Sebagai penduduk Bandung yang sering melihat tumpukan sampah di pojok-pojok gang, saya merasa perlu untuk memberikan komentar ini secara objektif. Menurut angka yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2023, Bandung memproduksi lebih dari 1.500 ton limbah setiap hari, dan penanganan limbah tersebut masih jauh dari optimal.
Sampah sering berserakan di tepi jalan dan sungai karena sistem pengumpulan limbah yang tidak terjadwal. Hanya sekitar 60% limbah yang berhasil diangkut ke lokasi akhir, sedangkan sisanya menyebar dan merusak ekosistem, menurut data yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat pada tahun 2022.
Hal ini menyebabkan bau busuk, yang mengganggu orang, terutama di daerah padat seperti Cicendo dan Lengkong. Menurut penelitian Universitas Padjadjaran tahun 2021, polusi plastik di sungai meningkatkan risiko banjir dan penyakit infeksi.
Selain itu, infrastruktur pemrosesan seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti seringkali terlalu penuh dan tidak memiliki kapasitas tampung yang cukup. Meskipun permintaan jauh lebih besar, kapasitas TPA hanya 800 ton per hari, menurut data KLHK.
Karena waktu pengangkutan yang tidak stabil, masyarakat sering terpaksa membuang limbah sesuka mereka. Pada tahun 2023, Kompas.com melaporkan protes warga karena kurangnya kendaraan pengangkut, yang menyebabkan sampah menumpuk selama berhari-hari.
Selain itu, ada masalah pendidikan limbah yang buruk di masyarakat, yang menyebabkan kebiasaan membuang asal terus berlanjut. Sebuah survei yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya empat puluh persen penduduk memisahkan sampah di rumah mereka.
Ini berdampak buruk pada kesehatan umum, dengan kasus demam berdarah dan gangguan pernapasan meningkat sebagai akibat dari lingkungan yang tercemar. Data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2023 menunjukkan bahwa area kumuh telah meningkat.
Pria berkelahiran Bogor itu membutuhkan lebih banyak dana untuk menambah jumlah truk sampah. Saya menyarankan agar Pak Farhan menggunakan anggaran APBD untuk membeli truk tambahan untuk mempercepat proses pengumpulan.

Menurut orang no 1 di Kota Bandung, harus mendorong program kreatif seperti bank sampah di setiap kelurahan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Dengan inisiatif ini, yang telah terbukti berhasil di kota-kota lain, Pak Farhan memiliki kesempatan untuk mengubah limbah menjadi uang.
Selain itu, M. Farhan harus memperluas TPA Sarimukti atau membangun fasilitas baru untuk meningkatkan kapasitasnya. Menurut data KLHK, ekspansi ini dapat mengurangi polusi hingga 30%.
Untuk mengubah pola hidup warga, Walikota Bandung M. Farhan harus memulai kampanye pendidikan besar-besaran melalui sekolah dan media sosial. Dengan kepemimpinan tegas Pak Farhan, saya yakin kebiasaan memilah limbah dapat meningkat drastis.
Baca Juga: Penumpukan Sampah di Ujung Berung Sudah Tidak Terkendali, Warga Mulai Kewalahan
Terakhir, menurut saya M. Farhan harus bekerja sama dengan sektor privat untuk teknologi pemrosesan limbah yang canggih, seperti insinerator yang ramah alam. Ini akan membuat Bandung lebih sehat dan asri, yang sesuai dengan visinya sebagai kota maju.
Pada akhirnya, limbah bukanlah hanya masalah kebersihan; itu adalah masalah kualitas hidup masyarakat Bandung secara keseluruhan. Kondisi ini dapat diubah menjadi kesempatan besar untuk perkembangan kota jika Walikota Bandung M. Farhan melakukan hal-hal yang nyata dan kreatif. Saya yakin bahwa dengan komitmen Pak Farhan, Bandung akan menjadi model bagi kota-kota lain di Indonesia. (*)
