Sejarah Kawasan Tamansari, Kampung Lama yang Tumbuh di Balik Taman Kolonial Bandung

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Kamis 11 Des 2025, 15:36 WIB
Suasana pemukiman di kawasan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)

Suasana pemukiman di kawasan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Tamansari hari ini berdiri sebagai salah satu kawasan paling padat di Kota Bandung, menempel pada Sungai Cikapundung dan dilingkupi cerita panjang tentang tata ruang, kampung kota, serta konflik antara warga dan kekuasaan. Namun sebelum dikenal sebagai kawasan yang sesak oleh rumah berhimpitan dan gang sempit, Tamansari pernah hidup sebagai desa agraris yang rapi, sunyi, dan terlindung di balik halaman luas rumah orang Eropa.

Sejarah Tamansari bukan kisah kampung liar yang tumbuh tanpa arah, melainkan cerita panjang tentang kota kolonial yang melebar dan menelan desa, tanpa pernah benar benar mengelolanya secara utuh.

Jejak awal Tamansari dapat dilacak sejak Bandung berkembang pesat di akhir abad ke 19. Kota kecil di dataran Priangan itu berubah menjadi pusat ekonomi perkebunan setelah kebijakan liberal kolonial membuka peluang sewa tanah bagi swasta.

Teh, kopi, dan kina menjadikan Bandung simpul perdagangan penting. Para pemilik perkebunan menghabiskan uangnya di kota yang kemudian dijuluki Parijs van Java. Dari uang teh itulah villa, jalan raya, dan taman dibangun, terutama di bagian utara kota yang berhawa sejuk.

Di balik wajah Eropa itu, desa-desa lama tetap bertahan. Salah satunya adalah Sukajadi, wilayah yang kini masuk dalam kawasan Tamansari. Desa ini terletak di lembah Sungai Cikapundung dan diapit dua jalan utama kolonial, Lembangweg dan Van Houten Parkweg, yang sekarang dikenal sebagai Jalan Cihampelas dan Jalan Tamansari.

Pada masa itu, Tamansari tidak tampak sebagai kawasan kampung dari luar. Yang terlihat hanyalah rumah besar, kebun luas, kolam ikan, dan pepohonan yang rimbun milik warga Eropa kelas menengah.

Baca Juga: Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Kenyataan di baliknya berbeda. Di antara kebun dan halaman belakang itulah kampung hidup. Warga menanam padi, mengelola kebun kakao, memelihara ikan, dan mengambil air dari Cikapundung yang jernih. Hak atas tanah ditentukan oleh garapan, sesuai hukum adat. Rumah dibuat dari kayu dan anyaman bambu, bertiang, dengan atap ringan.

Jalan bukan aspal, melainkan tanah dan batu. Nama kampung seperti Cimaung dan Liang Maung mencatat memori fauna liar yang pernah hidup di kawasan itu.

Gambaran ini muncul jelas dalam risalah Foreign Counsel di ABNR Counsellors, Gustaaf Reerink, berjudul From Autonomous Village to Informal Slum. Reerink menelusuri Tamansari sebagai contoh bagaimana desa adat terserap ke dalam kota kolonial tanpa pernah sepenuhnya dijadikan bagian dari sistem perkotaan modern.

Kampung dibiarkan mengatur dirinya sendiri melalui kebijakan desa autonomie, sebuah prinsip kolonial yang memisahkan hukum Eropa dan hukum adat demi efisiensi pemerintahan.

Otonomi ini membuat kampung seperti Soekadjadi hidup relatif mandiri. Administrasi, hukum, dan tata ruang ditentukan warga setempat. Selama kota masih longgar dan penduduk belum padat, sistem ini berjalan tanpa gejolak.

Permasalahan mulai muncul ketika Bandung berkembang pesat di awal abad ke 20. Pembukaan jalur kereta api pada 1884, rencana pemindahan pusat pemerintahan dari Batavia ke Bandung, serta reputasi Bandung sebagai kota pensiunan Eropa mendorong lonjakan penduduk.

Urbanisasi turut mempercepat tekanan pada kampung. Di wilayah Priangan, kepemilikan tanah terkonsentrasi pada segelintir elite lokal, pedagang, dan pemilik modal. Petani kecil kehilangan lahan dan bergerak ke kota. Bandung menyedot tenaga kerja, dan kampung menjadi tempat paling mudah untuk menetap. Tamansari menerima arus ini, walau ruangnya terbatas oleh sungai dan properti Eropa.

Baca Juga: Hikayat Konflik Lahan dan Penggusuran Tamansari Bandung 2019

Secara spasial, kota kolonial membelah diri. Bagian utara didominasi permukiman Eropa dengan kepadatan rendah, sementara selatan menampung mayoritas penduduk pribumi dengan lahan terbatas. Data kolonial mencatat bahwa orang Indonesia menempati sebagian besar populasi Bandung, namun hanya menguasai porsi tanah yang lebih kecil.

Tamansari berada di wilayah utara, tetapi status kampungnya membuat kawasan ini tersembunyi di balik fasad Eropa.

Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Situasi ini menciptakan paradoks. Kampung berada dekat pusat kekuasaan kota, tetapi luput dari perhatian serius. Pemerintah kota melihat persoalan kebersihan, kesehatan, dan kepadatan, tetapi terbentur hukum desa autonomie. Kota tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengubah kampung tanpa mencederai kebijakan kolonial sendiri.

Otonomi Kampung dan Gagalnya Kendali Kota

Upaya pemerintah kolonial memperbaiki kampung dilakukan setengah langkah. Pada 1919, Bandung meluncurkan program perumahan sosial. Rumah dibangun dan ditawarkan melalui sewa atau cicilan. Namun harga tetap berada di luar jangkauan warga kampung berpenghasilan rendah. Program ini lebih dinikmati lapisan bawah kelas menengah, bukan penduduk Tamansari yang bergantung pada sektor informal.

Kebijakan zonasi pada 1926 yang menetapkan wilayah selatan sebagai kawasan pribumi mempertegas segregasi, tetapi tidak menyelesaikan persoalan kampung di utara. Tamansari tetap berada di ruang abu abu. Kampung ini tumbuh berdampingan dengan properti Eropa, tetapi tidak memperoleh fasilitas yang sepadan.

Pemerintah kota kemudian mengambil langkah berani pada 1927 dengan memulai program perbaikan kampung secara sepihak. Jalan diperkeras, drainase dibangun, fasilitas umum dipasang. Kebijakan ini melanggar prinsip desa otonomi, tetapi dijalankan demi alasan kesehatan dan ketertiban.

Baca Juga: Hikayat Kiaracondong, Tujuan Urbanisasi Kaum Pekerja Zaman Baheula

Baru pada 1934, pemerintah kolonial memberi dasar hukum lewat Kampong Improvement Ordinance. Negara mengizinkan intervensi kampung jika dampaknya meluas ke kota, terutama soal sanitasi dan perumahan.

Kendati demikian, hasilnya terbatas. Reerink mencatat bahwa proyek perbaikan sering berjalan lambat dan hanya menyentuh aspek fisik dangkal. Di beberapa tempat, perbaikan justru memicu gentrifikasi. Warga miskin terdesak oleh pendatang yang mampu membayar sewa lebih tinggi. Upaya membatasi pembangunan rumah sederhana memicu kekurangan hunian murah, sehingga satu rumah dihuni beberapa keluarga.

Kampung tumbuh lebih cepat daripada kemampuan kota mengawasinya. Bahkan menjelang akhir masa kolonial, otoritas sendiri mengakui kesulitan menentukan batas kewenangan dalam kampung. Krisis ekonomi memperburuk situasi. Anggaran menyusut, pengawasan melemah, dan kampung berkembang melalui mekanisme sosialnya sendiri.

Ketika pendudukan Jepang dan Revolusi Indonesia berlangsung, urusan kampung bukan prioritas. Setelah kemerdekaan, Indonesia berusaha menata ulang sistem pemerintahan, tetapi warisan otonomi kampung tetap bertahan. Negara baru menghadapi persoalan besar, dan kampung kota seperti Tamansari bertahan tanpa penataan menyeluruh.

Sejak dekade 1970-an, tekanan meningkat. Pertumbuhan penduduk Bandung membuat ruang semakin sempit. Tamansari, terutama di bantaran Cikapundung, dipadati bangunan semi permanen. Gang menyempit, rumah berhimpitan, dan infrastruktur tertinggal. Status tanah menjadi persoalan krusial. Banyak warga bermukim berdasarkan hak garapan adat, sementara sistem hukum modern menuntut sertifikasi formal.

Dalam kerangka Reerink, kondisi ini bukan penyimpangan, melainkan konsekuensi logis dari kegagalan negara mengontrol kampung sejak masa kolonial. Kampung tidak pernah benar benar diintegrasikan ke dalam perencanaan kota. Ia dibiarkan mandiri, lalu dituntut tertib saat kota berubah.

Saat memasuki era reformasi, Tamansari berubah menjadi panggung konflik ruang. Pemerintah berbicara tentang penataan, revitalisasi, dan pengurangan risiko bencana. Warga berbicara tentang rumah, sejarah, dan hak hidup. Di mata pemerintah kota, Tamansari perlahan dilihat sebagai kawasan yang harus “ditata”.

Baca Juga: Hikayat Hantu Dua Duo yang Gentayangan di Konflik Lahan Kota Bandung

Sejak 2007, Tamansari mulai masuk peta penataan kota Bandung. Kawasan kampung yang tumbuh rapat itu dianggap perlu diremajakan, mula-mula lewat rencana rusunawa, lalu berganti rupa menjadi rumah deret seiring perubahan arah kepemimpinan. Istilahnya lebih halus, kesannya lebih modern, seolah pembaruan ruang bisa dirapikan dengan mengganti nama proyek.

Pada 2017, rencana rumah deret disosialisasikan secara resmi. Pemerintah menjanjikan pembangunan tanpa penggusuran. Warga disebut hanya akan dipindahkan sementara, lalu kembali ke hunian baru. Skemanya terdengar tertib, nyaris tanpa cela.

Rumah deret Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Rumah deret Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Tapi di lorong-lorong Tamansari, cerita berkembang berbeda. Sosialisasi dianggap timpang, sementara status tanah tak pernah betul-betul selesai. Pemerintah mengklaim aset daerah, warga merasa hidup di sana turun-temurun. Ketegangan pun tumbuh pelan-pelan, berubah menjadi penolakan.

Saat proses hukum berjalan, alat negara justru datang lebih dulu. Penggusuran terjadi pada Desember 2019. Warga melawan, bentrokan pun tak terhindarkan. Tamansari kemudian berubah wajah, tapi konflik lahannya tak ikut selesai.

Hari ini, Tamansari tetap berdiri, memeluk sungai dan kepadatan. Kampung itu menyimpan lapisan sejarah yang jarang dibaca utuh. Dari sawah dan kebun kakao hingga rumah berhimpitan dan gang sempit, Tamansari menjadi bukti bahwa kota tumbuh bukan hanya lewat rencana besar, tetapi juga lewat ruang kecil yang dibiarkan berjalan sendiri terlalu lama.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 11 Des 2025, 20:00 WIB

Emas dari Bulu Tangkis Beregu Putra Sea Games 2025, Bungkam Kesombongan Malaysia

Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0.
Alwi Farhan dkk. berhasil membungkam “kesombongan” Tim Malaysia dengan angka 3-0. (Sumber: Dok. PBSI)
Beranda 11 Des 2025, 18:37 WIB

Media Ditantang Lebih Berpihak pada Rakyat: Tanggapan Aktivis Atas Hasil Riset CMCI Unpad

Di tengah situasi dinamika sosial-politik, ia menilai media memegang peran penting untuk menguatkan suara warga,baik yang berada di ruang besar maupun komunitas kecil yang jarang mendapat sorotan.
Ayang dari Dago Melawan menanggapi hasil riset CMCI Unpad bersama peneliti Detta Rahmawan dan moderator Preciosa Alnashava Janitra. (Sumber: CMCI Unpad)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 18:01 WIB

Nelangsa Bojongsoang Setiap Musim Hujan: Siapa Harus Bertanggung Jawab?

Banjir yang melanda Bojongsoang memicu kemacetan lalu lintas yang kian menggila. Lalu, pihak mana yang semestinya memikul tanggung jawab?
Kemacetan lalu lintas terjadi di Bojongsoang akibat banjir (04/12/2025). (Sumber: Khalidullah As Syauqi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 17:23 WIB

Hidup Lebih Bersih, Sungai Lebih Bernyawa

Kegiatan ini mengangkat isu berapa pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan sungai agar terhindar dari bencana alam serta penyakit.
Mahasiswa Universitas Sunan Gunung Djati Bandung anggota Komunitas River Cleanup. (Foto: Rizki Hidayat)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:57 WIB

Sistem Pengelolaan Limbah di Bandung yang Berantakan: Sebaiknya Prioritaskan Langkah Inovatif Sungguhan

Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Sistem pengelolaan limbah di Bandung yang Berantakan, saran saya sebagai warga Bandung untuk M. Farhan prioritaskan langkah inovatif sungguhan.
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:32 WIB

Masyarakat Kota Bandung Berharap Wali Kota Tindak Tegas Penanganan Kasus Begal

Maraknya tindak kriminalitas seperti begal di Kota Bandung meningkatkan keresahan warga untuk beaktivitas di luar.
Suasana jalan yang sepi pada malam hari di daerah Jalan Inhoftank, Kota Bandung. (Sumber: Nayla Aurelia) (Foto: Nayla Aurelia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 16:13 WIB

Gunung Api Palasari Purba

Adanya lava, batuan beku yang berasal dari letusan efusif Gunung Palasari Purba, meninggalkan jejak letusan yang sangat megah dan mengagumkan.
Lava raksasa kawasan Cibanteng – Panyandaan, Desa Mandalamekar, Kecamatan Cimenya. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Taufanny Nugraha)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 15:39 WIB

Pengunjung Mengeluhkan Teras Cihampelas yang Semakin Kumuh

Mulai dari lantai yang tak terawat, fasilitas rusak, hingga area Teras Cihampelas yang tampak sepi dan tidak terurus.
Suasana Teras Cihampelas Menampakan suasana kosong pada Senin (1/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Rafli Ashiddieq)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 15:36 WIB

Sejarah Kawasan Tamansari, Kampung Lama yang Tumbuh di Balik Taman Kolonial Bandung

Sejarah Tamansari Bandung sebagai kampung agraris yang tumbuh diam-diam di balik taman kolonial, dari desa adat hingga kampung kota padat.
Suasana pemukiman di kawasan Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan al Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 14:48 WIB

Mengeja Bandung Utama, Merawat Keragaman Agama

Menjaga dan memperkuat “benih-benih toleransi” baik melalui edukasi, kebijakan yang inklusif, maupun upaya nyata di tingkat komunitas, pemerintah.
Gang Ruhana, Kelurahan Paledang, berdiri Kampung Toleransi, ikon wisata religi yang diresmikan Pemerintah Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 13:37 WIB

Ini Titik-Titik Kemacetan di Kota Bandung menurut Wali Kota Farhan: Mana Tata Kelolanya?

Bandung didapuk sebagai “Kota Nomor 1 Termacet di Indonesia 2024” oleh TomTom Traffic Index.
Kemacetan di Jalan Dr. Djundjunan, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 12:30 WIB

Saparua Ramai tapi Minim Penataan: Wali Kota Bandung Diharap Lebih Peduli

Taman Saparua selalu ramai, namun penataan dan fasilitasnya masih kurang memadai.
Track lari Saparua yang tampak teduh dari samping namun area sekitarnya masih perlu perbaikan dan penataan. Jumat siang, 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Najmi Zahra A)
Ayo Jelajah 11 Des 2025, 11:01 WIB

Gunung Tangkubanparahu, Ikon Wisata Bandung Sejak Zaman Kolonial

Sejarah Tangkubanparahu sebagai destinasi klasik Bandung sejak masa kolonial, lengkap dengan rujukan Gids Bandoeng dan kisah perjalanan para pelancong Eropa.
Gunung Tangkubanparahu tahun 1910-an. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:48 WIB

Kenyaman Wisata Bandung Terancam oleh Pengamen Agresif

Warga mendesak Wali Kota M. Farhan bertindak tegas dan memberi solusi agar kota kembali aman dan nyaman.
Keramaian di kawasan wisata malam Bandung memperlihatkan interaksi tidak nyaman antara pengunjung dan pengamen memaksa, 02/12/2025. (Foto: Hakim)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:25 WIB

Kenyamanan Taman Badak di Bandung Masih Menyisakan Kritikan

Taman Badak yang berpusat di tengah-tengah kota Bandung adalah salah satu tempat favorit di kalangan pengunjung.
Taman Badak Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat 28 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wan Maulida Kusuma Syazci)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 10:03 WIB

Lumpia Basah Katadji, Nikmatnya Sampai Suapan Terakhir

Kuliner viral di Banjaran, Kabupaten Bandung, yakni Lumpia Basah Katadji.
Seporsi lumpia basah katadji dengan bumbu dan topping yang melimpah. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Tantia Nurwina)
Ayo Netizen 11 Des 2025, 09:32 WIB

Mengapa Summarecon Bandung Kini Ramai Dijadikan Tempat Olahraga Warga?

Summarecon Bandung kini ramai dijadikan tempat olahraga warga, khususnya pada pagi dan sore hari.
Aktivitas olahraga di kawasan Summarecon Bandung terlihat meningkat terutama pada akhir pekan. (Dokumentasi Penulis)
Beranda 11 Des 2025, 05:16 WIB

Generation Girl Bandung Kikis Kesenjangan Gender di Bidang Teknologi

Mematahkan anggapan bahwa belajar STEM itu sulit. Selain itu, anggapan perempuan hanya bisa mengeksplorasi bidang non-tech adalah keliru.
Exploring Healthy Innovation at Nutrihub, salah satu aktivitas dari Generation Girl Bandung. (Sumber: Generation Girl Bandung)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)