Indisipliner, Hukuman, dan Perlawanan: Mengurai Benang Kusut Disiplin Sekolah

Muhammad Herdiansyah
Ditulis oleh Muhammad Herdiansyah diterbitkan Senin 27 Okt 2025, 17:04 WIB
 (Sumber: Gemini AI Generates)

(Sumber: Gemini AI Generates)

Siswa hari ini adalah potret generasi yang hidup di persimpangan jalan. Di ujung jari mereka tergenggam seluruh pengetahuan dunia, namun pencarian jati diri yang mereka alami kini berlangsung di panggung yang jauh lebih bising dan ekstrem.

Tekanan dari teman sebaya tidak lagi terbatas di gerbang sekolah, melainkan berlanjut 24 jam di dunia maya, memaksa mereka untuk terus membuktikan eksistensinya. Untuk dianggap ada dan diterima, seorang siswa seringkali merasa harus melakukan sesuatu yang nekat atau bahkan melanggar.

Dalam konteks ini, tindakan indisipliner bukan lagi sekadar kenakalan biasa. Ia telah bergeser menjadi sebuah sinyal lencana kehormatan semu, teriakan minta perhatian, sekaligus penegasan identitas di tengah kebingungan.

Pendidik dan Sistem yang Terjebak

Kasus penamparan di Banten adalah contoh tragis dari benturan dua dunia ini, dunia siswa yang menguji batas untuk diakui, dan dunia guru yang bertugas menjaga keteraturan dengan metode yang mungkin tak lagi relevan bagi generasi ini.

Terdapat bagian bagian dilematis dalam kondisi tersebut dimana dilema yang dihadapi oleh pendidik di lapangan dengan kenyataan bahwa mereka dituntut oleh aturan dan tanggung jawab untuk menegakkan disiplin dan membentuk karakter siswa.

Namun di sisi lain, setiap tindakan tegas yang mereka ambil kini berada di bawah sorotan tajam hukum perlindungan anak dan pengadilan media sosial, yang dapat seketika menghancurkan karier mereka. Mereka terjebak antara tuntutan profesi untuk bertindak dan risiko pribadi jika tindakan itu dianggap melampaui batas. Adapun dilema yang dihadapi oleh sistem pendidikan dan masyarakat yang mana ketika ingin melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan trauma, menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan ramah.

Namun di sisi lain, dengan membatasi otoritas guru secara ketat, kita berisiko menciptakan efek lumpuh di mana para pendidik menjadi takut untuk mendisiplinkan, yang pada akhirnya justru dapat menyuburkan budaya permisif dan kenakalan remaja yang lebih parah.

Bukan hanya itu, kondisi tersebut memiliki dampak terhadap respons jangka pendek dan dampak jangka panjang, dimana Menghukum siswa yang melanggar secara langsung dan tegas,mungkin terasa efektif untuk memberikan efek jera seketika dan menegaskan kembali aturan yang ada. Namun, tindakan ini seringkali meninggalkan luka psikologis jangka panjang pada siswa dan merusak hubungan kepercayaan antara pendidik dan murid, yang merupakan fondasi utama dari proses belajar itu sendiri, belum lagi framing media yang pada era ini semakin masif telah menjadi pengadilan sebagai vonis sanksi sosial di masyarakat.

Dengan Memilih untuk tidak menghukum secara fisik dan mengedepankan dialog mungkin terlihat ideal dan manusiawi. Akan tetapi, jika pendekatan ini tidak diimbangi dengan ketegasan dan sistem konsekuensi yang jelas, berisiko diartikan sebagai kelemahan oleh siswa. Akibatnya, dalam jangka panjang, sekolah justru bisa kehilangan kendali atas disiplin dan tanpa sadar menumbuhkan generasi yang merasa bisa melakukan apa saja tanpa ada akibat yang berarti.

Jerat Solidaritas Buta

Ilustrasi merokok. (Sumber: Pexels/Geri Tech)
Ilustrasi merokok. (Sumber: Pexels/Geri Tech)

Sebagai dampak hal tersebut kemudian muncul reaksi dari beberapa pihak seperti aksi mogok sekolah yang dilakukan oleh seluruh siswa yang dianggap sebagai bentuk solidaritas, ini menimbulkan ambiguitas moral yang membingungkan. Di satu sisi, tindakan para siswa ini bisa dilihat sebagai wujud kekompakan yang luar biasa, sebuah pembelaan terhadap kawan mereka yang diperlakukan sewenang-wenang.

Namun di sisi lain, aksi ini secara tidak langsung tidak mengindahkan akar permasalahan  pelanggaran tata tertib serius yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Solidaritas yang ditampilkan menjadi pedang bermata dua, berisiko mengirimkan pesan yang salah bahwa melanggar aturan adalah hal yang wajar dan membela teman yang bersalah adalah sebuah kewajiban, bahkan jika harus mengorbankan hak belajar mereka sendiri.

Di sinilah kita harus menyadari posisi siswa sebagai kelompok yang berada dalam fase krusial pembentukan karakter, namun sekaligus sangat rentan terhadap provokasi dan doktrinasi. Nalar kritis mereka sejatinya masih perlu diasah untuk dapat memilah-milah suatu kejadian secara utuh.

Aksi mogok massal ini adalah cermin dari bagaimana emosi kolektif dan semangat satu rasa dapat dengan mudah mengalahkan logika dan pertimbangan objektif. Sangat mungkin, aksi ini bukan murni lahir dari kesadaran penuh setiap individu, melainkan hasil dari tekanan kelompok atau ajakan provokatif yang menyebar cepat, khas di lingkungan remaja.

Pada akhirnya, solidaritas buta semacam ini tidak mendidik. Ia justru mengajarkan bahwa kebenaran bisa dinegosiasikan demi pertemanan, dan aturan bisa dilumpuhkan oleh aksi massa. Ini menjadi tugas berat bagi dunia pendidikan, bukan hanya tentang bagaimana guru harus mendisiplinkan, tetapi juga bagaimana mengajarkan siswa esensi dari solidaritas yang benar solidaritas yang berdiri di atas kebenaran dan keadilan, bukan sekadar pembelaan buta atas nama kawan.

Peran Kunci Pendidik, Siswa, dan Orang Tua

Untuk mengatasi dilema yang dihadapi 3 aktor utama yang berkaitan yaitu Pendidik, Siswa dan orang tua. Dari segi pendidik, perlu ada pergeseran dari metode hukuman ke pendekatan disiplin yang mendidik. Kerangka ini harus fokus pada pembangunan karakter dan tanggung jawab internal siswa, bukan sekadar memberikan efek jera sesaat yang dapat meninggalkan luka psikologis. Ini akan memberikan kepastian bagi guru tentang tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Siswa biasanya melakukan Tindakan indisipliner sebagai teriakan minta perhatian atau fomo. Sekolah dapat mengurangi ini dengan menyediakan wadah bagi siswa untuk berekspresi secara konstruktif. Seperti sebuah forum rutin yang dimoderasi oleh konselor sekolah di mana siswa dapat menyuarakan tekanan, kecemasan, dan ide mereka tanpa takut dihakimi.

Bukan hanya dalam ruang lingkup sekolah, pada saat ini Tekanan teman sebaya tidak lagi terbatas di gerbang sekolah tetapi berlanjut 24 jam di dunia maya. Oleh karena itu, kolaborasi dengan orang tua adalah kunci. Sekolah dapat mengadakan seminar bagi orang tua tentang pengasuhan anak di era digital dan menciptakan jalur komunikasi yang terbuka untuk membahas perkembangan karakter siswa, bukan hanya nilai akademik.

Menghadapi generasi yang berdiri di persimpangan jalan, kita dihadapkan pada sebuah pilihan: terus menggunakan peta lama yang usang atau mulai menggambar rute baru bersama. Setiap hari kita menunda untuk berbenah—sebagai pendidik, siswa, maupun orang tua—adalah satu hari di mana kita membiarkan mereka tersesat lebih jauh di panggung yang bising ini.

Perubahan dalam cara kita mendidik dan berkomunikasi bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk menyelamatkan masa depan. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Herdiansyah
CPNS Lembaga Administrasi Negara
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 11 Des 2025, 20:00 WIB

Emas dari Bulu Tangkis Beregu Putra Sea Games 2025, Bungkam Kesombongan Malaysia

Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0.
Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0. (Sumber: Dok. PBSI)
Beranda 11 Des 2025, 18:37 WIB

Media Ditantang Lebih Berpihak pada Rakyat: Tanggapan Aktivis Atas Hasil Riset CMCI Unpad

Di tengah situasi dinamika sosial-politik, ia menilai media memegang peran penting untuk menguatkan suara warga,baik yang berada di ruang besar maupun komunitas kecil yang jarang mendapat sorotan.
Ayang dari Dago Melawan menanggapi hasil riset CMCI Unpad bersama peneliti Detta Rahmawan dan moderator Preciosa Alnashava Janitra. (Sumber: CMCI Unpad)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 18:01 WIB

Nelangsa Bojongsoang Setiap Musim Hujan: Siapa Harus Bertanggung Jawab?

Banjir yang melanda Bojongsoang memicu kemacetan lalu lintas yang kian menggila. Lalu, pihak mana yang semestinya memikul tanggung jawab?
Kemacetan lalu lintas terjadi di Bojongsoang akibat banjir (04/12/2025). (Sumber: Khalidullah As Syauqi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 17:23 WIB

Hidup Lebih Bersih, Sungai Lebih Bernyawa

Kegiatan ini mengangkat isu berapa pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan sungai agar terhindar dari bencana alam serta penyakit.
Mahasiswa Universitas Sunan Gunung Djati Bandung anggota Komunitas River Cleanup. (Foto: Rizki Hidayat)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:57 WIB

Sistem Pengelolaan Limbah di Bandung yang Berantakan: Sebaiknya Prioritaskan Langkah Inovatif Sungguhan

Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:32 WIB

Masyarakat Kota Bandung Berharap Wali Kota Tindak Tegas Penanganan Kasus Begal

Maraknya tindak kriminalitas seperti begal di Kota Bandung meningkatkan keresahan warga untuk beaktivitas di luar.
Suasana jalan yang sepi pada malam hari di daerah Jalan Inhoftank, Kota Bandung. (Sumber: Nayla Aurelia) (Foto: Nayla Aurelia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:13 WIB

Gunung Api Palasari Purba

Adanya lava, batuan beku yang berasal dari letusan efusif Gunung Palasari Purba, meninggalkan jejak letusan yang sangat megah dan mengagumkan.
Lava raksasa kawasan Cibanteng – Panyandaan, Desa Mandalamekar, Kecamatan Cimenya. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Taufanny Nugraha)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 15:39 WIB

Pengunjung Mengeluhkan Teras Cihampelas yang Semakin Kumuh

Mulai dari lantai yang tak terawat, fasilitas rusak, hingga area Teras Cihampelas yang tampak sepi dan tidak terurus.
Suasana Teras Cihampelas Menampakan suasana kosong pada Senin (1/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Rafli Ashiddieq)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 15:36 WIB

Sejarah Kawasan Tamansari, Kampung Lama yang Tumbuh di Balik Taman Kolonial Bandung

Sejarah Tamansari Bandung sebagai kampung agraris yang tumbuh diam-diam di balik taman kolonial, dari desa adat hingga kampung kota padat.
Suasana pemukiman di kawasan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 14:48 WIB

Mengeja Bandung Utama, Merawat Keragaman Agama

Menjaga dan memperkuat “benih-benih toleransi” baik melalui edukasi, kebijakan yang inklusif, maupun upaya nyata di tingkat komunitas, pemerintah.
Gang Ruhana, Kelurahan Paledang, berdiri Kampung Toleransi, ikon wisata religi yang diresmikan Pemerintah Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 13:37 WIB

Ini Titik-Titik Kemacetan di Kota Bandung menurut Wali Kota Farhan: Mana Tata Kelolanya?

Bandung didapuk sebagai “Kota Nomor 1 Termacet di Indonesia 2024” oleh TomTom Traffic Index.
Kemacetan di Jalan Dr. Djundjunan, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 12:30 WIB

Saparua Ramai tapi Minim Penataan: Wali Kota Bandung Diharap Lebih Peduli

Taman Saparua selalu ramai, namun penataan dan fasilitasnya masih kurang memadai.
Track lari Saparua yang tampak teduh dari samping namun area sekitarnya masih perlu perbaikan dan penataan. Jumat siang, 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Najmi Zahra A)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 11:01 WIB

Gunung Tangkubanparahu, Ikon Wisata Bandung Sejak Zaman Kolonial

Sejarah Tangkubanparahu sebagai destinasi klasik Bandung sejak masa kolonial, lengkap dengan rujukan Gids Bandoeng dan kisah perjalanan para pelancong Eropa.
Gunung Tangkubanparahu tahun 1910-an. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:48 WIB

Kenyaman Wisata Bandung Terancam oleh Pengamen Agresif

Warga mendesak Wali Kota M. Farhan bertindak tegas dan memberi solusi agar kota kembali aman dan nyaman.
Keramaian di kawasan wisata malam Bandung memperlihatkan interaksi tidak nyaman antara pengunjung dan pengamen memaksa, 02/12/2025. (Foto: Hakim)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:25 WIB

Kenyamanan Taman Badak di Bandung Masih Menyisakan Kritikan

Taman Badak yang berpusat di tengah-tengah kota Bandung adalah salah satu tempat favorit di kalangan pengunjung.
Taman Badak Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wan Maulida Kusuma Syazci)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:03 WIB

Lumpia Basah Katadji, Nikmatnya Sampai Suapan Terakhir

Kuliner viral di Banjaran, Kabupaten Bandung, yakni Lumpia Basah Katadji.
Seporsi lumpia basah katadji dengan bumbu dan topping yang melimpah. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tantia Nurwina)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 09:32 WIB

Mengapa Summarecon Bandung Kini Ramai Dijadikan Tempat Olahraga Warga?

Summarecon Bandung kini ramai dijadikan tempat olahraga warga, khususnya pada pagi dan sore hari.
Aktivitas olahraga di kawasan Summarecon Bandung terlihat meningkat terutama pada akhir pekan. (Dokumentasi Penulis)
Beranda 11 Des 2025, 05:16 WIB

Generation Girl Bandung Kikis Kesenjangan Gender di Bidang Teknologi

Mematahkan anggapan bahwa belajar STEM itu sulit. Selain itu, anggapan perempuan hanya bisa mengeksplorasi bidang non-tech adalah keliru.
Exploring Healthy Innovation at Nutrihub, salah satu aktivitas dari Generation Girl Bandung. (Sumber: Generation Girl Bandung)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)