculnya kontra atau kritik karena kemungkinan tidak disetujuinya permohonan restitusi korban oleh pengadilan yaitu faktor penyebab kerugiannya. Jika kerugian yang dialami oleh korban disebabkan sepenuhnya karena tindakan dari pelaku maka pelaku atau negara harus memulihkan kerugian korban dalam bentuk materiil atau non-materiil.

Namun jika kerugian yang dialami oleh korban dipicu oleh tindakan dari korban tersebut maka permohonan restitusi yang diajukan oleh korban akan dipertimbangkan lagi oleh hakim apakah akan disetujui atau tidak, namun pada umumnya permohonan akan ditolak karena disebabkan oleh tindakan pemicu juga muncul dari tindakan korban. Menurut penegak hukum yang sama limitatifnya keputusan yang diambil oleh hakim ditarik sesuai dengan yang tertulis pada undang undang perlindungan saksi dan korban.

 Yang ketiga sekaligus terakhir adalah putusan hakim yang berbeda-beda dan terkesan kurang tegas saat memutuskan perkara disebutkan juga dalam jurnal R, Rahaditya yang mengutip contoh kasus penggunaan narkotika yang dialami oleh segelintir artis seperti; Reza Artamevia yang diduga menggunakan 0,78 gram sabu dan menjalani masa rehabilitasi selama bulan, Ridho Roma dengan kasus serupa menggunakan narkotika jenis lain  di rehabilitasi 10 bulan, Dwi Sasono  seorang public figure yang menggunakan 16 gram ganja dan di rehabilitasi selama 6 bulan, hingga kasus Jefri Nichol yang cukup ramai diperbincangkan mengonsumsi ganja dan berakhir di rehabilitasi dalam rentang waktu 7 bulan.

Sedangkan jika warga sipil yang terjerat kasus narkotika akan langsung dipenjarakan seperti ratusan PNS yang tertangkap menggunakan narkoba dan langsung dipenjarakan pada tahun 2016. berdasarkan fakta tersebut penulis menganggap tindakan hakim tidak memenuhi standar keadilan karena putusan yang terkesan kurang tegas tersebut.

Dengan begitu, walaupun banyak hal positif yang bisa ditarik dan dinikmati masyarakat dari berlakunya restorative justice di Indonesia, menurut penulis masih banyak hal yang perlu dibenahi dan diperjelas dalam penerapan hukum restitusi di Indonesia seperti penyusunan undang undang yang diperjelas, penjelasan soal restorative justice pada masyarakat dengan efektif, hingga memastikan bahwa setiap masyarakat Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama dan berkedudukan setara dimata hukum atau equality before the law  (semua orang sama dimata hukum),  yang bertujuan agar meningkatkan stabilitas hukum, meningkatkan kepastian hukum yang bisa didapatkan baik oleh korban maupun terdakwa, hingga meningkatkan kepercayaan khalayak ramai akan terciptanya keadilan bagi mereka yang membutuhkannya. Sehingga penerapan restitusi yang dijalankan di Indonesia akan lebih tertata dan semakin berjalan efektif sebagai upaya pertama untuk menegakkan hukum dan juga pemulihan bagi korban yang mengalami kerugian. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Najla Maharani
Mahasiswa S1 Universitas Katolik Parahyangan
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 19:25 WIB

Benang Kusut Kota Bandung: Penataan Kabel Tak Bisa Lagi Ditunda

Kabel semrawut di berbagai sudut Kota Bandung merusak estetika kota dan membahayakan warga.
Kabel-kabel yang menggantung tak beraturan di Jl. Katapang, Lengkong, Kota Bandung, pada Rabu (03/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Masayu K.)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 18:08 WIB

Menghangat di Hujan Bandung dengan Semangkuk Mie Telur Mandi dari Telur Dadar JUARA

“Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial.
 “Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:14 WIB

Mengukus Harapan Senja di Jatinangor

Ketika roti kukus di sore hari menjadi kawan sepulang kuliah.
Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:04 WIB

Selamat Datang di Kota Bandung! Jalan Kaki Bisa Lebih Cepat daripada Naik Kendaraan Pribadi

Bandung, yang pernah menjadi primadona wisata, kini menduduki peringkat sebagai kota termacet di Indonesia.
Deretan kendaraan terjebak dalam kemacetan pasca-hujan di Kota Bandung, (03/12/2025). (Foto: Zaidan Muafa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:52 WIB

Cerita Kuliner Nasi Tempong dan Jalanan Lengkong yang tak Pernah Sepi

Salah satu kisahnya datang dari Nasi Tempong Rama Shinta, yang dahulu merasakan jualan di gerobak hingga kini punya kedai yang selalu ramai pembeli.
Jalan Lengkong kecil selalu punya cara menyajikan malam dengan rasa di Kota Bandung, (05/11/2025). (Foto: Zaki Al Ghifari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:09 WIB

Lampu Lalu Lintas Bermasalah, Ancaman Kecelakaan yang Perlu Ditangani Cepat

Lampu lalu lintas di perempatan Batununggal dilaporkan menampilkan hijau dari dua arah sekaligus yang memicu kebingungan dan potensi kecelakaan.
Kondisi lalu lintas yang berantakan di perempatan Batununggal, Kota Bandung (4/12/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Amelia Ulya)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:56 WIB

Terjangkau namun Belum Efisien, Trans Metro Pasundan di Mata Mahasiswa

Mahasiswa di Bandung memilih bus kota sebagai transportasi utama, namun masih menghadapi kendala pada rute, jadwal, dan aplikasi.
Suasana di dalam bus Trans Metro Pasundan di sore hari pada hari Selasa (2/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dheana Husnaini)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:16 WIB

Bandung di Tengah Ledakan Turisme: Makin Cantik atau Cuma Viral?

Artikel ini menyoroti fenomena turisme Bandung yang makin viral namun sekaligus makin membebani kota dan lingkungannya.
Sekarang Bandung seperti berubah jadi studio konten raksasa. Hampir setiap minggu muncul cafe baru dan semuanya berlomba-lomba tampil seestetik mungkin agar viral di TikTok. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:36 WIB

Jalan Baru Literasi dan Numerasi di Indonesia: Berkaca pada Pendidikan Finlandia

Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia berdasarkan data PISA dan faktor penyebabnya.
Butuh kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak dalam rangka mewujudkan pendidikan terbaik bagi anak-anak negeri ini. (Sumber: Pexels/Agung Pandit Wiguna)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:28 WIB

Tahu Bakso di Pasar Sinpasa Summarecon Bandung: Lezatnya Paduan Tradisi dan Urban Vibes

Di sekitar Pasar Modern Sinpasa Summarecon Bandung, salah satu tenant mampu menarik perhatian siapa saja yang lewat: tahu bakso enak.
Tahu Bakso Enak. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 12:06 WIB

Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara

Polemik restorative justice dibahas dengan menggunakan metode analisis normatif, namun pada bagian penjelasan contoh digunakan juga analisis sosiologis.
Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:19 WIB

Babakan Siliwangi Perlu Cahaya: Jalur Populer, Penerangan Minim

Hampir setiap malam di wilayah Babakan Siliwangi penerangan yang minim masih menjadi persoalan rutin.
Suasana Babakan Siliwangi saat malam hari (4/12/2025) dengan jalanan gelap, mural warna-warni, dan arus kendaraan yang tak pernah sepi. (Sumber: Bunga Citra Kemalasari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:00 WIB

Kunci 'Strong Governance' Bandung

Strong governance adalah salah satu kebutuhan nyata Bandung kiwari.
Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 08:31 WIB

Benarkah Budidaya Maggot dalam Program 'Buruan Sae' Jadi Solusi Efektif Sampah Kota Bandung?

Integrasi budidaya maggot dalam Program Buruan Sae menjadi penegasan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya maggot di RW 9 Lebakgede menjadi upaya warga mengolah sampah organik agar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Beranda 15 Des 2025, 07:48 WIB

Pembangunan untuk Siapa? Kisah Perempuan di Tengah Perebutan Ruang Hidup

Buku ini merekam cerita perjuangan perempuan di enam wilayah Indonesia, yakni Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB, serta dua titik di Kalimantan, yang menghadapi konflik lahan dengan negara dan korporasi.
Diskusi Buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” yang digelar di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Minggu (14/12/2025).
Beranda 15 Des 2025, 07:32 WIB

Diskusi Publik di Dago Elos Angkat Isu Sengketa Lahan dan Hak Warga

Dari kegelisahan itu, ruang diskusi dibuka sebagai upaya merawat solidaritas dan memperjuangkan hak atas tanah.
Aliansi Bandung Melawan menggelar Diskusi Publik bertema “Jaga Lahan Lawan Tiran” pada 12 Desember 2025 di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Biz 15 Des 2025, 07:16 WIB

Berawal dari Kegelisahan, Kini Menjadi Bisnis Keberlanjutan: Perjalanan Siska Nirmala Pemilik Toko Nol Sampah Zero Waste

Toko Nol Sampah menjual kebutuhan harian rumah tangga secara curah. Produk yang ia jual sudah lebih dari 100 jenis.
Owner Toko Nol Sampah, Siska Nirmala. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 14 Des 2025, 20:09 WIB

Good Government dan Clean Government Bukan Sekadar Narasi bagi Pemkot Bandung

Pentingnya mengembalikan citra pemerintah daerah dengan sistem yang terencana melalui Good Government dan Clean Government.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan,