Sejarah Cicalengka, Gudang Kopi Kompeni dengan Sejuta Cerita di Ujung Timur Bandung

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 08 Des 2025, 14:21 WIB
Suasana jalan Cicalengka menuju Nagreg tahun 1880-an. (Sumber: KITLV)

Suasana jalan Cicalengka menuju Nagreg tahun 1880-an. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Pada pagi 10 September 1884, kereta khusus yang membawa Residen Priangan berhenti dengan anggun di sebuah titik yang saat itu masih asing bagi sebagian pejabat kolonial. Gerbong berkayu itu membuka pintunya, para tetamu turun sambil mengibaskan mantel mereka, dan mendapati sebuah stasiun mungil yang sudah berdandan habis-habisan dengan bunga dan bendera.

Hari itu, Cicalengka resmi masuk peta kereta api Priangan sebagai pemberhentian kelima. Di balik seremonial kecil yang wangi karangan bunga itu, terselip sejarah panjang tentang tanah yang lebih tua daripada rel-rel besi yang baru dipasang beberapa hari sebelumnya. Bahkan sebelum kereta api memutuskan mampir, Cicalengka sudah sibuk melayani VOC.

Orang-orang Priangan zaman dulu belum mengenal istilah branding, tetapi tanah Cicalengka sudah lebih dulu memasarkan dirinya sebagai kawasan yang subur dan cocok untuk tanaman yang membuat Belanda tergila-gila: kopi. Sebelum Kabupaten Bandung terbentuk, sebelum jalanan penuh motor dua-tak, Cicalengka hanyalah bagian dari Tatar Ukur. Ketika Ukur runtuh dan reorganisasi besar terjadi antara 1633-1641, wilayah itu sempat masuk Kabupaten Parakanmuncang.

Setelah Inggris mengambil alih Jawa sejenak dan Thomas Stamford Raffles membubarkan Parakanmuncang pada 1813, Cicalengka pun dimasukkan ke Kabupaten Bandung. Ada kalanya sejarah bekerja seperti pegawai kecamatan yang rajin memindahkan berkas antar-meja, dan Cicalengka termasuk salah satu berkas yang paling sering dipindah.

Baca Juga: Hikayat Cileunyi, Kampung Sunyi yang jadi Kawasan Sibuk di Bandung Timur

Tanah subur di kaki Gunung Manglayang membuat Cicalengka jadi tempat ideal bagi tanaman kopi. VOC, yang hatinya selalu berdebar setiap melihat potensi keuntungan, menetapkan sistem Preangerstelsel pada 1706. Sistem ini memaksa penduduk menanam kopi demi kejayaan perusahaan dagang yang sok tampak resmi padahal lebih mirip korporasi rakus zaman sekarang. Dalam satu peta abad ke-19, tercatat sebuah gudang kopi di Ciayunan, diapit tiga desa: Cicalengka Wetan, Babakan Peuteuy, dan Cicalengka Kulon.

Dari gudang ini, kopi naik pedati kerbau ke Karangsambung di Sumedang, kemudian menuju pelabuhan di utara. Perjalanan panjang biji-biji kopi ini mungkin tak sepanas obrolan warkop hari ini, tetapi sama-sama memindahkan sesuatu yang membuat orang terjaga.

Ketika Reorganisasi Priangan digulirkan pada 1871, Cicalengka mendapat status baru sebagai afdeeling. Artinya, pejabat Belanda sekelas asisten residen ditempatkan di sini, mendampingi bupati Bandung. Gelar patih mandiri pun muncul antara 1871-1901. Pada masa inilah Cicalengka menjadi semacam kantor cabang kolonial dengan hirarki lengkap, lengkap dengan tempat tinggal pegawai-pegawai penting yang rajin mengurus administrasi sekaligus hidup nyaman di rumah-rumah Indische.

Di salah satu rumah kepatihan itu, sejarah Indonesia diam-diam sedang disusun oleh seorang gadis kecil yang kelak menjadi tokoh besar. Dewi Sartika, setelah ayahnya wafat, diasuh oleh pamannya yang menjadi patih di Cicalengka. Ia tinggal di kompleks kepatihan antara 1894-1902. Di usia sekitar sepuluh tahun, ia sudah membuat heboh: anak-anak pembantu kepatihan tiba-tiba bisa baca-tulis dan mengucapkan beberapa kata Belanda.

Di masa itu, kemampuan seperti itu terlalu mewah bagi sebagian besar anak bumiputera. Namun seorang anak perempuan mampu mengajarkannya. Cicalengka mungkin tak menyangka sedang menjadi tempat tumbuhnya embrio pendidikan perempuan pribumi.

Baca Juga: Sejarah Dago, Hutan Bandung yang Berubah jadi Kawasan Elit Belanda Era Kolonial

Kompleks kepatihan yang kemudian berubah menjadi SMPN 1 Cicalengka pernah dihuni patih-patih ternama seperti Demang Wiradi Koesoema dan Aria Soeria Karta Adiningrat. Kelak di kompleks yang sama berdiri sekolah Eropa bernama Europeesche Lagere School. Dari sinilah lahir tokoh besar seperti Djuanda dan Umar Wirahadikusumah, yang masa depannya mungkin belum terbayang ketika mereka masih berlari-lari kecil di halaman sekolah itu.

Revolusi Kereta dan Bara Perang

Setelah peresmian stasiun 1884, jalur Cicalengka-Garut mulai dibangun pada 1887. Proyek dibagi dua seksi, sepanjang 20 kilometer untuk Cicalengka-Leles dan 30 kilometer lebih untuk Leles-Garut. Rel-rel itu bukan sekadar besi yang ditanam, tetapi garis yang menghubungkan Cicalengka dengan dunia yang lebih luas.

Catatan laporan transportasi kolonial pada 1923, sekitar 430.000 penumpang menggunakan Stasiun Cicalengka. Angka itu meningkat ratusan kali lipat dari awal pembukaan stasiun. Stasiun menjadi tempat lalu-lalang manusia yang mencari nafkah, menjemput harapan, atau sekadar ingin tahu seperti apa rasanya naik kereta buat pertama kali.

Stasiun Cicalengka tahun 1900-an. (Sumber: Tropenmuseum)
Stasiun Cicalengka tahun 1900-an. (Sumber: Tropenmuseum)

Di sinilah jejak Soekarno pernah tertinggal. Pada 1929, ketika ia ditangkap di Yogyakarta dan akan dibawa ke Bandung, pemerintah kolonial memutuskan menurunkannya diam-diam di Stasiun Cicalengka. Alasannya sederhana: mencegah kerumunan massa di Stasiun Bandung. Dari Cicalengka, Soekarno dibawa dengan mobil ke Banceuy. Sejarah besar kadang melewati jalur tikus, dan Cicalengka kebetulan mendapat kehormatan menjadi pintu kecil itu.

Ketika proklamasi kemerdekaan berkumandang pada 17 Agustus 1945, Cicalengka langsung bersiap. Kawedanan Cicalengka membentuk Badan Keamanan Rakyat, dan seorang pemuda bernama Umar Wirahadikusumah memulai karier militernya di sini. Ia membentuk TKR Cicalengka dan memimpin pelucutan senjata pasukan Jepang. Orang-orang muda Cicalengka waktu itu mungkin masih bingung membedakan bau mesiu dan bau getah karet, tetapi mereka tahu satu hal: Republik perlu bertahan.

Saat Agresi Militer Belanda I meletus pada 1947, Cicalengka menjadi salah satu jalur strategis. Wilayah timur Bandung ditembus Divisi B dan Divisi C Belanda. Sebagai perbatasan kawasan yang diduduki musuh, Cicalengka menjadi medan lalu-lalang pasukan, tempat informasi bergerak cepat, dan ruang di mana ketegangan menebal seperti kabut pagi di kaki Manglayang.

Baca Juga: Hikayat Cileunyi, Kampung Sunyi yang jadi Kawasan Sibuk di Bandung Timur

Jejak arsitektur kolonial masih tersisa di beberapa sudut Cicalengka. Masjid Besar di alun-alun, diperkirakan berdiri pada abad ke-19, berdiri berdampingan dengan bekas bangunan HIS yang kemudian menjadi SDN Cicalengka VIII. Dulu, alun-alun menjadi panggung ritual kekuasaan, tempat bupati turun pangkat menjumpai rakyat, dan kini berubah menjadi titik di mana tenda jajanan berdesakan saat akhir pekan.

Sayangnya, banyak bangunan tua itu perlahan surut dari ingatan publik. Rumah Indische yang dulu tinggi langit-langitnya kini sering tak dikenali lagi setelah dipasangi papan reklame atau dicat dengan warna yang membuat arsitek kolonial mungkin terbangun di alam kuburnya.

Pada 2024, bangunan lama Stasiun Cicalengka akhirnya dibongkar untuk proyek jalur ganda. Komunitas Lingkar Literasi Cicalengka melakukan petisi dengan dua ribu tanda tangan, tetapi bangunan berusia 140 tahun itu tetap rata dengan tanah pada akhir Agustus 2024. Bagi mereka yang peduli sejarah, peristiwa itu seperti kehilangan album foto keluarga yang baru saja ditemukan kembali tapi langsung terbakar tanpa sempat diselamatkan. Apalagi hingga kini belum ada pendataan serius tentang benda cagar budaya di Cicalengka.

Cicalengka kini menjadi salah satu kecamatan paling sibuk di Kabupaten Bandung. Berjarak 34 kilometer dari pusat Kota Bandung, stasiunnya tetap riuh, terutama pagi dan sore ketika para pekerja, pelajar, serta mahasiswa hilir mudik. Jalur komuter membuat Cicalengka terasa dekat dengan kota, meski denyut hidupnya tetap punya warna sendiri.

Baca Juga: Hikayat Pangalengan, Kota Teh Kolonial yang jadi Ikon Wisata Bandung Selatan

Di pasar, orang masih berteriak soal harga cabai, di pinggir jalan ojek masih bersiul melihat calon pelanggan, dan di sudut alun-alun anak-anak sekolah menunggu angkot sambil menatap layar ponsel.

Di balik keseharian itu, Cicalengka sesungguhnya adalah museum terbuka yang papan keterangannya mulai memudar. Cicalengka memiliki masa lalu yang cukup bertenaga untuk dijadikan bahan tiga novel, drama panggung, atau satu seri dokumenter panjang. Tetapi masa lalu itu perlahan tertutup oleh papan reklame, toko minimarket yang gemar menggusur bangunan lama, dan keputusan proyek yang buru-buru. Setiap kali bangunan bersejarah tak terselamatkan, sepotong memori publik ikut hilang.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 10 Des 2025, 21:09 WIB

Minat Baca Warga Bandung Masih Rendah meski Fasilitas Mencukupi, Catatan untuk Wali Kota

Menyoroti masalah rendahnya minat baca di Bandung meski fasilitas memadai.
Sebuah Street Library tampak lengang dengan buku-buku yang mulai berdebu di samping Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Jumat (05/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Adellia Ramadhani)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:16 WIB

Bubur Mang Amir, Bubur Ayam Termurah se-Dunia Seporsi Cuma Rp5.000

Pengakuan Mang Amir, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun.
Pengakuan Mang Amir, penjual bubur seporsi Rp5.000, ia sudah berjualan bubur ayama selama 25 tahun. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 20:02 WIB

Bandung untuk Mobil Pribadi atau Bandung untuk Warga?

Kota yang terlalu banyak bergantung pada kendaraan adalah kota yang rentan.
Warga bersepeda di kawasan Alun-alun Bandung. (Sumber: Arsip pribadi | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Biz 10 Des 2025, 20:02 WIB

Ketika Pekerja Kehilangan Rasa Aman: PHK Menguak Luka Sosial yang Jarang Terlihat

Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial.
Fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menjadi sorotan publik karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan pekerja, pencari kerja, dan dinamika hubungan industrial. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 19:51 WIB

Karya Anak Muda Bandung yang Hadirkan Identitas dalam Brand Fashion Berjiwa Bebas

Brand lokal ini membawa semangat bebas dan berani, mewakili suara anak muda Bandung lewat desain streetwear yang penuh karakter.
Tim urbodycount menata koleksi kaos edisi terbaru di atas mobil sebagai bagian dari proses pemotretan produk di Buahbatu Square Jl.Apel 1 NO.18, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) (Sumber: Rahma Dewi | Foto: Rahma Dewi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 18:19 WIB

Soerat Imadjiner oentoek Maurenbrecher

Sebuah inspirasi unutk Wali Kota Bandung dan wakilnya, demi kemajuan Bandung.
Suasana Jalan Asia Afrika (Groote Postweg) Kota Bandung zaman kolonial Belanda. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 17:34 WIB

Sibuk Romantisasi Tak Kunjung Revitalisasi, Angkot Kota Bandung 'Setengah Buntung'

Kritik dan Saran terhadap Wali Kota Bandung terkait revitalisasi angkot Bandung.
Angkot Kota Bandung yang mulai sepi peminat di Dipatiukur, (7/12/2025). (Foto: Andrea Keira)
Ayo Jelajah 10 Des 2025, 17:03 WIB

Hikayat Terminal Cicaheum, Gerbang Perantau Bandung yang jadi Sarang Preman Pensiun

Sejarah Terminal Cicaheum sebagai pintu perantau Bandung. Terminal ini hidup abadi lewat budaya populer Preman Pensiun saat fungsi aslinya perlahan menyusut.
Suasana Terminal Cicaheum, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 16:26 WIB

Untuk Siapa Sebenarnya Sidewalk Diperuntukkan?

Keberadaan trotoar yang layak dan aman dapat mendorong masyarakat untuk lebih banyak berjalan kaki serta mengurangi kemacetan dan polusi.
Trotoar di Jalan Braga yang dipenuhi PKL. (Foto: Author)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:30 WIB

Sarana Bus Trans Metro Jabar Terus Meningkat, Halte Terbengkalai Tak Diperhatikan Wali Kota Bandung?

Di balik itu Metro Jabar Trans banyak disukai warga, beberapa halte malah dibiarkan terbengkalai.
Prasarana halte di daerah Mohamad Toha yang terlihat banyak coretan dan kerusakan tak terurus menyebabkan ketidaknyamanan bagi penumpang, pada 30 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Nufairi Shabrina)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 14:13 WIB

Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan

Artikel ini membahas tentang kondisi kebersihan yang ada di Kota Bandung terutama di Ujung Berung.
Penumpukan sampah terlihat berserakan di di Jalan Cilengkrang, Kawasan Ujung Berung, pada Senin, 1 Desember 2025 pukul 07.30 WIB. (Foto: Sumber Muhamad Paisal). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Muhamad Paisal)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:37 WIB

Masa Depan Bandung Antara Julukan Kota Kreatif dan Problematika Urban

Kota Bandung telah lama dikenal sebagai kota kreatif atau dengan julukan Prestisius (Unesco City of Design).
Bandung bukan hanya kota dengan udara sejuk tapi juga ruang hidup yang terus berdenyut dengan  semangat pluralisme dan kreativitas. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Titania Zalsyabila Hidayatullah)
Beranda 10 Des 2025, 12:37 WIB

Belasan Jurnalis Dalami Fungsi AI untuk Mendukung Kerja Redaksi

Inisiatif ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan jurnalis Indonesia, khususnya dalam verifikasi digital lanjutan, investigasi, serta pemanfaatan berbagai teknologi AI generatif.
Training of Trainers (ToT) "AI for Journalists".
di Hotel Mercure Cikini, Jakarta.
Ayo Netizen 10 Des 2025, 12:22 WIB

Cager, Bager, Bener: Filosofi Sopir Online Bandung di Jalanan Kota

Mengutamakan profesionalisme serta nilai-nilai saling menghormati agar perjalanan tetap nyaman dan aman setiap hari.
Seorang driver online tengah tersenyum ramah menunggu penumpangnya di tengah keramaian jalanan, menerapkan nilai cageur, bager, bener dalam layanan transportasi – Bandung, Sabtu (01/11/2025) (Foto: Bunga Kemuning A.D)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 10:29 WIB

Batagor dan Baso Cuankie Serayu, Kuliner Sederhana yang Selalu Ramai di Cihapit

Batagor dan Cuankie Serayu masih mempertahankan daya tariknya hingga kini.
Suasana Antre Batagor dan Baso Cuankie Serayu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Miya Siti Nurimah)
Beranda 10 Des 2025, 09:42 WIB

Jomlo Menggugat: Saat Urusan Personal Berubah Jadi Persoalan Sosial

Di berbagai fase hidupnya, perempuan tetap saja berhadapan dengan ekspektasi sosial yang meminta mereka mengikuti nilai-nilai yang sudah lama tertanam.
Ilustrasi (Sumber: Pixabay | Foto: congerdesign)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 08:44 WIB

Akhir Pekan di Bandung Bukan Wisata, tetapi Ujian Kesabaran di Tengah Arus Padat

Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan
Kota Bandung kini dikenal sebagai kota yang kaya akan destinasi wisata. Namun, kemacetan yang parah menjadi masalah di setiap akhir pekan. (Dok. Penulis)
Ayo Netizen 10 Des 2025, 07:41 WIB

Knalpot Bising: Dari Keluhan Masyarakat hingga Harapan Kota Tenang

Knalpot bising masih mengganggu warga Bandung. Razia yang tidak konsisten membuat pelanggar mudah lolos.
Suara bising nan kencang memantul di jalanan hingga membuat kita tak terasa tenang. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 20:00 WIB

Beban Hidup Mencekik dan Tingginya Pengangguran Bukti Kegagalan Wali Kota Bandung?

Kenaikan biaya hidup dan syarat kerja tidak masuk akal memperparah 100 ribu pengangguran di Bandung.
Tingginya angka pengangguran memaksa warga Bandung beralih menjadi pekerja serabutan. (Sabtu, 06 Desember 2025). (Sumber: Penulis | Foto: Vishia Afiath)
Ayo Netizen 09 Des 2025, 19:53 WIB

Tanggapan Wisatawan tentang Kualitas Fasilitas Bandros di Bandung

Kritik serta saran mengenai fasilitas bandros yang ada di Kota Bandung.
Bandros di Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis)